Anak Angkat

Memejamkan Matanya



Memejamkan Matanya

0Menu makan malam sudah tersusun rapi, seperti biasa selalu saja terlihat mewah dan menggiurkan, semua makanan di dominasi dengan olahan daging.     
0

Seluruh anggota keluarga Davies, sudah berkumpul di ruang makan.     

"Mesya, ayo makan yang banyak, Sayang," ujar Arumi.     

"Iya, Bu," jawab Mesya.     

"Tolong khusus hari ini kau harus menghabiskan dagingnya, Ibu tidak suka  membuang sisa makanan dari kotak makanmu," ujar Arumi.     

"Baik, Bu," jawab Mesya.     

Gadis itu masih belum tahu jika makanan yang selama ini ia makan adalah makanan yang sama dengan apa yang di makan oleh kelurganya.     

Arumi masih membohongi putrinya, dia ingin secara perlahan Mesya akan berubah menjadi seperti keluarga yang lainnya.     

Setiap daging yang ia makan akan menambah umurnya menjadi semakin panjang.     

"Bagaiamna dengan sekolah barumu, Sayang?" tanya Arumi kepada Mesya.     

"Sangat menyenangkan, Bu,"     

"Wah, Ibu sangat senang mendengarnya, kau tampak ceria tidak seperti dulu saat kau baru masuk SD dan SMP, kau selalu saja murung," ujar Arumi.     

"Tentu saja, Bu. Aku ini, 'kan bukan Mesya yang dulu, seorang gadis lemah dan mudah di tindas!"  jawab Mesya dengan bangga.     

"Wah, Ibu senang mendengarnya, Sayang, tapi perku kau ingat, Sayang, saat ini tugasmu sudah mulai dekat," tukas Arumi mengingatkan Mesya.     

"... ah, aku sudah mengerti, Bu. Aku akan memulainya sekarang, aku akan berusaha mendekatinya," ucap Mesya.     

"Ibu dan yang lainnya menunggu kabar baik darimu, Sayang," ucap Arumi.     

Mesya menganggukkan kepalanya, "baik, Bu,"     

Sedangkan David menatap Mesya dengan kaku, tentu saja dia tak rela melihat Mesya menjadi senjata untuk keluarganya.     

Setelah selesai makan malam mereka kembali ke kamar masing-masing. David yang searah dengan kamar Mesya, berusaha menghentikan langkah adiknya.     

David meraih tangan Mesya, "Tunggu," Lalu Mesya menoleh kearahnya.     

"Kak David, ada apa?" tanya Mesya.     

"Aku ingin berbicara denganmu,"     

"Baiklah,"  Mesya mengangguk.     

Mereka keluar dari dalam rumah tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya.     

"Sudah lama ya kita  tidak pergi berdua," tukas Mesya sambil tersenyum menatap David.     

"Iya, bahkan aku sangat rindu senyumanmu itu, Mesya,"     

"Bukankah, Kak David, sering melihatku tersenyum?"     

"Iya, tapi aku jarang melihat senyumanmu yang langsung kau tujukan  kepadaku,"     

"Itu hanya perasaan, Kak David, saja,"     

Mereka berjalan mengitari halaman rumah, perlahan David menggengam tangan Mesya.     

Sejenak Mesya terdiam. Genggaman tangan hangat David yang hampir saja hilang kini kembali lagi, sudah lama Mesya tidak merasakan tangan David yang menyentuh tangannya.     

Semanjak David lulus dan dia sibuk dengan urusan kuliahnya. Lagi pula memang kedua orang tuanya melarang keras bagi David dan Mesya untuk berdekatan.     

Dan sekarang, mereka kembali mencuri waktu dari orang tuanya untuk kembali berduaan.     

"Mesya, aku rindu ...." tukas David.     

Sejenak mereka menghentikan langkah kakinya.     

"Aku juga, Kak. Aku rindu sebagai kekasihmu, bukan sebagai adikmu,"     

"Aku merasakan hal yang sama, Mesya. Aku juga rindu sebagai kekasihmu, bukan sebagai kakakmu,"     

"Kak, menurutmu apa aku akan berhasil mendekati pria itu?"     

