Anak Angkat

Permainan Pengusir Bosan



Permainan Pengusir Bosan

"Arthur, sebenarnya siapa yang akan menjadi target kita?" tanya Arumi.     

"Salah satu dosen di kampusku yang akan kita bunuh, Ibu," jawab Arthur.     

"Memang ada apa dengan dosenmu itu? Apa dia menggagumu?" tanya Arumi.     

"Iya, Bu! Orang yang sudah merendahkan kita bukankah dia akan menjadi santapan kita?" ucap Arthur.     

"Iya, Arthur kau benar, mari kita lakukan sekarang!" ajak Arumi.     

Mereka mulai memasuki area kampus.     

Arthur menggiring kedua orang tuanya untuk bertemu dengan salah satu dosen di kampus itu.     

Mereka masuki ruangan kusus, tempat di mana dosen yang bermasalah dengan Arthur berada.     

Sebenarnya masalahnya tidak terlalu besar, hanya sebuah cekcok kecil yang membuat Arthur merasa tak terima. Dosen itu mengatakan jika Arthur adalah orang yang aneh, suka tersenyum tidak jelas, dan terkesan tidak menghargai orang.     

Selain itu si Dosen juga sempat melihat Arthur membunuh beberapa ekor kucing liar yang ada di jalanan dan sekitar kampung, dan masalah inilah yang akan dia perpanjang.     

Menurutnya perbuatan Arthur ini benar-benar sudah di luar batas, dia ingin membongkar perbuatan Arthur, agar anak lelaki itu dikeluarkan dari kampus ini. Tapi dia akan memikirkan ulang ancamannya ini jika Arthur mau menutup mulutnya dengan sejumlah uang.     

Arthur pun mengiyakan permintaan dosen ini, lalu dia memberi tahu orang tuanya.     

Tentu saja tujuan sesungguhnya bukan untuk memberi dosen itu sejumlah uang, tapi untuk menjadiakan dosen itu sebagai permainkan keluarganya.     

Setiap yang bermasalah dengan keluarga Davies, berarti mereka sudah siap kehilangan nyawanya.     

Perlahan mereka memasuki ruangan dosen itu.     

"Halo, Pak, ini orang tuaku ingin berbicara kepada, Anda," ucap Arthur dengan gaya bicara yang selengean.     

Pria paruh bayah itu tampak tersentak melihat kedatangan Arthur, bahkan Arthur tak datang sendirian.     

"Bisa tidak kalau berbicara itu jangan tersenyum tengil begitu? Aku tidak suka melihatnya!" ujar sang Dosen.     

"Pak Aryo, apa kita bisa bicara sebentar?" ucap Charles.     

"Anda, ini siapa" tanya balik si Dosen.     

"Bukankah tadi sudah kubilang jika mereka itu adalah orang tuaku?" sindir Arthur.     

"Ah, baiklah ada apa?" Dosen itu mulai menanggapi kehadiran kedua orang tua Arthur.     

Charles mengulurkan tangannya ke arah Dosen itu.     

"Perkenalakan nama saya, Charles Davies, dan ini istri saya, Arumi Davies, saya adalah orang tua dari Arthur Davies, bisakah saya meminta waktu, Anda, sebentar?" ucap Charles.     

"Kalian keluarga Davies? Keluarga yang kaya-raya itu?" sang Dosen tampak kaget.     

"Benar, saya dengar Anda, seorang Dosen baru di kampus ini, dan sedang bermasalah dengan putra kami yaitu, Arthur?" cecar Charles dengan nada rendah. Tak ada sedikit pun raut kesal di wajah Charles.     

"Benar, Pak. Apa bisa Bapak, pergi dengan kami sebentar, dan kita akan berbicara baik-baik tentang masalah Arthur?" imbuh Arumi.     

Pria paruh baya yang menjadi salah satu dosen di universitas itu, awalnya tidak setuju dengan ajakan keluarga Davies.     

Tapi sepasang suami istri itu terus memaksanya. Mereka mengiming-imingi pria itu dengan sejumlah uang yang jumlahnya 4 kali lipat dari gajih seorang dosen selama satu bulan. Hingga akhirnya dia setuju dan menerima ajakkan keluarga Davies.     

Dosen itu memusuki mobil milik Charles. Lalu mobil pun melaju kencang meninghalkan gedung kampus..     

Dia pikir keluarga ini mengajaknya bicara di sebuah restoran atau mungkin kediaman keluarga Davies, tapi ternyata mobil itu malah membawanya ke suatu tempat yang keluar dari kota.     

