Anak Angkat

Perjanjian



Perjanjian

0Perjalanan yang begitu panjang, dari Surabaya menuju Jakarta. Tak terasa melelahkan bagi Arthur dan yang lainnya, meski mereka sudah melewati waktu hingga berjam-jam lamanya.     
0

Yang terpenting bagi mereka adalah keselamatan Celine.     

Bahkan Mesya tak mengeluhkan rasa lelahnya, padahal saat ini dia tengah mengandung.     

Walau sempat merasakan mual, namun karena besar keinginannya untuk menyelamatkan Celine, dia pun dapat mengabaikan segala keluhan pada tubuhnya.     

***     

Melihat rumah mewah bak istana di depan mata, membuat Arthur serasa ingin murka. Rumah itu di mata Arthur dan yang lainnya, adalah neraka.     

Kalau saja bukan karena Celine, mereka tidak akan sudi menginjakkan kaki mereka di rumah ini lagi.     

Dengan langkah cepat mereka memasuki rumah itu tanpa permisi.     

"Ayah! Ibu! Di mana kalian?!" teriak Arthur dengan emosi yang menggebu-gebu.     

Sementara David dan Mesya mengikuti pria itu dari belakang.     

"Ayah! Ibu! Di mana kalian menyembunyikan, Celine!?" teriaknya.     

"Kak, tanangkan pikiranmu dulu, Kak!" tukas Mesya memperingatkan Arthur.     

"Diam, Mesya! Aku sudah tidak bisa tenang lagi!" tegas Arthur.     

"Iya, tapi kalau pikiran kita tidak jernih mereka akan semakin mempermainkan kita, Kak!"     

"Sudahlah, Mesya. Kamu diam saja. Biarkan Arthur menyelesaikan masalahnya," tukas David.     

Mesya pun akhirnya terdiam menuruti perintah David, dan dia kembali mengikuti Arthur di belakang.     

Namun langkah mereka terhenti ketika Arumi dan Charles menyapa mereka dengan ramah.     

Pasang suami istri itu menyambut mereka dengan senyum bahagia.     

"Ah, lihat! Siapa yang datang?" Arumi tersenyum tipis.     

"Putra dan putri tercintaku sedang berkunjung rupanya?" Arumi melirik kearah Charles sesaat. Mereka tersenyum secara bersamaan.     

"Jangan bertele-tele! Dimana istriku!?" bentak Arthur.     

"Ah, anak kita yang satu ini memang sangat kasar, ya?" tukas Arum pada Charles.     

Arthur sudah tidak bisa bersabar lagi, dia langsung berlari dan mencekik leher sang Ibu.     

"Kau itu bukan manusia!" umpat Arthur seraya mencengkram leher sang ibu.     

Mesya berbisik pada David, "Bagaimana ini, Kak?"     

"Kamu tidak boleh ikut-ikutan, Mesya. Ingat kamu itu sedang hamil," ucapnya.     

"Baik, Kak David,"     

***     

Melihat Arumi yang sedang dicekik oleh putranya sendiri, Charles sama sekali tak khawatir. Bahkan dengan santainya dia masih berdiri sambil menghisap cerutunya.     

"Arthur! Lepaskan, Ibu, Nak," pinta Arumi.     

"Aku akan melepasakanmu kalau Ibu mau menunjukkan di mana, istriku?" ujar Arthur.     

'Uhuk! Uhuks!' Arumi sampai terbatuk-batuk akibat cekkikkan itu.     

"Baiklah! Ibu akan mempertemukanmu dengan Celine," tukas Arumi.     

"Bagus" Arthur pun melepasakannya cekikkannya.     

"Yasudah, kalalu begitu cepat tunjukan kepadaku, di mana Celine?!" sentak Arthur.     

Tetapi bukanya menuruti perintah Arthur, Arumi malah mendorong tubuh Arthur hingga terjengkang.     

"Jangan bermain-main, dengan Ibu, Nak!" tukas Arumi seraya menyeringai.     

Melihat Arthur yang terjatuh membuat David turun tangan dan hendak menyerang Arumi, namun Arumi menghentikan niat David.     

"Hentikan!" tukas Arumi.     

"Kalau kalian berani melawanku, maka aku tidak akan segan-segan membunuh wanita itu!" ancam Arumi.     

Seketika David dan Arthur pun terdiam. Mereka tidak mau ancaman Arumi itu menjadi kenyataan.     

"Percuma kalian melawan kami, karena kalian tidak akan menang! Salah-salah kalian malah akan kehilangan Celine!" tukas Arumi.     

"Lalu apa yang Ibu, inginkan dariku?" tanya Arthur.     

"Menjadikanmu putra kami lagi!" jawab Arumi dengan tagas.     

