Anak Angkat

Ada Apa Dengan Arthur?



Ada Apa Dengan Arthur?

0"Terima kasih atas pujiannya, Kakek Wijaya," ucap Arthur seraya tersenyum dan menganggukan kepalanya dengan sopan.     

Dan Wijaya pun beralih kearah David.     

"Yang ini pasti, David, ya?" tanya Wijaya.     

David menganggukkan keplanya, "Benar, Kakek, saya David," jawabnya.     

"Putra-putramu sudah dewasa, Arumi. Dan mereka terlihat kuat serta tampan. Tapi sayang mereka tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan putraku Satria," ujar Wijaya membanggakan putranya sendiri.     

Arumi mencibir sinis mendengarnya, ucapan Wijaya benar-benar sangat menyebalkan baginya.     

Tapi dia tidak boleh menunjukkan kekesalanya sekarang. Karna dia masih harus berpura-pura lemah hingga tiba saatnya mereka menujukkan  kekuatannya nanti.     

Bukan hanya Arumi yang merasa kesal mendengar Wijaya membangga-banggakan putranya, tapi juga Arthur.     

Pemuda ini sudah tak tahan ingin  membantai tubuh Wijaya saat ini juga.     

'Dasar, Pria Tua, yang sudah bau tanah! Suatu hari nanti kau akan menyesali ucapanmu ini! Karna kau akan merasakan di bunuh secara kroyokan  oleh keluarga kami!' bicara Arthur di dalam hati.     

"Ah, baiklah, karna semua urusan sudah selesai, maka aku dan putraku pamit pulang dulu ya, sampai bertemu di acara pernikahan 2 minggu lagi," tukas Wijaya.     

Lalu dia dan Satria pun meninggalkan kediaman keluarga Davies.     

***     

Kini ekpresi Mesya sudah berubah muram.     

Arumi segera mendekati putrinya.     

"Tenang, Sayang, kami ada bersamamu. Kau harus bisa melewati ini semua, dan percayalah jika kau pasti akan berhasil. Lebih semangat lagi, Sayang ... kami sangat menggantungkan nasib kami kepadamu," ucap Arumi seraya mengusap-usap pundak putrinya.     

Setelah itu Arumi dan yang lainnya masuk ke kamar masing-masing, dan tinggalah Mesya dan David saja.     

Dua orang itu saling memandang tanpa bicara.     

Tapi dari sorot mata keduanya memancarkan kepedulian satu sama lain.     

David memeluk tubuh adiknya. Lalu Mesya menangis dalam pelukan sang kakak.     

"Percayalah Mesya, kita bisa melewati semua ini," bisik David.     

"Tapi, bagaimana kalau kita benar-benar tidak bisa bersatu, Kak?"     

"Mesya, kau tidak boleh seperti itu. Kau sendiri yang selalu meyakinkanku. Bahwa kita pasti akan bersatu dan bisa hidup bebas,"     

"Tapi aku benar-benar takut, Kak ... aku takut kehilanganmu. Sekarang Baru permulaan saja, sudah seperti ada jurang yang memisahkan kita," Isak tangis gadis itu terdengar begitu keras. David berusaha untuk menenangkannya.     

"Sstt... hentikan tangisanmu itu, Mesya. Kau harus tetap berpikirnya positif. Jangan berpikir yang negatif. Ingat semesta akan mendukung keinginan kita apa bila kita yakin. Oleh karna itu cobalah untuk belajar lebih yakin lagi bahwa kita bisa melewati semua ini, Mesya! Agar suatu hari nanti keinginan kita akan terwujud!" pungkas David.     

Mesya pun sedikit merasa tenang, pelukan David begitu hangat dan nyaman. Pasti dia akan merindukan saat-saat seperti ini setelah ia menikah nanti.     

Begitu pula dengan David, dia pasti akan merindukan saat-saat seperti ini setelah menikah dengan Selena nanti.     

Dan David juga tidak yakin bisa memeluk Selena sehangat ini walau hanya sekedar berpura-pura saja.     

David mencium aroma tubuh Mesya, dan ini akan menjadi aroma yang tidak akan pernah ia lupakan sampai kapanpun. Aroma yang akan membuatnya kembali pada pelabuhan hati yang sesungguhnya, yaitu Mesya.     

Mereka saling menguatkan satu sama lain. Dan saling meyakinkan, bahwa ini bukanlah perpisahan, tapi ini hanyalah perjuangan yang harus mereka gapai demi kebahagiaan yang hakiki.     

