Anak Angkat

Senyuman Palsu



Senyuman Palsu

0'Mereka pasti baru saja membunuh orang, huft... siapa lagi yang telah mereka bunuh?' bicara Mesya di dalam hati.     
0

Dan kini dia mulai masuk ke dalam kamarnya.     

Mesya mengutak-atik ponselnya, dia mengirim pesan kepada David.     

'Halo, Kak, sedang apa?' tulis Mesya dalam pesan chat itu.     

Pesan itu baru terlihat ceklis satu, yang artinya, kemungkinan ponsel milik David sedang tidak aktif, atau mungkin jaringannya yang kurang bagus.     

"Ah, Kak David, pasti sedang sibuk. Padahal aku sangat merindukannya," gumam Mesya, dia merebahkan tubuhnya di atas kasur.     

Drtt....     

Tak berselang lama ponselnya bergetar dengan layar yang menyala.     

"Ah, pasti itu dari, Kak David!" Mesya tampak antusias meraih ponselnya.     

Berharap, David membalas pesan darinya.     

Tapi setelah di lihat lagi ternyata bukan balasan pesan dari David, tapi pesan yang dikirim oleh Satria.     

[Selamat malam, Mesya,] tulisan dari pesan itu.     

"Ah, kenapa harus dia yang malah menghubungiku?" Mesya tampak sangat kesal bercampur kecewa.     

"Lalu apa aku harus membalasnya? Sementara aku tidak nengharapkan balasan pesan darinya! Ah ... benar-benar menyebalkan!" rutuk Mesya, dan dia menaruh ponselnya dengan kasar.     

"Ah, malas sekali aku membalas pesannya!" ucap Mesya dengan nada ketus.     

Tapi setelah dipikir ulang, dia tidak boleh mengabaikan pesan dari Satria. Karna ini adalah kesempatan bagi Mesya untuk semakin lebih dekat lagi dengan Satria.     

Kembali gadis itu meraih ponselnya dan membalas pesan dari Satria.     

'Hay, Kak Satria, selamat malam juga,' tulis Mesya.     

Tak berselang lama ponselnya kembali bergetar sebuah balasan pesan dari Satria.     

[Kau sedang apa? Bisa tidak kalau pergi bersamaku sebentar?]     

"Apa? Malam-malam begini dia mengajakku pergi, bahkan ini bukan hanya malam, tapi sudah hampir pagi?" gumam Mesya dengan wajah yang kesal.     

"Ah, bagaimana ini? Apa aku harus pergi bersamanya? Tapi ini terlalu malam?" Mesya mulai bingung untuk menjawab pertanyaan dari Satria ini.     

Tok! Tok!     

"Iya sebentar!" teriak Mesya sambil berjalan membuka pintu itu.     

Ceklek!     

"Ibu?"     

Arumi tersenyum sambil membawakan sebuah nampan berisi satu gelas susu hangat untuk Mesya.     

"Kenapa, Ibu, membuatkanku susu?"     

"Karna Ibu lihat, putri Ibu belum tidur," kata Arumi.     

Perlahan Arumi menaruh susu itu di atas meja kamar.     

"Kau sedang memikirkan apa, Mesya?" tanya Arumi kepada Mesya.     

"Ibu, dia mangajakku bertemu, Ibu," jawab Mesya.     

"Dia?" Arumi mengernyitkan dahinya.     

"Satria, Ibu," kata Mesya.     

"Satria?!"     

"Iya, Bu," Mesya menganggukan kepalanya kearah Arumi.     

"Tapi jam segini? Ini, 'kan hampir pagi? Lalu bagaimana bisa dia berpikir mengajak pergi anak gadis orang sepagi ini?"     

"Entahlah, Bu, aku juga tidak tahu. Sebenarnya aku sangat malas bertemu dengannya, tapi mau bagaimana pun juga aku harus menemuinya," ujar Mesya.     

"Memang itu yang ibu harapakan, kau memang harus bertemu dengannya, Sayang," ucap Arumi.     

"Ayo cepat balas pesan darinya, katakan bahwa kau menerima ajakannya!" Paksa Arumi terhadapat Mesya.     

"Tapi—"     

"Lakukan saja, Sayang. Kami akan selalu mengikutimu dan akan mengawasimu," ucap Arumi meyakinkan Mesya.     

Tanpa berpikir panjang lagi Mesya langsung meraih ponselnya dan membalas chat dari Satria.     

Dia mengiyakan ajakannya, dan setelah itu Mesya berganti pakaian yang lebih rapi untuk menemui Satria.     

