HE ISN'T MYBROTHER

Dia yang Menggantikanmu



Dia yang Menggantikanmu

0"Kamu jangan melebihi anak-anak manjanya, Kak. Lihat mereka sudah tidur lagi, apa yang tadi mereka lakukan?"     
0

Delon menggeleng di dalam pelukan itu. "Mereka hanya menangis dan merengek memanggil namamu. Apa yang harus kulakukan jika sudah begitu?"     

Rachel terkekeh. Meski tubuhnya masih terasa lemah, ia tetap saja tak bisa menahan tubuhnya bergetar dan perutnya juga bereaksi.     

"Sudah berapa lama aku meninggalkanmu? Apa kamu sudah mencari penggantiku? Apakah lebih cantik dariku?" Pertanyaan memberondong itu masuk ke dalam telinga Delon tanpa bisa dicegah.     

Suasana kamar rawat sudah menjadi hening. Dokter dan para suster sudah kembali menangani pasien yang lain setelah menyatakan koma Rachel telah berakhir karena interaksi antara ibu dan anak yang tak dapat disangkal oleh mesin medis sekali pun.     

Kedua anak mereka juga setelah selesai melepas rindu dengan Rachel mereka terlelap untuk sekian kalinya.     

"Dia penggantimu. Dia merawatku, memberi makanku, dan memelukku saat tertidur." Delon menunjuk ke arah putri mereka yang sedang tidur terlentang dengan bibir terbuka. Sangat menggemaskan, apalagi saat kedua pipi itu memerah seperti tomat kecil yang tengah masak.     

Rachel menitihkan air matanya. Ia mendengar suara tangis kedua anaknya setiap hari. Hatinya begitu pilu saat ia sedang berada dunia yang tak mampu ia katakan sebagai mimpi buruk karena seluruh kenyataan yang telah ia lalui terulang di sana.     

Dirinya begitu mengingat dengan jelas bagaimana ia berjuang antara hidup dan mati hanya untuk mempertahankan Nathan dan Nefa di saat usianya begitu muda untuk melahirkan dua anak sekaligus. Di tambah kondisi kandungnya yang begitu lemah setelah peristiwa terakhir.     

Rachel menyaksikan semuanya. Saat suara kedua anaknya memanggilnya di sela Isak tangis yang begitu memilukan. Ia sekarang bersyukur bisa bersama dengan mereka lagi. Dan tentunya suami tercintanya.     

"Beruntung aku memiliki putri yang begitu pengertian. Tugasnya telah selesai, sekarang mamanya telah berada di sini. Tugas itu akan kembali padaku, Komandan!"     

Delon mengangkat kepala dengan senyum yang tersisa saja mengembang menatap mata coklat yang selalu ia rindukan dapat ia lihat secara langsung. Kini telah termakbul.     

Cup     

"Kamu sangat menggemaskan. Aku ingin menciumu sampai kamu marah padaku, Sayang," ucap lelaki tampan itu hanya bisa mengecup bibir basah itu telah berubah menjadi memerah pucat.     

Rachel mengulur tangan, membelai guratan sempurna dari wajah suaminya.     

"Maafkan aku, Kak. Kamu harus bersusah sendiri mengurus anak-anak."     

Delon masih memandang lekat wajah istrinya yang sedang bersender di punggung brankar. Wajah itu semakin kurus, ada beberapa bekas luka di sana juga yang tak ingin memudar. Seakan ingin mengingatkan Delon jika nyawa Rachel selalu akan terancam di setiap saat.     

"Tidak masalah, Sayang. Asal Nefa tidak memberiku makan tanah liat dan cacing sebagi menu utama. Aku menginginkan kamu yang memasakkanku lagi," sahut Delon yang dijawab anggukan perempuan cantik itu.     

"Aku akan memasakkan kalian lagi. Sini peluk aku lagi," ujar Rachel.     

Rachel masih tidak ingin momen berharga ini hilang begitu saja. Ia takut semua ini hanya mimpi dengan dinding putih selalu ia lihat setiap saat tanpa bisa menyentuh.     

Sedangkan di suatu negara berbeda ada seseorang yang sesekali mendesah kesal dengan seseorang yang sedang ia telpon. Karena panggilan itu selalu saja dimatikan sebelum dirinya sempat berkata.     

