Anak Angkat

Teman Lama



Teman Lama

0David berjalan mendekati gadis itu secara perlahan.     
0

Dia mengajaknya pergi, wajah si gadis terlihat sangat pucat dengan tubuh yang gemetar.     

"Baik, kita akan duduk di sana!" David menunjuk sebuah restoran.     

Lalu mereka duduk dan mengobrol.     

"David, kau mau apa menemuiku? Apa kau akan kembali membuat hidupku terusik lagi?" Kini wajah si gadis berubah memerah.     

"Aku tidak bermaksud mengusikmu, Salsa. Aku hanya ingin berbicara denganmu sebentar saja," jawab David.     

Yah ... gadis itu adalah Salsa, teman SMA David. Dan juga gadis yang dulu sempat tergila-gila dengan David.     

Sekarang wajah Salsa tak seceria dulu, kini dia tampak murung dan sama sekali tak berani memandang wajah David.     

Dia selalu menundukkan wajahnya.     

"Kau mau pesan apa?" tanya David.     

"Tidak, aku tidak lapar," jawab Salsa.     

"Kalau tidak lapar kau bisa memesan minuman, Salsa," usul David.     

"Tidak, aku juga tidak sedang haus," jawab Salsa.     

"Baiklah," David mengangguk mengerti, tapi dia tetap memanggil pelayanan restoran itu, untuk memesan dua porsi makanan serta minuman.     

"Salsa, apa kau masih berpikir jika aku akan membunuhmu?" tanya David, tapi Salsa tak bergeming, dia masih menundukkan kepalanya dan deru nafasnya terdengar kencang.     

"Jangan khawatir, aku tidak akan melakukan hal itu kepadamu, dan kalau boleh ku tahu, apa yang membuatmu seperti ini, ah ... maksudnya mengapa sekarang kau sampai harus berjualan di warung kaki lima seperti ini?" tanya David.     

Salsa mengangkat wajahnya sebentar dan berkata, "Karna aku butuh uang!" jawabnya.     

"Butuh uang? Bukankah orang tuamu itu orang berada?" tanya David.     

Akhirnya Salsa berani mengangkat wajahnya lagi.     

"Perusahaan keluargaku mengalami kebangkrutan dan kami terlilit hutang. Seluruh anggota keluargaku semua pindah ke Surabaya, karna semua aset yang ada di Jakarta dan kota lainnya sudah habis tersita," jelas Salsa.     

David terkejut mendengar hal ini, dia tak menyangka jika ternyata gadis yang dulu ia kenal sangat modis dan mandiri itu kini hidup dalam kemiskinan. Bahkan sampai harus berjualan soto di kedai kaki lima.     

"Lalu, bagaimana dengan pekerjaanmu? Kau itu, 'kan seorang model?" tanya David.     

"Aku sudah berhenti menjadi model," jawab Salsa.     

"Kenapa?"     

"Karna ada sesuatu yang membuatku tak mau lagi melanjutkan cita-citaku itu,"     

"Bisa kau ceritakan kepadaku?" pinta David.     

"Maaf, David. Untuk yang ini aku tak bisa cerita," ucap Salsa.     

David kembali menganggukan kepalanya lagi.     

"Ah, baiklah kalau begitu, aku akan menghargai keputusanmu," ucap David.     

Sebenarnya David masih penasaran dengan apa alasan Salsa yang tak mau lagi menjadi seorang model, terlebih dulu Salsa melakukan pekerajaan itu hanya karna sebuah hobi, dan sekarang dia berhenti begitu saja, malah memilih berjualan soto di sebuah kedai pinggir jalan. Padahal penghasilan menjadi seorang model cukup menjajikan, terlebih dulu dia juga seorang Selebgram yang memiliki banyak endorse. Tentu penghasilan dari pekerjaannya itu bisa membantu perekonomian keluarganya saat ini.     

Tapi David tidak mau memaksa Salsa untuk mengatakan alasannya, dia tetap harus menghormati keputusan Salsa.     

"David, apa aku boleh pergi sekarang?" tanya Salsa dengan wajah yang masih terlihat gugup karna takut.     

"Kenapa buru-buru, apa kau masih takut kepadaku?" tanya David.     

Salsa menndengus dan kembali menundukkan kepalanya.     

