HE ISN'T MYBROTHER

Pertemuan Delon dengan Dinu



Pertemuan Delon dengan Dinu

0Rachel dan Delon sudah berada di dalam mobil, mereka akan menuju ke perusahaan Jeno.     
0

Namun, Delon sedari tadi hanya diam saja, seperti ada yang mengusik pikirannya.     

Rachel hanya berani melirik, dan sesekali menghela napas pelannya.     

Semenjak Rachel mengetahui perasaan Delon, ia sudah tidak bisa sejahil, dan seenaknya seperti dulu.     

Dulu, jika Delon tidak mengajaknya bicara, Rachel akan bernyanyi dengan suara kencangnya, yang begitu nyaring di telinga Delon.     

Meskipun konyol, tapi, trik itu pasti berhasil.     

Tapi, sekarang, Rachel tidak berani melakukan semua itu. Ada rasa canggung dan takutnya, entah kenapa.     

Tiba-tiba ponsel Rachel berdering, bunyi itu menjadi pemecah keheningan mereka saat ini.     

"Siapa?" tanya Delon untuk pertama kalinya.     

Rachel memandang ponselnya terlebih dulu, baru menegakkan wajahnya. "Kak Remo, Kak," balas Rachel.     

"Nggak usah diangkat. Kalian sudah tidak mempunyai tugas bersama, seharusnya dia tidak perlu menghubungimu lagi," sahut Delon dingin.     

Rachel mengangguk, tidak ada bantahan di sana. lalu menekan icon merah, menutup panggilan Remo.     

Delon langsung meraih tangan Rachel, menggegamnya erat. Seakan ingin menguatkan dirinya melalui sentuhan kulit Rachel.     

"Kak, kenapa?" tanya Rachel yang juga ikut merasakan kecemasan kekasihnya itu.     

Delon menggeleng, lalu mengulas senyum tampannya.     

"Tidak ada apa-apa, Sayang. Maaf aku mengacuhkanmu," ucap Delon sembari membawa tangan Rachel, dan menciumnya.     

Cup     

"Tidak masalah. Pasti Kakak sedang lelah," tungkas Rachel yang tahu pria di sampingnya sedang menutupi sesuatu.     

Delon mengangguk seraya tersenyum simpul masih menggegam erat tangan Rachel.     

"Kak, apapun yang terjadi, aku tidak akan meninggalkanmu."     

"Aku tau itu, Sayang, terima kasih." Delon memutar kepalanya lalu menatap sebentar ke arah Rachel.     

Mobil mewah Delon sudah meluncur bebas di tengah keramaian jalanan ibu kota.     

Sedari tadi pikiran Delon selalu terganggu dengan kedatangan papa, dan istri barunya itu.     

Bukan masalah papanya yang baru menemuinya setelah bertahun-tahun mereka berpisah.     

Delon hanya belum bisa menerima, kenapa papanya bisa menikah sesaat kecelakaan itu masih hangat-hangat dalam benak semua orang, termasuk Delon.     

Delon yang semula tahu, jika papanya akan datang, ia begitu senang ingin menyambutnya. Bahkan, Delon ingin mengenalkan Rachel sebagai calon istrinya.     

Tapi, setelah Jeno mengabari bahwa papa kandungnya tidak datang sendiri, dia bahkan membawa seorang wanita dan pria muda.     

Jeno mengatakan jika mereka berdua adalah istri dan anak papanya, hati Delon bak tertusuk seribu jarum.     

Delon belum bisa menerima ini semua.     

"Ayo turun," ajak Delon kepada Rachel.     

Rachel mengangguk, lalu membuka pintu mobil mewah Delon.     

Delon dan Rachel berjalan bersama dengan berpegangan tangan mesra, hingga membuat seluruh karyawan Jeno menatap kedatangan Rachel dan Delon.     

"Itu, Nona Rachel 'kan? Cantik sekali ya," puji salah satu karyawan.     

"Mereka kayak suami-istri, Tuan Delon seperti takut Nona Rachel pergi dari sampingnya," bisik yang lain.     

"Ngaco! Mereka tuh, adik dan kakak, nggak mungkin kalo pacaran, apalagi nikah," sahut yang lain, yang tidak tahu mengenai status Delon yang bukan bagian dari keluarga Mauren.     

"Selamat siang semua!" sapa Rachel ramah, seraya mengangkat tangannya yang masih bebas.     

"Selamat siang, Nona Rachel, Tuan Delon."     

"Selamat siang, Non."     

"Selamat siang, Nona, Tuan,"     

Mereka saling membalas sapaan Rachel dengan hormat, meski Delon yang ikut disapa hanya mengangguk samar sembari melangkahkan kakinya.     

"Duluan ya semua! Selamat bekerja." Rachel melambai ke arah semua karyawan, setelah lift sudah menutup seluruh tubuhnya dan Delon.     

"Kak," panggil Rachel sembari mendongakkan wajahnya.     

"Hem?" jawab Delon sembari memainkan ponselnya, Delon meneriksa laporan Nino yang dikirim lewat email.     

"Kenapa di luar banyak mobil? Ada beberapa penjaga juga, memang papa sedang ada tamu penting?" tanya Rachel yang penasaran dengan deratan mobil mewah di area parkiran, tidak seperti biasanya.     