"Apa maksud anak ini? Dia ingin berulah apalagi? Dia sepertinya tidak henti-hentinta membuat kepalaku pusing," ucapnya yang kembali membuang tubuhnya di atas bangku baru kebesarannya.     

Sedangkan seseorang yang berada di depannya hanya bisa menatap dengan hormat tanpa berani membuka mulut sebelum wanita itu mengizinkannya.     

Suara burung berkicau di luaran gedung serta dinginnya udara dingin di ruangan itu nyatanya tak bisa menangkannya. Wanifa itu masih saja gusar, seperti seseorang yang kalah berjudi.     

"Apa menurud-mu, Will? Apa aku harus melakukan pencarian besar-besaran?"     

Pertanyaan itu terucap di saat kedua kelopak matanya tertutup erat dengan kening berkerut. "Rasanya aku sungguh tak bisa lagi mengontrol, Anita." Lanjutnya.     

Wiliam, asisten sekaligus sekretaris pribadi itu membalas pertanyaan itu dengan kepala tertunduk hormat.     

"Jika seperti apa tidak akan mengundang mereka akan lebih mengetahui keberadaan nona Anita, Nona?"     

Anin memijat pangkal hidung mancungnya yang terasa begitu penat. "Hoe anders dan? Anita loopt uit de hand. Het is beter als hij de politie betrapt."     

(Lalu, bagaiamana lagi? Anita semakin tak terkendali. Lebih baik jika dia tangkap polisi.)     

Wanita berkebangsaan campuran itu tak bisa lagi menahan beban pikirannya. Ia juga tidak mengungkapkan kalimat yang begitu panjang dengan menggunakan bahasa Indonesia kepada Willam. Karena lelaki berumur itu hanya memahami beberapa bentuk kalimat dan kata terbatas. Hanya karena tuntuntan dirinya, William bisa mempelajari dengan perlahan.     

Wiliam paham apa yang sedang dicemaskan atasannya. Tapi, itu akan lebih berbahaya lagi karena mereka bisa saja menembak mati Anita di tempat sebelum semua terbongkar.     

"Sebaiknya kita harus mempercayakan pada beberapa orang ahli di Indonesia untuk mencari keberadaan nona Anita. Tapi, Nona Anin tahu dari mana jika nona Anita sedang berada di Negara itu?" tanya Willian dengan menaikkan satu alis.     

Anita membuka mata perlahan saat mendengar pertanyaan William. Bola mata itu seketika beralih pada benda pipih yang berada di atas meja coklat mengkilat di depannya.     

"Tidak tahu. Aku pun tidak tahu namanya siapa. Dia mengatakan jika Anita berada di Indonesia. Tentu dia ke sana bukan untuk mengunjungi makam kedua orang tuaku."     

Tangannya terulur, mengambil ponsel merah itu yang sekarang mengeluarkan cahaya. Dan lagi-lagi pesan dari id tidak dikenal kembali masuk ke dalam ponselnya.     

Sekarang pergerakkan Anita dipotret dengan begitu seksama. Anin mendekatkan foto itu yang terlihat dilakukan dari jarak jauh.     

"Apa yang mengirimiku adalah Antoni? Kenapa hacker pun tak bisa menembus id ini," gumam Anin dibuat penasaran dengan siapa dibalik id itu.     

"William ...."     

"Saya juga tidak bisa melacaknya, Nona. Dia menggunakan kode yang sungguh hanya orang berotak hebat yang dapat memecahkan id dan di mana id itu digunakan," sahut lelaki paruh baya itu yang seakan tahu apa yang akan ditanyakan padanya.     

Anin semakin mengulas dagu. Seluruh kemungkinan orang-orang yang bisa melakukan ini padanya memang sudah tertulis dalam pikirannya. Namun ia kembali dalam keraguan, karena tidak ada yang berani mengusik nomor pribadi seorang Anin. Meski itu rival pekerjaannya.     

"Lalu di mana keberadaan Antoni? Apa dia masih berpikir Anita meninggal?"     

William menagngguk sesuai dengan data yang telah dia dapatkan kemarin. Anak buahnya telah memberi informasih yang begitu rinci.     

"Saya baru mengirim laporan tentang keberadaan dan detail informasi ke ponsel, Nona Anin," ujarnya tanpa diberi balasan apa pun dari wanita cantik itu. Namun matanya sudah bertindak lebih dulu.     

"Kenapa dia berhubungan dengan Max?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.