Anak Angkat

Keluarga Dermawan



Keluarga Dermawan

0"Baik, Ayah akan  mengizinkanmu menjadi staf pengajara di sekolah ini," tukas Charles.     
0

"Terima kasih, Ayah! Aku berjanji bahwa aku akan menjaga Mesya!" tukas Arthur dengan penuh semangat.     

Kini mobil kembali melaju menuju kampus, Arthur tersenyum penuh kemenangan akhir dia bisa mewujudkan keinginannya. Tentu setelah ini keadaan sekolah itu sudah pasti tidak akan tentram lagi.     

***     

Di Surabaya.     

"Salsa, kenapa hari ini belum bersiap-siap ke kedai?" tanya sang Ibu.     

"Hari ini aku tidak buka, Bu. Karna aku sedang mencari beberapa properti untuk menghias kedai kita," kata Salsa.     

"Salsa, kenapa malah membuang-buang uang untuk sesuatu yang tidak penting? Kenapa tidak menabungnya saja?"     

Salsa malah tersenyum menanggapi ocehan sang ibu.     

"Ibu, aku membeli beberpa properti juga demi kedai kita supaya lebih terlihat rapi dan menarik, Bu, dengan begitu para pelanggan kita betah berada di sana," jelas Salsa.     

"Tapi sayang uangnya, Salsa. Karna uangnya bisa kita gunakan untuk kebutuhan yang lain,"     

"Ibu, tidak usah memikirkan hal ini, selain membeli barang-barang kebutuhan dapur aku juga akan menyewa ruko yang terletak di samping ruko kita yang sekarang, Ibu," ucap Salsa.     

Tentu sang ibu tampak syok. mendengarnya.     

"Bagaimana mungkin kita menyewa ruko lagi? Kita tidak memilki uang sebanyak itu, Salsa. Satu ruko saja sudah cukup! Nanti kalau tabungan kita sudah banyak barulah kita akan menyewa ruko lagi, Salsa!" tukas sang Ibu.     

"Tenang, Ibu. Sekarang kita sudah memiki cukup uang untuk menyewa ruko baru dan membayar orang,"     

"Apa?! Membayar orang?!"     

"Bu, jangan berteriak, malu di dengar tetangga," Salsa berusaha menenangkan sang ibu.     

"Ya, habisnya kau ini bicara yang tidak-tidak, mana mukin kita punya uang sebanyak itu untuk membayar orang dan menyewa ruko baru?!" wanita setengah tua itu tampak kesal kepada Salsa.     

Tapi Salsa masih tampak santai, bahkan dia malah tersenyum menanggapinya.     

"Hey, Salsa! Kenapa kau malah tersenyum?"     

"Habisnya, Ibu itu terlalu berlebihan,"     

"Astaga! Ibu ini tidak sedang bertingkah berlebihan, Salsa!"     

"Sudah-sudah! Tenangkan hati Ibu," Salsa meraih tasnya yang tergantung di atas paku tembok.     

Dan perlahan dia membuka tas lalu mengeluarkan amplop coklat yang berisi segepok uang.     

"Salsa, itu apa?"     

"Uang!"     

"Uang?"     

"Iya," Salsa membuka amplop itu dan menunjukkan isinya kepada sang ibu.     

"Hah? Uang sungguhan?!" Wanita setengah tua itu kembali syok, kedua matanya melotot dan nyaris tak berkedip.     

"Iya, Bu. Dan uang ini yang akan kita gunakan membayar satu karyawan dan menyewa ruko baru," jelas Salsa.     

"Tapi ... kau mendapat uang itu dari mana, Salsa?"     

"Aku mendapatkan uang ini dari temanku, Bu,"     

"Teman? Teman yang mana?! Jangan bilang kalau kamu menjual diri untuk mendapatkan uang itu, Salsa!"     

"Ibu! Kenapa malah menuduhku seperti itu!?" Salsa tak terima dengan tuduhan sang ibu.     

"Ya habisnya Ibu, tak percaya jika ada seorang teman yang memberikan uang sebanyak itu secara cuma-cuma kepadamu!"     

"Tapi kenyataannya memang ada, Bu. Dia teman SMA ku, namanya David. Dia adalah pria kaya-raya putra sulung dari keluarga Davies," jelas Salsa.     

"Dia putra sulung dari keluarga, Davies?" tanya sang Ibu memastikan.     

Salsa pun menganggukan kepalanya.     

"Iya, Bu. Benar,"     

"Pantas saja, karna setahu Ibu, keluarga Davies itu adalah keluarga kaya-raya dan pengusaha sukses yang sangat baik dan dermawan," ujarnya.     

