Anak Angkat

Tak Bisa Berbuat Apa-apa



Tak Bisa Berbuat Apa-apa

0Di dalam ruang makan itu, kini Charles dan Arumi mengumumkan sesuatu.     
0

Tentunya hal yang menyangkut tentang David.     

"David, Ayah dan Ibu ingin mengatakan sesuatu kepadamu," ujar Arumi.     

"Kalian ingin mengatakan apa?" tanya David.     

"David, Ibu ingin agar kau berhenti mengurusi masalah perusahaan keluarga kita!" tegas Arumi.     

"Kenapa begitu?" protes David.     

"Ya karna hal itu hanya membuang-buang waktu saja!" imbuh Charles.     

"Apa yang Ayah katakan ini? Aku membuang-buang waktu?" David tampak keberatan.     

"Tentu saja! Kau tidak perlu bersusah payah mengurusi bisnis kita! Ada banyak orang yang bisa kita percayai untuk mengurusnya," ujar Arumi.     

"Apa maksud, Ibu? Aku ini putra keluarga Davies, bagaimana bisa aku tidak boleh mengurusi prusahaan sendiri?"     

Charles pun kembali angkat bicara lagi, "Hey, Nak! Kita ini bukan keluarga pengusaha seperti yang lainnya. Kita ini tidak perlu bersusah payah untuk mengumpulkan harta! Kau tidak mengurusi bisnis dalam keluarga ini pun tak ada bedanya, kita tetap akan kaya-raya, dan bisnis keluarga kita pun tidak akan pernah bangkrut. Justru sebaliknya perusahan kita akan semakin makmur!" Pungkas Charles dengan ekpresi yang menggebu-gebu.     

David pun tak bisa melawannya, ini adalah keputusan kedua orang tuanya, dan dia tak bisa mengganggu-gugat. Seperti halnya dulu saat kedua orang tuanya memaksa dia untuk mengurusi bisnis keluarganya. Saat itu David juga tak bisa mengelak, dia pun mau menuruti permintaan orang tuanya, meski dia tahu jika hal itu di karnakan orang tuanya ingin agar David bisa menjauh dari Mesya.     

Dan sekarang entah karna tujuan apa, mereka kembali memaksa David untuk berhenti bekerja, dan kembali diam berada di rumah serta berkumpul bersama mereka.     

"Bagimana, Sayang? Apa kau sudah paham?" tanya Arumi memastikan.     

David mengangguk, "Iya, Bu." Jawab David kaku.     

Dia tak suka dengan hal ini, tentu saja setelah dia berhenti mengurusi perusahaan keluarga, maka kegiatan yang dulu menjadi rutinitas, kini akan terulang kembali. Yaitu membunuh orang. Hal yang paling tidak ia sukai dalam keluarga ini, permainan sekaligus rutinitas, yang selalu mereka jalanin untuk kehidupan abadi dan makmur.     

Tapi David tetap berusaha untuk mengambil sisi positifnya. Dengan begini, dia bisa melihat Mesya setiap hari. Meski hal itu juga akan terbatas.     

Setelah makan siang mereka kembali ke kamar masing-masing.     

Di dalam kamar itulah David mulai menghubungi Mesya lewat pesan. Padahal jarak kamarnya dengan kamar Mesya berdekatan, kalau pun ingin mengobrol mereka bisa berjalan hanya dengan beberapa langkah saja. Tapi karna orang tuanya sedang berada di dalam rumah, sehingga membuat mereka tak bisa bertemu dengan bebas.     

Drtt....     

Mesya segera melihat  ponselnya yang bergetar, dia tahu pasti yang mengirim pasan kepadanya adalah David. Hal ini sudah sering David lakukan, setiap ia pulang dari luar kota ataupun dari luar negri.     

[Mesya,]     

"Iya, Kak David, ada apa?"     

[Aku sangat merindukanmu, Mesya,]     

Mesya tersenyum membacanya. Dengan bersemangat Mesya mengetik sebuah tulisan dalam keyboard ponselnya.     

"Sama, Kak. Aku juga merindukanmu, kalau saja Kak David, sekarang ada di sampingku, mungkin aku sudah memeluknya," tulis Mesya.     

[Apa kau mau kita keluar sekarang?]     

"Tidak bisa, Kak, Ibu dan Ayah sedang mengawasi kita berdua,"     

[Baiklah kalau begitu kita akan bertemu nanti malam saja,]     

"Baik, Kak, semoga saja nanti malam mereka tidak memantau kita lagi sehingga kita bisa bertemu,"     

[Baiklah kalau begitu, selamat tidur siang, Mesya,]     

Kembali Mesya tersenyum membaca tulisan dari David, hatinya begitu berbunga walau hanya bisa mengebrol lewat pesan di ponsel.     