Arumi dan Charles juga sudah bersiap memebuntuti Mesya untuk bertemu dengan Satria.     

Mesya berjalan gontai dan seakan tiada semangat keluar dari dalam rumah.     

Satria sudah membalas pesannya dan hendak menjemputnya di depan gerbang.     

Tak berselang lama terlihat mobile mewah yang berhenti tepat di depan Mesya.     

Wajah gadis itu tampak kaku melihatnya, dia tahu jika di dalam adalah Satria yang sedang menjemputnya. Mesya benar-benar membenci pria itu. Tapi dia dituntut untuk tetap memasang senyuman, dan sorot mata orang yang sedang jatuh cinta dengan natural, meski itu hanya sorot mata yang palsu.     

Ceklek!     

Satria keluar dari dalam mobil dengan senyuman merekah di bibirnya.     

Mesya pun tak mau kalah dan dia kembali memasang senyuman manis untuk membalas tatapan hangat Satria kepadanya.     

"Kau sudah siap?" tanya Satria.     

"Iya, Kak," jawab Mesya.     

Satria membukakan pintu mobil untuk Mesya.     

"Ayo mari kita masuk," ajak Satria.     

"Terima kasih, Kak Satria," ucap Mesya.     

Perlahan-lahan mobil pun melaju dan meninggalkan tempat itu.     

"Kak Satria, akan membawaku kemana?" tanya Mesya.     

"Di sebuah tempat yang belum pernah kau datangi," jawab Satria.     

"Iya, tapi di mana, Kak Satria? Kakak, benar-benar tidak ingin memberitahiku ya?" tanya Mesya dengan sedikit memaksanya. .     

"Kalau aku memberi tahumu, ini namanya bukan kejutan lagi, Mesya," sahut Satria.     

"Ah, baiklah kalau begitu aku akan diam," tukas Mesya masih dengan senyuman palsu dan wajah ramahnya.     

Sepanjang perjalanan itu, Mesya dan Satria mulai mengobrol banyak hal. Meski merasa tidak tertarik dengan apa yang sedang dibicarakan oleh Satria, tapi Mesya pura-pura untuk tertarik dengan segala topik pembicaraan yang mereka obrolkan.     

"Mesya, saat kau pergi tadi, apa kau tidak meminta izin kepada orang tuamu?" tanya Satria.     

Lalu Mesya menggelengkan kepalanya.     

"Tidak, aku tidak memberi tahu mereka," jawab Mesya.     

"Kenapa? Bagaimana kalau mereka mengkhawatirkanmu?"     

"Hari ini, 'kan hari libur, Kak. Mereka akan mengira jika aku sedang tidur di kamar sampai siang. Mereka selalu membiarkanku untuk bangung siang ketika hari libur," jelas Mesya.     

"Tapi, bagaimana kalau mereka tak sengaja membuka pintu kamarmu? Pasti mereka akan tahu jika kau sedang tidak ada di kamar, dan hal itu tetntu saja bisa membuat mereka akan khawatir, dan mengangira kau menghilang?" tukas Satria.     

"Aku akan mengurusnya nanti, Kak. Yang terpenting Aku bisa a pergi bersamamu," sahut Mesya.     

'Wah, sepertinya gadis ini benar-benar sudah terlanjur menyukaiku, bahkan dia saja rela mengabaikan orang tuanya, hanya demi pergi bersamaku,' bicara Satria di dalam hati.     

Di saat Satria sedang terdiam sambil fokus dengan kemudinya, Mesya memegang bagian pundak Satria.     

"Kak, aku sangat menyukai Kakak, tapi sampai saat ini aku tidak berani memberi tahu kepada orang tuaku jika aku sangat menyukai Kakak, karna aku takut, Kak," tukas Mesya pura-pura bersedih.     

"Kenapa harus takut, harusnya kau katakan saja kepada mereka, Mesya," usul Satria.     

Tapi Mesya tetap berpura-pura untuk takut mengatakkan hal ini kepada kedua orang tuanya, pada hal mereka semua sudah tahu, hanya saja Mesya ingin agar terkesan natural mencintai Satria,"     

Dengan begini Mesya bisa membuat Satria yakin jika dia benar-benar sudah mencintainya dengan tulus. Dan kedekatannya bersama Mesya saat ini bukan karna campur tangan dari keluarga Davies, semua murni karna takdir.     

"Tapi, menurutku kita ini harus jujur Mesya," ujar Satria.     

"Bagaimana kita bisa jujur, Kak. Samentara hubungan keluarga kita itu sedang tidak baik?" ucap Mesya.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.