"Maaf, Pak Charles, kita akan pergi kemana?" tanya dosen itu.     

"Sabar, Pak Aryo, sebentar lagi kita sampai," jawab Charles.     

Dan benar saja mobil mereka berhenti di sebuah hutan, yang letaknya jauh dari pemukiman penduduk.     

"Lihat, kenapa berhenti di sini? Kenapa kita tidak berhenti di tempat yang nyaman misal di rumah kalian, atau di restoran?" protes pria paruh bayah itu.     

"Kalau di restoran terlalu ramai, jadi lebih baik di sini, permainan kita akan lebih seru," ucap Arthur dengan senyuman selengean.     

"Hey, apa maksudnya?" Dosen itu terlihat bingung.     

"Sudahlah mari kita turun dulu, Pak Dosen," ajak Arumi.     

"Tapi untuk apa? Kalian pasti sedang membohongiku ya? Kalian membawaku kemari bukan ingin memberiku uang? Tapi untuk mencelalakaiku ya?" tebak pria itu dengan wajah yang memucat.     

Lalu Arthur malah menarik paksa pria itu keluar dari dalam mobil.     

"Hey, Arthur! Kenapa kau menarik tanganku dengan kasar? Tidak sopan sekali!" oceh nya. Tapi Arthur malah tertawa dengan lantang dan tertawan itu juga diikuti oleh kedua orang tuanya.     

"Hahaha! Lihat wajahnya ketakutan!" ujar Arumi.     

"Iya, Sayang! Kau sudah menyiapkan senjatamu?" tanya Charles.     

"Tentu saja, Sayang!" Arumi mengekuarkan sabuah pisau daging dari dalam tas mahalnya.     

"Hay, Nyonya Davies! Apa yang akan Anda, lakukan kepada saya!" teriak pria itu sambil meronta, tapi Arthur dan Charles memegangi kedua tangan si pria.     

"Ibu, kami ingin agar Ibu yang melakukannya pertama kali," ujar Arthur.     

"Benar, Istriku Sayang, kau ratu dalam kelurga kita, kami selalu mengutamakan dirimu, kau boleh melakuan apapun kepada pria ini," ujar Charles.     

"Terima kasih, Sayang," Arumi menyeringai dan berjalan mendekati pria itu. Di tangan Arumi sudah ada pisau daging yang bersiap mendarat di bagaian tubuh si pria.     

"Apa Anda, sudah siap, Pak Dosen?" tanya Arumi dengan senyuman tipis dan sorot mata yang tajam. Arumi sudah mengangkat tangannya dan bersiap membacok.     

"JANGAN!" teriak pria itu.     

Crok!     

Pisau daging sudah mendarat tepat di leher samping kiri si pria.     

Seketika darah menyembur dan mengotori wajah Arumi.     

"Akh ...!" Pria itu mengerang kesakitan.     

Arthur dan Charles melepaskan tubuh pria itu.     

Si pria terkulai lemas di atas tanah, bahkan dia seakan tak bisa bergerak untuk melakukan perlawanan.     

Meski begitu Arumi masih belum puas dan dia kembali melakukan serangan lagi.     

Dia membacok tubuh pria itu hangga berkali-kali.     

Arthur dan Charles hanya melihatnya saja, mereka sengaja membiarkan Arumi untuk melampiaskan rasa bosannya, dengan melukai pria ini sepuas hatinya.     

Beberapa saat kemudian pria itu sudah tidak bernyawa lagi, dengan jasad yang nyaris tak bisa di kenali.     

"Baik, aku akan beristirahat, sekarang giliran kalian," ucap Arumi.     

"Baik, Ibu," dengan penuh semangat Arthur mendekati jasad si pria dan segera menguliti lalu mengambil dagingnya. Charles juga membantu Arthur. Bagi mereka ada kepuasan tersendiri jika sudah berhasil membunuh orang dengan cara tragis.     

Setelah itu mereka meninggalkan jasad si pria begitu saja, tentunya dengan tubuh yang sudah terpotong-potong dan sebagian tinggal tulang-belulang saja.     

Mereka kembali masuk ke dalam mobil kemudian meninggalkan kawasan hutan itu.     

***     

Pukul tiga pagi, mereka baru saja sampai di rumah.     

Mesya melihat kepulangan kedua orang tuanya bersama Arthur. Kantung-kantung kresek hitam yang ada di tangan mereka membuat Mesya yakin jika keluarganya itu baru saja membunuh orang.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.