"Ibu hanya ingin kalian kembali ke rumah ini, dan kita akan berkumpul lagi!"     

"Ah, tunggu! Di mana si bungsu, Lizzy?!" tanya Arumi, seraya mengeratkan pandangannya.     

Dia baru saja menyadari jika Lizzy tidak ada di sini.     

"Ah, kenapa dia itu tidak sekompak yang lain? Harusnya dia itu ikut kalian, 'kam?"     

"Bu! Kenapa Ibu ingkar janji?" protes Mesya yang tak terima. "Bukankah dulu kalian sudah berjanji, akan membiarkan kami bebas, lalu mengapa kalian ingin mengekang kami lagi?!" tampaknya.     

"Mesya! Mesya! Kamu itu benar-benar anak yang tidak tahu diri, ya?" cerca Arumi.     

"Kami sudah merawatmu sejak kecil, kami sudah memberimu kasih sayang yang cukup besar. Tetapi kamu malah membangkang perintah kami!" tukas Arumi.     

"Bu, aku tidak pernah meminta semua itu! Kalian yang memberikanya kepadaku!" sahut Mesya.     

"Harus kamu berterima kasih, Mesya! Kalau bukan karena kami maka kamu akan hidup menderita menjadi orang miskin!" leceh Arumi.     

Tapi Mesya malah tertawa senang ekspresi mencekam atas uncapan sang ibu.     

"Aku sama sekali tak peduli, justru aku merasa hidupku akan lebih baik tanpa kalian!" jawab Mesya.     

"Dasar, Anak Sombong!" pekik Arumi. "Aku menyesal telah membesarkanmu!"     

"Sekarang, Ibu, menyesal karena Ibu sudah tidak lagi membutuhkanku! Tapi perlu Ibu ingat, jika berkat aku juga Ibu berhasil membunuh Wijaya!" tegas Mesya.     

"Dasar, Anak Sialan! Beraninya berkata seperti itu kepadaku?!"     

Arumi yang geram pun langsung menggampiri Mesya. Dia menjambak rambut Mesya dengan kencang.     

"Dasar, Anak Kurang Ajar! Karena kau juga David menjadi anak yang membangkang!" ocehnya.     

"Hentikan, Ibu! Jangan menyerang Mesya!" tukas David.     

Namun Arumi tak peduli setelah menjambak Mesya, dia mendorong tubuh Mesya hingga terjatuh.     

"Mesya!" tariak David seraya menangkap tubuh sang istri.     

"Mesya, kamu tidak apa-apa?"     

"Tidak, Kak!" jawab Mesya.     

"Aku, 'kan sudah bilang, Mesya! Kamu diam saja!" oceh David dengan raut wajah yang panik.     

"Bagaimana? Apa kalian mau menerima tawaran Ibu?" tanya Arumi.     

Suasana kembali hening, mereka tidak bisa menentukan jawabannya.     

Di sisi lain mereka ingin melawan kedua orang tuanya, tetapi di sisi lain mereka juga tidak mau Celine terbunuh.     

Arumi dan Charles memang benar-benar licik, dan mereka itu memiliki ide yang tidak terduga.     

"Jangan diam saja, Anak-anakku! Kalian harus menjawabnya sekarang," suruh Arumi.     

Kemudian Arumi melirik ke arah Mesya, dia tertawa sinis.     

"Kamu juga boleh ikut memilih, kalau kamu masih ingin menjadi putriku, kamu harus menjadi anak yang penurut. Tetapi kalau kamu tidak mau menjadi putri kami lagi, itu artinya kamu harus ikut bersama Celine, dan menjadi tawanan kami!" pungkas Arumi, Mesya pun hanya bisa terdiam dengan raut wajah yang kesal.     

Tak ada pilihan lain, selain menuruti perintah mereka, meski Mesya benar-benar tidak sudi melakukannya.     

"Kalian masih juga terdiam, ya?" sendir Arumi.     

"Orang bilang jika diam itu artinya mau, 'kan?"     

Arthur, Mesya dan David pun saling memandang. Kemudain mereka menganggukkan kepalanya satu sama lain, sebagai pertanda bahwa mereka setuju.     

Tentu saja di balik semua ini mereka memiliki rencana lain.     

Semua ini mereka lakuakna demi Celine.     

"Baiklah, kami mau menuruti perintah, Ibu. Tapi aku mohon bebaskan istriku, Ibu, Ayah ...." pinta Arthur.     

Arumi pun tersenyum senang mendengarnya.     

"Inilah jawaban yang sangat aku tunggu. Dan aku juga sudah menduga sejak awal, jika kalian akan menuruti perintahku." Pungkas Arumi dengan senyuman penuh kemenangan.     

Sementara Mesya dan yang lainnya hanya bisa menundukkan kepalanya.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.