HE ISN'T MYBROTHER

Kak Delon? (Rachel)



Kak Delon? (Rachel)

0Suara gelak tawa begitu terdengar jelas dari luar kamar Rachel. Itu memang suara Rachel dan Nino yang sedang menikmati jalannya film yang dibawa Nino tadi.     
0

Namun, di saat Rachel dan Nino sedang bersenang-senang. Bahkan Rachel mampu melupakan sejenak rasa kesalnya terhadap Delon.     

Di luar kamar, masih ada seseorang yang masih terdiam di ambang pintu.     

Meskipun bibirnya mengatakan akan meninggalkan Rachel sendiri di dalam sana. Tapi, hatinya berkata lain. Ia tidak mampu membiarkan kekasihnya berdua bersama dengan pria lain. Meskipun itu hanya Nino.     

"Apa yang mereka lakukan di dalam sana? Kenapa mereka terdengar begitu senang?" gumam Delon bertanya-tanya.     

"Gue nggak akan tinggal diam, kalau Nino berani menyentuh Rachel!" sambung Delon sembari meremas buku tangannya kuat.     

Dengan langkah cepat, Delon menyusuri anak tangga. Tujuannya hanya satu, yaitu masuk ke kamar Rachel, bagaimanapun caranya.     

"Pak Dinar, Pak Raden, ke mari!" Delon mengulurkan tangannya memanggil kedua pekerjanya yang sedang asik menikmati kopi hitam mereka.     

"Iya, Tuan muda, ada apa, ya?" tanya Pak Raden mewakili sahabat karibnya yang sudah berdiri di sampingnya juga.     

"Ambil tangga. Taruh di bawah balkon Rachel," perintah Delon datar.     

Pak Raden dan Pak Dinar saling pandang. Pasalnya mereka tidak pernah menerima perintah Delon yang seperti ini.     

"Untuk apa, Tuan muda?" tanya Pak Dinar mulai ingin tahu. Tapi, bukan jawaban yang Pak Dinar terima, namun tatapan tajam dari Delon menjawab semua pertanyaan mereka berdua.     

Dengan langkah seribu, Pak Dinar dan Pak Raden langsung tancap gass. Mereka berdua tidak akan mau ditelan hidup-hidup oleh majikannya itu.     

"Ba... baik, Tuan muda! Kami permisi," jawab mereka berdua dengan kompak, dan langsung berlari meninggalkan Delon berdiri di sana.     

"Gue benar-benar sudah hampir gilaa gara-gara Rachel!" Delon mengulas tengkuknya dengan kasar.     

"Tuan muda mau ngapain sih? Bukannya tinggal ngetok pintu, terus langsung masuk, deh! Gitu aja repot!" celoteh Pak Raden yang masih heran dengan perintah Delon.     

"Orang dibayar, yaa, nurut aja. Kamu kok protes mulu. Aku tadi tanya aja langsung di mlototin," sahut Pak Dinar sembari mengulas wajahnya yang masih ketakutan dengan tatapan tajam Delon.     

"Nggak tuan besar, nggak anaknya, sama-sama aneh," kata Pak Raden.     

"Aneh gimana? Bukannya ini udah biasa, kalau non Rachel ngambek, pasti tuan muda naik balkon?" tungkas Pak Dinar sembari melirik Pak Raden yang juga ikut membawa sisa tangga di belakangnya.     

"Iya, aneh. Kelakuan tuan besar sama seperti tuan muda. Coba, inget-inget, dulu. Sewaktu non Rachel masih orok. Nyonya besar cemburu dengan siapa gitu, terus tuan besar gak dibolehin masuk ...," Pak Raden mulai bercerita sembari melajukan langkah mereka.     

"La, terus? Kalo cerita tuh, jangan macet-macet!" sungut Pak Dinar tidak sabar. Soalnya pria paruh baya itu memang sudah lupa.     

"Ya, sabar!"     

"Terus, tangga nggak ada. Nasib tuan besar memang lagi apes, waktu itu. Tangganya tiba-tiba hilang," lanjut Pak Raden.     

"Ilang ke mana? Perasaan dulu aku yang bertugas jaga peralatan rumah," sahut Pak Dinar yang benar-benar sudah lupa. Ia memang pelupa akut.     

"Kan kamu yang minjemin ke tetangga! Sampai tuan Jeno murka besar. Akhirnya nggak ada pilihan lain. Tuan Jeno manjat pohon sampai di balkon kamar, bukannya tidur malah pingsan, karena pobia ketinggian. Hahaha...." Pak Raden tertawa seketika jika mengingat kejadian itu.     

Sungguh pria berkedudukan tinggi seperti Jeno pun bisa takut dengan ketinggian.     

"Hahaha. Iya-iya, aku inget itu. Nyonya Martha langsung kalang-kabut lihat tuan Jeno pingsan," timpal Pak Dinar yang juga ikut tertawa terbahak.     

Namun mereka tidak menyadari jika ada dua sepasang mata tajam yang sedang menatap mereka lekat.     