"Kau tidak perlu takut kepadaku, Salsa. Aku tidak akan membunuhmu. Aku hanya ingin mengobrol denganmu, bagaimana pun juga kau dulu itu, 'kan teman satu kelasku," ujar David.     

Salsa masih tak bergeming dia kembali terdiam dengan perasaan yang tak tenang, meski David sudah berkata jika dia tidak akan membunuhnya, tapi tetap saja Salsa masih merasa was-was, karna keluarga Davies itu sangat menyeramkan dan bisa melakukan segala cara untuk menghabisi mangsanya.     

Terkadang Salsa masih merasa menyesal hingga saat ini, karna dulu dia sudah tergila-gila kepada David, seorang pria yang berasal dari keluarga pisikopat dan pembunuh berdarah dingin.     

Dia juga masih ingat dengan ucapan David yang pernah mengingatkannya untuk menjauh darinya, tapi saat itu Salsa tak perduli, dia sudah terlanjur mencintai David, hingga tak tahu jika bahaya sedang mendekatinya.     

"Salsa, bisa tidak kau memasang wajah yang ceria seperti dulu?" sindir David.     

"Kenapa kau bicara begitu?" tanya balik Salsa kepada David.     

"Yah, karna aku merasa tak tahan melihatmu seperti ini, dan harus beberapa kali aku meyakinkanmu, bahwa aku tidak ada rencana jahat sedikitpun kepadamu, Salsa," pungkas David.     

Mendengarnya akhirnya secara perlahan membuat Salsa menjadi yakin jika David tidak akan berbuat jahat kepadanya, dan dia berani menatap wajah David.     

"Nah begitu dong," David tersenyum.     

Salsa pun kembali dibuat syok melihatnya. Ini adalah momen yang sangat langka bagiannya.     

'David, tersenyum kepadaku? Apa Aku tidak salah lihat? Bahkan senyuman itu terlihat sangat tulus, astaga... aku benar-benar tak menyangka,' bicara Salsa di dalam hati.     

Dan secara perlahan, gadis berwajah oriental itu juga tersenyum kepada David.     

"Kenapa tersenyum?" tanya David.     

"Aku tersenyum, karna tadi kau juga tersenyum kepadaku, David," jawab Salsa.     

"Ah, begitu ya," David mengangguk sesaat, "lalu bagaimana hubungan mu dengan Marry? Kalian masih saling berkomunikasi?" tanya David.     

Dan Salsa pun menggelengkan kepalanya, "Aku sudah lama kehilangan kontak dengan Marry," jawab Salsa.     

"Kenapa?"     

"Karena, semenjak kami bangkrut, aku menjual seluruh benda berhargaku termasuk laptop dan juga ponsel, kami mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk membangun sebuah usaha kecil-kecilan," jelas Salsa.     

"Termasuk kedai pinggir jalan itu?" tanya David memastikan.     

"Ia benar, sekarang kedai kecil itu yang menjadi satu-satunya sumber mata pencarian kami," jawab Salsa.     

David sedikit iba, timbul keinginannya untuk membantu Salsa dalam segi finansial.     

Kalau hanya memberi modal usaha untuk Salsa, bukakanlah hal yang sulit bagi David, bahkan untuk membuatkan restoran mewah saja David juga bisa. Hanya saja dia tetap harus menghargai Salsa, dia bertanya tentang apa saja yang sedang Salsa butuhkan saat ini.     

"Salsa, kau butuh apa untuk perkembangan usahamu ini?" tanya David.     

"Aku? Kenapa kau bertanya begitu?" Salsa heran.     

"Aku akan membantumu, supaya usahamu itu maju," jawab David.     

"Ah, kau tidak perlu melakukan hal itu, David! Aku tidak mau berurusan dengan keluargamu, biarkan aku hidup miskin yang terpenting aku bisa tenang," pungkas Salsa.     

"Aku yang menolongmu, bukan keluargaku. Aku tidak akan meminta imbalan apapun atas apa yang kulakukan terhadapmu, Salsa," jelas David.     

"Tidak! Aku tetap tidak mau! Nanti kau pasti akan mengusik keluragaku!" Salsa kembali curiga dengan David. Sudah cukup dulu dia hidup menderita dan sampai harus lari ke Surabaya hanya untuk menyelamatkan diri. Dan sekarang David malah datang dan menawarkan diri untuk membantunya. Tentu tidak semudah itu Salsa akan percaya kepada David begitu saja.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.