HE ISN'T MYBROTHER

Papa Jeno Ketahuan Selingkuh?



Papa Jeno Ketahuan Selingkuh?

0Eh?     
0

"Ada apa ini?" Martha tertegun dengan apa yang ia lihat saat ini.     

Rumah besarnya yang selalu terlihat elegan dengan tanaman di setiap sudut sekarang pemandangan menyejukan itu hilang. Berganti dengan pemandangan serba hitam menakutkan seperti markas dari para mafia dengan penjagaan berbagai lelaki berbadan tinggi besar yang memakaai pakaian serba warna yang tak pernah Martha sukai, berdiri tegap di setiap sudut rumahnya.     

"Apa-apaan ini?" Ulang Martha kembali, saat melihat pintu rumahnya juga dijaga oleh dua orang lelaki yang menatapnya dingin, tapi dipersekian detik mereka menunduk memberi hormat kepada Martha.     

"Selamat malam, Nyonya ..." sapa mereka berdua kompak. Martha mengangguuk dengan linglung sebagai jawabnya. Ia kembali memutari seluruh area rumahnya satu kali lagi. Ini benar-benar tidak seperti mimpi. Rumah megah Martha memang sudah benar-benar beralih fungsi. Ini benar sedang dalam penjagaan ketat.     

Memang siapa yang menyewa rumah mewah Martha untuk markas mafia? Sepertinya lelaki itu memang sangat kaya raya bukan?     

"Kenapa kalian berdua di sini? Dan ini ... kenapa juga kawan kalian begitu banyak menjaga rumahku?"     

"Pemimpin mafia mana yang berani menyewa ruamahku, ha?" sambung Martha yang masih bingung dengan keadaan rumahnya.     

Dua lelaki berbadan besar yang sedang berada di depan Martha masih membungkuk hormat, sedkit milirik satu sama lain untuk mengkode saling lempar untuk menjawab pertanyaan Nyonya besar mereka yang kini masih menunggu mulut itu mengeluarkan jawaban.     

Martha menaikkan kedua alisnya melihat kedua lelaki berbadan kekar itu tak kunjung menjawab malah saling melempar tatap. Martha menghela napas panjang melihat adegan menjemukan di depannya.     

"Sudahlah, tidak perlu dijawab. Aku ingin masuk ... suamiku ada?" tanya Martha yang langsung diangguki oleh kedua pengawal itu secara bersamaan.     

Kaki Martha langsung mengayun senang setelah apa yang ia lewati tadi. Setidaknya ia bisa melupakan sejenak pertengkaran bersama Jeno. Namun, belum benar-benar melewati bibir pintu masuk rumahnya. Wanita paruh baya itu kembali memundurkn langkah.     

"Kalian berdua ...." Martha menunjuk ke arah kedua lelaki berbadan besar tersebut.     

"Iya, Nyonya besar. Kami siap menerima perintah!" ucap mereka dengan kompak kembali seakan seperti ada pengaturan dalam otak mereka yang sengaja diatur untuk mengatakan dengan nada tinggi hingga Martha harus memegang dadanya karena terkejut.     

'Sialan nih penjaga, bikin aku kaget aja. Untung aku ngga punya penyakit jantung,' umpat Mama Martha.     

"Tolong bersihkan kawan-kawan kalian yang berada di sana ...." Jari telunjuk Martha berubah arah ke arah sebelum wanita paruh baya itu bertemu dengan mereka berdua.     

"Aku tidak ingin melihatnya nanti pagi. Paham?" Kedua lelaki berbadan besar itu memperlihatkan lipatan tiga garis pada dahi mereka saat mendengar perintah yang sama saja akan membawa mereka ke dalam kandang singa jantan, jika saat ini mereka bisa keluar dari kandang betina. Jika seperti ini. Pilihan ini akan benar-benar sulit untuk mereka berdua pilih.     

"Tapi, Nyonya itu sud—"     

"Sudah diperintah Tuan?" Mereka berdua menagguk berat dengan bersamaan kembali.     

"Tidak perlu takut. Dia pasti akan takut padaku. Apa kalian tidak takut padaku?" tantang Martha dengan berkacak pinggang memajukan tubuh tuanya yang terlihat masih sangat bagus dengan wajah garang.     

Sontak membuat kedua lelaki itu memilih diam takut dan mundur teratur, karena di dalam undang-undang juga telah dijelaskan, jika kaum hawa akan selalu menang bagaimanapun caranya. Dan jangan pernah membuat masalah dengan mereka. Meski nyawamulah yang akan menjadi taruhan.     

Peraturan itu nampaknya sangat berguna untuk menghadapi Nyonya besar mereka saat ini.     