Kemudian mereka kembali menaruh pensel masing-masing.     

Mesya kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur, sambil membayangkan wajah David.     

"Sampai kapan ya, Kak, kita akan seperti ini? Aku ingin bisa selalu bersama, Kakak," Mesya mulai memejamkan matanya.     

"Huft ... berat sekali menjalani perasaan ini ...." Gumamnya setengah mengantuk.     

***     

"Arthur, siapa lagi yang akan kita bunuh?" tanya Arumi.     

"Dia teman satu jurusanku, Bu, tapi aku ingin Kak David, juga ikut bersama kita, Bu," pinta Arthur.     

"Tentu saja, Sayang, David pasti ikut bersama kita, karna memang itulah tujuan kita menyuruhnya pulang," sahut Arumi.     

"Terima kasih, Bu. Aku senang sekali akhirnya kita bisa berpesta bersama-sama seperti dulu," Arthur tersenyum licik.     

***     

Malam telah tiba, saat yang paling di tunggu-tunggu oleh Mesya untuk bertemu dengan David. Tapi sayangnya malam ini pun Mesya gagal bertemu dengan David, karna David harus ikut besama dengan keluarga yang lainya, untuk membunuh orang. Sebuah hal keep yang mere debut senagai pasta.     

David tak bisa berbuat apa-apa.     

David hanya bisa mengirim pesan kepada Mesya, bahwa dia tidak bisa menepati janjinya.     

Dan hal ini tentu membuat Mesya sangat kecewa, padahal dia sudah menunggunya sejak tadi, tapi apa yang sedang ia nantikan malah tak terwujud.     

"Ah, lagi-lagi aku tak bisa berbuat apa-apa," Mesya memandang foto wajah David yang ada di ponselnya.     

Drtt....     

Ponselnya kembali bergetar, kali ini panggilan telepon dari Satria.     

"Ah, dia lagi yang meneleponku!" Mesya tampak sangat kesal, tapi dia tetap mengangkat panggilan itu.     

"Halo, Kak Satria, ada apa?"     

[Halo, bisa tidak kita  bertemu sekarang?]     

Dan tak ada pilihan lain selain mengiyakan ajakkan Satria.     

Kini dia mulai berpakaian rapi, dan merias wajahnya agar terliat lebih cantik dan dewasa.     

"Hah, aku harus berkencan dengan orang yang sama sekali tidak kusukai!" gerutu Mesya.     

Baru saja keluar gerbang, Satria sudah menunggunya di dalam mobil.     

"Hay Mesya," sapa Satria dengan raut bahagainya. Mesya juga segera memasang wajah ramah yang palsu.     

"Hay juga, Kak Satria," Dia tersenyum serta melambiakan tangan kearah Satria. Dengan sigap pria itu membuka pintu mobil dan mempersilakan Mesya masuk ke dalam mobil itu.     

"Terima kasih, Kak,"     

"Sama-sama,"     

Ceklek!     

Vroom ...!     

Mobil itu melaju meninggalkan  kediaman keluarga Davies.     

"Mesya, kenapa sejak tadi aku lihat kau terus melamun? Kau itu sedang memikirkan apa?" tanya Satria.     

"Ah, aku hanya memikirkan masalah hubungan kita, Kak David," ucap Mesya.     

"David?" Satria mengernyit keningnya.     

Kedua bola mata Mesya seketika  membulat, dia sudah salah menyebutkan nama. Dia menyebut nama 'David' di hadapan Satria.     

Dengan segera Mesya mencari alasan agar Satria tidak curiga terhadapnya.     

"Maafkan aku, Kak. Aku salah menyebut nama Kakak, hal ini karna aku lebih sering menghabiskan waktu dengan, David, Kakakku," ujar Mesya.     

"Ah, tidak masalah!" Satria terlihat santai, "tempaknya kau sangat dekat dengan Kakak sulungmu itu ya?" tanya Satria.     

"Tentu saja, Kak, kami dekat satu sama lain," ucap Mesya.     

"Wah, aku senang mendengarnya, aku jadi iri kepadamu,"     

"Iri? Kak Satria, iri kepadaku soal apa?"     

"Tentu saja iri karna kau memiliki banyak saudara, sementara aku hanyalah anak tunggal, yang sering mengahabiskan waktu dengan berteman sepi," jawab Satria.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.