"Apa yang kalian tertawakan?" tanya Delon dingin.     

Pak Dinar dan Pak Raden langsung terkesiap. Mereka lupa, jika jarak mereka telah semakin dekat dengan Delon.     

"An... anu Tuan muda, itu, ada kucing tetangga, kemarin kawin sama kucing pak RT, sekarang sudah beranak aja," jawab Pak Raden ngasal.     

Pak Dinar hanya bisa melirik melalui ekor matanya. Tiba-tiba lidahnya kelu, hanya doa yang bisa pak Dinar ucapakan dalam hati untuk membantu sahabat karibnya.     

Semoga berhasil, Cung! Aku doaa aja, yaa, biar kita selamat dari amukan Tuan muda!     

"Kerja yang bener. Ngapain ngurusin kucing tetangga. Cepetan pasang di sana, Pak," kata Delon seraya menunjuk posisi yang memang tepat di bawah balkon Rachel.     

Huh, selamet... selamet!     

Pak Raden mengangguk. Lalu ia mulai mendirikan tangga panjang itu. "Sudah Tuan muda," tungkas Pak Raden dengan tersenyum sumringah.     

"Kalian pegang. Jangan sampai goyah."     

"Baik Tuan muda," sahut mereka secara bersamaan.     

Rachel akhirnya merasa puas, akhirnya film yang ia nantikan semenjak seminggu lalu, bisa Rachel tonton.     

Tantunya ini semua berkat Nino. Nino dengan senang hati membawa film kesukaan Rachel dari Inggris.     

"Bagaimana cantik, senang?" tanya Nino dengan nada genitnya. Rachel hanya mengangguk seraya mengulas senyumnya.     

"Besok-besok gue bawain seri selanjutnya," kata Nino.     

"Lo janji?" tanya Rachel antusias. Nino pun mengangguk sembari mengerlingkan satu matanya.     

"Yaudah, gue pergi dulu. Gue takut dimakan kak Delon," tungkas Nino yang sudah bersiap untuk mendirikan tubuhnya.     

"Hem. Lo hati-hati. But, thanks!"     

"Any time, Darling," jawab Nino dengan gayanya yang tengil.     

"Rachel, jangan sia-siakan pengorbananku," kata Delon pelan dengan kaki yang masih menaiki satu persatu anak tangga dengan bercucuran keringat di dahinya.     

Rachel pun mengambil ponselnya. Ia ingin melihat ada kabar apa di kampusnya, dan betapa terkejutnya Rachel melihat hot line pertama adalah Delon dan Rere.     

Di bawah foto Delon dan Rere sudah ada ribuan komentar dari para mahasiswa kampusnya maupun kampus lain yang memuji sikap kepahlawanan Delon, ataupun yang mulai menjodoh-jodohkan Delon dan Rere menjadi pasangan yang cocok.     

"Cih, apa-apaan sih, berita nggak mutu banget. Gue harus minta papa buat hapus berita ini," gumam Rachel yang langsung mengirimkan berita itu kepada Jeno dan meminta bantuannya.     

"Siap, putriku tersayang," jawab Jeno cepat.     

Rachel yang menerima balasan Jeno hanya mengulas senyum senangnya.     

"Ihh, papa alay!" gumam Rachel.     

Dugh     

Tiba-tiba suara pijakan kaki terdengar jelas di sekitar kamar Rachel. Rachel terkejut. Pasalnya hari sudah malam. Bahkan di luar juga sudah tidak ada Delon.     

"Siaapaa?!" teriak kencang Rachel. Rachel yang tidak mendapat balasan langsung memasukkan tubuhnya ke dalam selimut tebalnya.     

Mamaa, di sana siaapa?     

Delon akhirnya sudah sampai di balkon Rachel. Ia memang mendengar suara Rachel, tapi, suara itu tidak begitu jelas.     

Krek     

Delon membuka pintu kaca yang terhubung dengan tempat tidur Rachel.     

Pandangan Delon menjeluru di setiap ruangan. Tapi, sosok yang ia cari tidak ada. Hanya ada sisa makanan ringan yang masih berserakan di bawah lantai.     

"Sa ...," belum sempat Delon ingin memanggil Rachel. Mata hitamnya telah menemukan sebuah gundukan besar di balik selimut tebal.     

Delon langsung menyeringai senyumnya. Langkahnya begitu halus, hingga Rachel tidak dapat mendengar langkah Delon.     

"Apa ada orang? Apa malingnya udah sampai di sini? Gimana ini? Harusnya Nino gak pulang dulu!" ujar Rachel pelan dengan nada bergetar.     

"Nggak ada Nino, nggak ada pria lain lagi, yang boleh masuk ke sini lagi! Kecuali aku," kata Delon yang sudah memeluk hangat tubuh Rachel.     

Rachel membulatkan matanya, terkejut. Ia pun langsung membuka selimut tebalnya, dan memutar kepalanya ke arah Delon.     

"Kak Delon!"     

"Hem, ini aku!" jawab Delon dengan tersenyum tampan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.