***     

Pagi hari yang cerah, kini Ratu sudah kembali ke sekolah.     

Semua pasang mata tertuju kearahnya, dan sebagian dari orang-orang yang tengah memandangnya itu mulai membicarakannya.     

Ratu menyadarinya hal itu, tapi dia tidak mau menujukkan ketidak-teriamaanya. Dia masih trauma dengan kajadian bebrapa hari yang lalu. Masih terasa nyata dinginnya lantai penjara yang teramat menyiksa.     

Dia masih berdiri dan masih dengan jabatan seorang Kepala Sekolah yang melekat di dirinya saja sudah bersyukur. Dan ini berkat Arthur.     

Ratu tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini.     

Tak peduli jika dia menjadi bahan gosip bagi seluruh murid-muridnya, yang terpenting dia masih memiliki kuasa di tempat ini.     

"Ah di mana, Arthur?" gumamnya seraya berjalan cepat. Tak sengaja Ratu bertabrakan dengan Anita, sahabat dari Natasha.     

Mereka sama-sama menghentikan langkah kakinya sejenak. Dan gadis itu memandang Ratu dengan raut wajah yang kesal. Anita masih mengira jika orang yang telah mencelakai Natasha adalah Ratu.     

Anita segera mamalingkan wajanya dengan penuh kebencian terhadap Ratu. Lalu gadis itu berlalu pergi meninggalkan Ratu. Langkahnya begitu cepat seolah menujukkan  kebencianya secara terang-terangan.     

"Dasar, Gadis Tidak Sopan!" umpat Ratu.     

"Kalau aku tidak memikirkan reputasiku, aku pasti sudah membalas perbuatanya yang tidak sopan ini!" gerutu Ratu.     

Dan dengan segera dia memasuki ruangannya.     

Ratu tampak frustasi di depan layar komputer.     

"Aku benar-benar benci dengan keadaan ini! Aku yang biasanya berkuasa di sekolah ini, kini menjadi pengecut dan tak berani berbuat apa-apa lagi," ujarnya sambil mengusap wajahnya dengan kasar.     

Dia merogoh sakunya untuk meraih ponsel, tapi ternyata ponselnya malah tidak ada.     

"Ah, sial! Ponselku ketinggalan di mobil!" Ratu menggebrak meja kerjanya.     

Dan wanita itu pun langsung berdiri untuk kembali  berjalan menuju parkiran mobil.     

Langkah Ratu begitu cepat, tak sabar ia ingin segera menggenggam kembali benda pipih itu.     

Tapi di saat perjalanan keluar dia malah berpapasan dengan Celine. Salah satu orang yang bermasalah denganya.     

"Ah, sial!" Ratu mengumpat.     

Celine pun juga menghentikan langkahnya.     

Dia melirik Ratu dengan sinis.     

"Bu  Ratu, kembali ke sekolah lagi?" tanya Celine, masih dengan wajah sinisnya.     

"Iya, memangnya kenapa? Apa kau tak terima melihatku di sini?" sengut Ratu.     

"Tentu saja! Saya tidak Terima memiliki atasan seorang kriminal seperti, Anda!" cerca Celine.     

"Hay, tolong jaga mulutmu! Dan mengapa kau juga masih berada di sekolah ini? Bukankah kau sudah mengundurkan diri?!" tanya Ratu.     

"Hey, Bu Ratu ini bodoh atau bagaiamana? Memangnya aku sudah menyerahkan surat pengunduran diri kepada Anda?" Celine tersenyum tipis, "tidak, 'kan?" ujarnya meledek.     

Ratu pun kian memanas mendengar ucapan Celine.     

"Kau itu berani melawanku ya?!" ancam Ratu.     

"Tantu saja. Kau di sini hanya seorang kepala sekolah. Sementara Pak Arthur pemilik sekolah ini. Dia yang lebih berkuasa, bukan kau!" ujar Celine.     

"Kenapa kau malah membawa-bawa, Arthur? Dan dari mana kau tahu jika Arthur, anak pemilik sekolah ini?!"     

"Pak Arthur sendiri yang berbicara kepadaku. Dan secara terang-terangan dia membelaku!" tegas Celine.     

Tentu saja hal itu membuat Ratu merasa sangat syok dan bingung, selama ini Arthur terus mendukung setiap perbuatanya. Dan dia pula yang sudah mengeluarkannya dari penjara, lalu bagaiamana bisa Celine berkata jika Arthur sudah mendukung Celine atas kasus ini?     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.