HE ISN'T MYBROTHER

Nathan dan Nefa Dibawa Kabur



Nathan dan Nefa Dibawa Kabur

0"Tenang, aku belum melakukan apa pun. Pisauku ini masih bersih ... Tuan Delon bisa melihatnya."     

Delon masih menyodongkan pistolnya ke arah kepala wanita paruh baya itu yang terlihat sedang mengusap pinggiran tajam dari benda terkutuk itu.     

"Aku mengatakan kalau usahamu ini akan sia-sia. Karena seluruh kendali ada di tangan Anita sebagai kakak dari Anin. Dan kau di sini hanya akan membuang waktu."     

Delon jelas mengatakan semua ini. Karena memang Anita yang berhak memutuskan akan segalanya, termasuk pembagian harta dari Key yang baru meninggal beberapa minggu lalu. Dan sekarang keluarganya sendiri sudah mempeributkan harta tersebut.     

"Aku menunggu niat baikmu untuk mengatakan pada Anita."     

"Saudara kembar itu tidak mengenalku sebagai kakak iparnya. Dan usahamu memperjuangkan, akan setimpal dengan keselamatan keluargamu, Tuan Delon," katanya mengancam dan benar-benar membuat Delon menggeram kesal. Ia tidak pernah merasa sebegitu terancam seperti ini.     

Rachel menggeleng dengan derai air mata ketakutan di saat seluruh tubuhnya masih tertali erat seperti saat ini.     

Dirinya juga merasa cemas dengan kesepakatan yang akan terjalin antara suaminya dengan wanita paruh baya itu, dari sorot matanya Rachel bisa melihat kelicikan yang begitu kentara tanpa bisa ditutup-tutupi.     

DORR!     

DORR!     

Suara tembakan berulang kali membuat seluruh orang yang berada di ruangan memutar kepala ke arah ke asal suara.     

"Brengsek, kau Tuan Delon! Beraninya kau menelpon polisi!" pekiknya saat wanita paruh baya itu tergesa menutup wajahnya dengan topeng.     

"Lepaskan kedua anakku!" teriak Delon yang berniat ingin mengambil paksa. Namun, ia urungkan dan memilih berjalan mundur tatkala moncong pistol hitam tepat berada di pelipis Nathan dan Nefa.     

Delon kemudian menekankan fokus terkejut pada suara sepatu yang berlari ke arah tubuhnya. Ia berniat ingin menyelamatkan Nathan dan Nefa kembali. Tapi, ia kalah cepat. Wanita paruh baya itu sudah membengkap kedua anaknya hingga tak sadarkan diri, terlihta bibirnya mengulas senyum seringai ke arah Delon.     

"Aku akan menunggumu dalam dua hari. Jika, aku belum mendapatkan apa yang kuminta. Aku akan mengantarkan nyawa dua bocah ini ke Neraka!"     

"Pergi! Biarkan dua orang itu!"     

"JANGAN BERGERAK!" Suara lantang bersyarat tegas itu membuat salah satu anak buah wanita tersebut mengarahkan tembakkan pada sebuah kaca besar di ruang tamu Delon. Sehingga seluruh fokus terrtuju pada suara pecahan kaca yang geitu nyaring terdengar.     

Serpihan kaca mengenai anak buah Delon, hingga mereka terjatuh tak berdaya di atas lantai dengan luka yang cukup serius.     

Delon mencoba mengejar lari dari mereka, tapi ia kalah cepat dengan kondisi beberapa benda di rumahnya yang sudah begitu kacau tersebar di atas lantai membuat langkahnya terhalang.     

"Bajingan! Beraninya wanita itu membawa kedua anakku!" umpat Delon meremas buku tangannya sendiri.     

Sedangkan di sana beberapa anak buah wanita itu yang terkapar karena keahlian bela diri Delon memilih memasukkan sebuah kapsul ke dalam mulut. Dan tidak berapa lama mulu mereka sudah mengeluarkan busa.     

"Boss ... Boss! Lo di manaa!?" teriak seseorang dari arah luar yang terdengar sedang berlari.     

Delon membalik tubuh, ia mengarahkan pandangan pada Rachel yang mengigit kain penutup mulutnya. Lelaki tampan itu bergegas berlari ke arah istrinya dengan kaki panjang melewati beberapa benda yang sudah terpecah belah.     

"Kak, Nathan ... Nefa," lirih Rachel saat Delon sudah berhasil membuka seluruh ikatan tali yang melilit tubuhnya.     