"Ti ... tidak, Nyonya, kami tidak berani ... tapi, kami juga harus menerima konfirmasi dari tuan Jeno terlebih dahulu," ungkap salah satu dari mereka dengan takut-takut. Hingga membuat Martha berdecak kesal, memicingkan pandangan ke arah mereka.     

"Nggak bawahan ... nggak tuannya, sama-sama membuat keriputku muncul saja," sengit Martha yang langsung memasukkan tubuhnya ke dalam rumah besar wanita paruh baya itu. Kaki Martha mengayun menyusuri anak tangga yang membuatnya cepat sampai di mana kamar itu berada.     

Martha mempercepat langkah menyusuri anak tangga, menuju ke dalam kamarnya dengan Jeno. Membuka pintu kamar itu dengan lebar-lebar tanpa memberikan salam yang selalu ia ucapkan setelah menyelesaikan waktu bersama dengan teman-teman sosialita Martha.     

"Hallo ... Mas Jeno!"     

"Mas Jeno!     

"Mas Jeno!"     

Martha memanggil suaminya berulang kali, di setiap ruangan ia buka, tapi tetap saja ia tidak menemukan keberadaan sang suami. Hingga Martha berakhir memijat dahinya melihat Jeno yang memang tidak sedang berada di kamar mereka.     

Lalu sekarang suaminya berada di mana?     

"Ke mana, sih pria tua itu? Setelah marah-marah padaku, nggak mungkin bunuh diri kan?" Martha melemparkan tas brandednya di atas tempat tidur dengan kesal. Lalu melepaskan hills pendek yang ia pakai juga dengan sembarang. Ia tidak peduli dengan berantaknya kamar itu sekarang.     

Martha sudah sangat kesal dengan Jeno. Wanita paruh baya itu sudah tidak lagi memakai alas apa pun untuk menutupi kakinya, dengan berlari, ia menyusul ke tempat di mana Jeno pasti juga berada di sana.     

Baru beberapa langkah lari Martha mengayun dengan kencang, kini suara berat menghentikan kecepatan kaki tua Martha. Dengan menggeram Martha mengajukan dagunya tajam.     

"Nyonya tunggu di luar dulu. Saya akan mengkonfirmasi kedatangan Nyonya kepada Tuan Jeno," katanya dengan tegas. Seakan penjaga itu melupakan status apa yang dimiliki Martha di rumah ini.     

"Kalian ini benar-benar, ya! Menguji kesabaranku. Apa yang harus dikonfirmasi? Aku istrinya tuanmu yang ada di dalam. Apa pria tua itu sudah menyimpan selingkuhan sehingga dia harus melakukan penjagaan ketat seperti ini, iya?"     

"Katakan wanita mana yang menjadi simpanan suamiku. Beraninya dia melawan aku sebagai Nyonya besar di sini!"     

Martha memberontak dengan sekuat tenaga. Seluruh tenaga wanita paruh baya itu sudah kembali sempurna setelah melakukan reuni masal dengan teman sosialitanya. Kini, jika di dalam memang benar ada selingkuhan Jeno ... sudah pasti ia akan menjambak rambut wanita itu sampai botak.     

"Nyonya, jang—" Terlambat sudah.     

BRAK     

Pintu telah terbuka lebar.     

Deg     

Jantung Martha tiba-tiba berhenti berdetak. Kedua mata tua wanita paruh baya itu terbuka lebar, menyajikan apa yang ia pikirkan sedaritadi menjadi kenyataan. Jeno memangku sekretarisnya? Jadi, ini yang disembunyikan dariku, hingga meletakkan berbagai penjagaan di setiap sudut rumah dan termasuk ... di sini?     

Wanita bertubuh ramping dengan surai hitam panjang itu langsung berdiri dari pangkuan Jeno, saat kedua matanya menatap mata Martha yang berkaca-kaca, dia pun langsung menunduk.     

"Sayaaang! Tunggu! Aku bisa jelaskan!" teriak Jeno saat melihat istrinya yang sudah berlari kencang menuju ke lantai bawah.     

"Kamu jahatt, Jeno! Aku menikahimu karena kamu berjanji akan membahagiakanku selalu ... lalu, sekarang apa? Kau memisahkanku pada putriku dan ... menyelingkuhiku!"     

Martha langsung memacu mobilnya dengan arah yang berbeda, meraba acak ponsel yang tadi ia sengaja tinggal di mobil, mencari kontak nama dalam panggilannya. Air mata wanita paruh baya itu sudah tidak bisa ia bendung lagi.     

"Hiks. Delon tolong bawa Rachel ke hotel ... Mama sangat merindukan Rachel."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.