"Iya, papa sedang ada tamu," jawab Delon sembari membalas tatapan Rachel.     

Fuh     

Rachel membuang napasnya kasar. "Sebel, pasti lama!"     

"Nggak akan, Chel," tungkas Delon dengan senyum tampannya.     

TING     

Lift sudah sampai di kantor Jeno.     

Rachel dan Delon berjalan keluar dari lift, lalu menuju ke kantor Jeno.     

Baru berjalan beberapa langkah, sapaan sekretaris pribadi Jeno menghentikan langkah Rachel dan Delon.     

"Selamat siang, Tuan...,"     

"Wah, ada Nona Rachel. Selamat siang, Nona," sambungnya dengan tersenyum hormat.     

"Siang. Papa di dalam?" jawab Delon seperti biasa, dingin.     

"Ada, Tuan. Tuan Jeno sedang dikujungi sahabat lamanya. Tuan Jeno sudah berpesan untuk menyuruh Tuan Delon masuk, jika sudah datang," jelasnya.     

"Baiklah, Anita. Terima kasih." Delon langsung melanjutkan langkahnya, sembari masih menggandeng Rachel.     

"Mbak Anitaa, kita ngobrol nanti yaaa!" teriak Rachel dengan senang.     

Anita hanya mengangguk dengan senyum yang sengaja ditahannya ke arah Rachel, yang sudah sedikit jauh dari Anita.     

"Nona Rachel masih belum berubah," gumam Aninta sembari menggelengkan kepalanya.     

Delon sudah semakin dekat dengan kantor Jeno. Bahkan, ada tatapan ragu untuk membuka pintu di depannya itu.     

Rachel yang mengetahui perubahan Delon, langsung menggoy*ngkan tangan Delon yang menggegamnya.     

Delon yang sadar, langsung mengangguk ke arah Rachel.     

"Pah, aku datang." Delon masuk setelah itu Rachel di belakangnya.     

Jeno mengulas senyumnya saat melihat Delon datang, lalu mendirikan tubuhnya, untuk menyambut putra angkatnya itu.     

"Boy, kamu di sini? Kenapa adikmu juga ikut?" tanya Jeno heran dengan melirik putrinya yang tersenyum lebar ke arahnya.     

"Kami 'kan satu kampus, Pah. Aku juga sudah tidak ada jam lagi di kampus," jelas Delon yang sedikit melirik ke arah kedua orang asing yang sedang mencuri menatapnya.     

"Dasar gadis nakal. Harusnya suruh pak Raden untuk menjemputmu." Jeno mengacak rambut Rachel gemas.     

"Iih, Papah!" dengus kesal Rachel saat rambut indahnya selalu saja jadi bulan-bulanan Delon dan Jeno.     

Jeno hanya terkekeh mendengar kekesalan putrinya itu. Jeno langsung memutar tubuhnya untuk memperkenalkan tamu pentingnya saat ini.     

"Dinu, apa kamu tidak ingin menyapa putramu?" ucap Jeno dengan memegang bahu kekar Delon yang berada di sampingnya.     

Dinu mendirikan tubuhnya. Senyum kerinduan yang tulus untuk sang putra begitu tersirat di bibir tuanya.     

Sungguh momen ini adalah momen yang sudah dirindukan Dinu bertahun-tahun.     

"Delon... apa kamu masih mengingatku?" Dinu tidak mau memaksa Delon untuk menerima kehadirannya dengan cepat.     

Dinu tahu, putranya telah melalui waktu yang sulit tanpa dirinya dan almarhum istrinya, bertahun-tahun.     

Delon diam. Ia hanya menatap pria yang selalu ia jaga diam-diam dari Antoni itu, berdiri sembari menitihkan air mata kerinduannya.     

"Pertanyaan macam apa itu?! Jelas-jelas Delon masih mengingatmu," sahut Jeno yang merasa kesal dengan sahabatnya itu.     

Dinu menggeleng kepada Jeno. "Aku sudah meninggalkannya, Je. Aku tidak akan memaksa Delon, untuk mengakui aku sebagai Papanya."     

Suasana semakin haru. Jeno seakan baru memahami situasi yang begitu dalam bagi anak dan ayah itu.     

Bertahun-tahun berpisah, memang membutuhkan beberapa waktu untuk memulihkan semuanya kembali.     

"Kak, bicaralah, Om Dinu menanti jawabanmu," bisik Rachel untuk membuat Delon mau berbicara dan membalas pertanyaan Dinu.     

"Papa, maaf ...," Delon langsung memeluk dengan rindu pria paruh baya di depannya itu. Air matanya juga jatuh di ujung kelopak matanya.     

Dinu mengangguk di dalam pelukan putranya. "Maafkan Papa yang tidak bisa menyelamatkan mamamu. Papa menyesal," ucap Dinu tulus.     

Dinu merasa menjadi suami dan pria paling bodoh sedunia.     

Karena tidak bisa melindungi istrinya yang ikut meledak dengan tubuh pesawat saat dirinya ingin meraih tangan istrinya untuk terjun bersamanya.     

"Mama sudah tenang di surga. Biarkan mama melihat kita bersama, Pah." Tangis Dinu semakin deras, tatkala mendengar balasan Delon.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.