Delon mengecup kening istrinya dengan napas terengah. Kepala itu mengangguk pelan.     

"Percayakan padaku. Aku akan membawa mereka pulang. Kamu tetap di sini, jaga Papa ...."     

Regan juga sudah membuka tali dan kain yang membuat tubuh tua Dinu tak bisa berkutik. Wajah memerah Dinu menandakan ia tidak bisa bernapas dengan lancar. Dan sekarang lelaki paruh baya itu meraup udara sebanyak-banyaknya.     

"Ka-kalia ha-harus berhati-hati. Wanita itu sepertinya bukan wanita yang sembarangan. Dia begitu terambisi dengan harta suaminya." Dinu ikut menyahut disela helaan napas.     

Delon dan Regan mengangguk paham. Sedangkan Rachel masih berada di pelukan Delon. Perempuan cantik itu tak bisa tenang setelah mendengar keyakinan dari suaminya. Ia seorang ibu. Dan tak mungkin membuat hati dan pikiran setenang air.     

Pikiran buruk dan hal-hal yang kemungkinan akan terjadi membuat Rachel tak henti-hentinya terisak dengan meremas kuat baju depan Delon.     

"Sayang, maafkan aku," ucap Delon saat hatinya ikut terluka mendapati suara tangis Rachel seakan sebuah pisau yang menyayat hatinya.     

Regan bergerak ke arah beberapa anak buah wanita itu yang sudah tak bergerak dengan mata terbuka melotot.     

"Tuan Regan Anda yang melapor peristiwa ini. Kami ingin meminta informasi lebih lanjut. Kami juga telah mengikuti ke mana arah lari dari beberapa penjahat tersebut," ujar salah satu polisi yang memang Reganlah yang memanggilnya setelah mendapat kode bahaya dari jam tangan yang dipakainya.     

Regan mengangguk, lalu menunjuk ke arah seorang lelaki yang sudah tak bernyawa.     

"Lalu mereka bagiamana, Pak?"     

"Kami akan membawanya ke rumah sakit untuk visum lanjutan. Tuan tidak perlu cemas," kata petugas tersebut sekali lagi.     

Regan kembali memberi anggukkan dan mengikuti ke mana polisi itu mengarahkan dirinya untuk dimintai informasi.     

"Kalian bawa papaku ke kamar tamu. Jangan ke kamar utama," perintah Delon pada anak buahnya yang sduah berada di sana.     

"Papa tidak kamar lama saja," tolak lirih Dinu yang seakan begitu nyaman di kamarnya sendiri.     

Delon menatap teduh penuh pengertian pada lelaki paruh baya yang berada di depannya, dia terlihat nampak begitu lemas. "Kamar Papa sudah diacak-acak mereka. Sementara Papa istirahat terlebih dulu di kamar tamu."     

Dinu mengerjapkan kelopak mata tuanya. Ia benar-benar lupa saat dirinya memberontak, dan justru mereka membongkar seluruh kamar Dinu.     

"Baiklah, Papa ke kamar dulu. Rachel Sayang." Dinu menyentuh bahu kecil menantunya yang masih bergetar karena tangis itu belum juga bisa berhenti di dalam pelukan Delon. "Percayakan pada suamimu. Dia pasti akan membawa cucu Papa pulang." Lanjutnya.     

Rachel hanya membalas dengan anggukan kepala pelan. Ia tahu, dirinya bisa mengandalkan Delon. Namun, tetap saja keresahan hati tak bisa ia singkirkan.     

"Mari, Tuan Besar ...." Salah satu anak buah Delon memberi jalan seraya membantu tubuh tua itu untuk berjalan melewati berbagai benda di atas lantai.     

Delom sedikit tak tega membawa istrinya untuk masuk ke dalam kamar, jika tangis itu belum juga reda. Melihat sosok wanita patuh baya mulai melangkah ke arah mereka, napas Delon menghembus lega.     

"Sayang, kamu dengan Bi Rani dulu ya? Aku akan segera mencari keberadaan Anin di mana," kata Delon yang mendapat tatapan bergetar dari Rachel.     

"Itu berbahaya, Kak. Kamu tidak tahu di luar sana ada bahaya apa, bagaimana kalau kamu ...." Kalimat Rachel terhenti ketika salah satu tangannya menutup mulutnya dengan bergetar.     

"Hanya aku yang bisa menyelamatkan kedua anak kita, meski nyawa taruhannya aku tidak masalah."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.