"Benar, Ibu," sahut Salsa.     

Dia membenarkan ucapan sang Ibu, walaupun dia tahu jika sebenarnya keluarga Davies itu tidak seperti yang dipuja oleh orang-orang.     

Mereka mengira jika keluarga Davies itu adalah keluarga kaya-raya dan dermawan. Serta mereka mengagung-agungkan atas perbuatan baik mereka.     

Termasuk Ibunya dari Salsa ini. Wanita itu tampak sangat bangga, karna putri semata wayangnya memiliki teman dari keluarga Davies.     

Tak tahu jika dulu Salsa sempat terpuruk karna keluarga itu. Bahkan sampai harus pindah ke Surabaya dan melanjutkan sekolah di sana.     

"Salsa, apa Ibu bisa bertemu dengan temanmu yang bernama David itu?"     

"Ah, sepertinya tidak bisa, Ibu,"     

"Loh, kenapa? Ibu, 'kan juga ingin mengucapakan terima kasih kepadanya?"     

"Ah, tidak perlu Ibu, lagi pula David sudah pulang ke Jakarta,"     

"Aduh, kalau nomor teleponnya kamu ada?" tanya sang ibu.     

"Maaf, bu, nomor teleponnya pun aku juga tidak ada,"     

"Ah, bagaimana bisa kau tidak punya nomor teleponya? Kau itu, 'kan temannya?"     

"Ah, sudahlah Ibu, jangan bahas soal ini! Dan sebaiknya ayo kita mulai untuk mencatat barang-barang apa saja yang kita butuhkan!" sergah Salsa.     

Akhirnya sang ibu pun mau menuruti ucapan Salsa.     

Meski dalam hati wanita setengah tua itu masih penasaran dan ingin bertemu dengan David secara langsung.     

'Aduh, aku tadi kenapa harus bercerita jika uang itu dari David, kalau begini Ibu jadi penasaran sekali, dan hal ini bisa membahayakan Ibu,' bicara Salsa di dalam hati.     

Lalu gadis itu kembali merapikan dan mencatat segala keperluan untuk kedainya.     

***     

Sementara itu, David baru saja selesai meeting bersama klien dan para rekan kerjanya.     

Dia mulai bergegas meninggalkan kantor itu.     

Dia berjalan menuju hotel.     

"Pak David!" teriak seorang wanita yang menjadi sekertarisnya.     

David menghentikan langkah kakinya sesaat.     

"Ada apa" tanya David.     

"Maaf, Pak David, saya ingin mengajak Pak David mampir di rumah saudara saya, mumpung masih di Surabaya. Dan saya ingin mengajak Pak David, makan malam bersama di sana," jelas gadis itu.     

"Maaf, aku tidak bisa!" ketus David.     

"Tap, Pak! Saudara saya ingin bertemu dengan Bapak!" ucapnya tapi David tak perduli dan berlalu pergi begitu saja.     

Gadis itu tampak berguman dengan mulut komat-kamit dan bibir mengerucut.     

"Huh, aku ini kurang cantik apa sih? Dan aku juga kurang seksi darimana sih? Aku ini sudah menggunakan pakaian minim seperti ini, tapi kenapa David, masih tidak mau melirikku? Apa dia itu pria yang memiliki kelainan?" keluhnya. Wanita ini bernama Selena dan dia sangat menyukai David. Tapi sayang David tidak peduli dengannya.     

Selena sudah sejak lama mendambakan David, dia ingin membuat David tergila-gila dengannya.     

Bukan hanya karna wajah David yang tampan, sehingga membuat gadis itu jatuh cinta kepada David. Tapi juga karna harta dan setatus David yang seorang Direktur Utama dalam perusahaannya saat ini.     

Tentu jika dia menikah dengan David, pasti dia bisa mengubah hidupnya mejadi jauh lebih baik. Dan dia akan menjadi wanita terhormat karna menjadi anggota keluarga Davies.     

Tapi sayangnya gadis malang ini, belum tahu bagaimana keluarga Davies yang sebenarnya.     

Gadis itu mengejar David yang sudah berjalan jauh di depannya.     

"Dan dia melihat David berhenti di sebuah kedai pinggir jalan yang sedang tutup.     

"Pak David, kenapa berhenti di warung jelek itu? Apa dia mengenal pemiliknya?" gumam Selena.     

"Aku kemarin tak sengaja melihat pemilik kedai itu seorang wanita, apa David mencari wanita itu?"     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.