"Tentu saja kau akan berhasil, kau cantik, dan setiap pria yang memandangmu pasti akan jatuh cinta, hanya saja ...."     

"Hanya saja, apa?"     

"Hanya saja, aku tidak akan rela jika kau bersamanya," bicara David dengan raut wajah yang penuh kecewa.     

"Kalau aku bisa memilih aku juga tidak akan mau melakukan ini, Kak, tapi kau tahu jika aku tetap harus melakukannya. Karna ini yang diinginkan oleh keluarga kita,"     

"Mesya, jika kau berhasil nanti, apa kau akan kembali kepadaku?" tanya David dengan sorot mata yang serius.     

"Tentu saja aku akan kembali bersama, Kakak! Aku ini hanya mencintai, Kak David!" jawab Mesya dengan  yakin.     

"Lalu bagaimana jika kau jatuh cinta sungguhan kepada, Satria?"  Terlihat jelas jika David benar-benar takut kehilangan Mesya.     

"Aku tidak akan mungkin jatuh cinta kepada pria itu? Dia pria jahat, Kak!" sangkal Mesya.     

"Kau belum mengenalnya, Mesya? Dulu bukankah aku juga pria yang jahat di matamu?"     

"...."     

"Kenapa diam?"     

"Huft...," Kedua menghela nafas sesaat, "aku tidak akan menghianati, Kak David. Kak David, adalah cinta pertamaku, dan yang akan menjadi cinta terakhirku, jadi percayalah denganku," bicara Mesya meyakinkan David.     

David menghela nafas lega, ucapan Mesya membuatnya yakin jika Mesya pasti akan menepati janjinya.     

Memang tak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, dan jodoh adalah misteri. Perasaan manusia pun juga bisa berubah dalam sekejap waktu.     

Malam itu begitu cerah, langit yang biru dengan sinar rembulan terang, di hiasi taburan bintang.     

"Mesya, apa kau sudah mengantuk?" tanya David.     

"Tidak, aku belum mengantuk  sama sekali, Kak!"     

"Kelau begitu kita tunggu disini dulu," ucap David seraya melihat keatas langit.     

"Hari ini sangat cerah ya, Kak?"     

"Iya, secerah wajahmu," sahut David.     

"Haha, Kak David, belajar dari mana?"  'Menggombal'     

"Kenapa malah menertawakanku? Memangnya ada yang lucu?"     

"Bicara, Kak David yang lucu,"     

"Hanya berbicata 'cuaca cerah, secerah wajahmu'  itu saja, memangnya ada yang lucu?" tanya David dengan  ekspresi polosnya.     

Bahkan  wajah David juga terlihat  sedang serius, membuat Mesya semakin deg-degan karna tak tahan melihat wajah David yang teramat tampan.     

"Mesya, boleh tidak?"     

"Apa?"     

"Aku ingin sesuatu darimu,"     

"Kau ingin apa dariku, Kak?"     

"Bisa tidak kalau kau pejamkan matamu sekarang,"     

"Pe-pe-pejamkan mata?"     

"Iya!" David mengangguk.     

Mesya tampak ragu-ragu untuk memejamkan matanya.     

"Pejamkan matamu, Mesya," ucap David lagi.     

Meski merasa ragu akhirnya Mesya menuruti ucapan David.     

Mesya memejamkan matanya. perasaannya benar-benar tak tenang, jantungnya berdegup dengan kencang.     

'Astaga! Apa, Kak David, akan menciumku? Seperti yang ada di film-film romantis itu?' bicara Mesya di dalam hati.     

Dia sudah memejamkan matanya, tapi tak terasa sedikitpun sesuatu yang menempel di bibirnya.     

Malah seperti ada sesuatu yang terselip di atas daun telinganya.     

"Sudah," ucap David.     

"Apa aku boleh membuka mata?" tanya Mesya.     

"Tentu saja, kau boleh membuka matamu,"     

Perlahan Mesya membuka matanya dan mendapati David tersenyum di hadapanya.     

Dia meraba bagian telinganya, dan ternyata terselip bunga mawar berwarna putih.     

"Mawar itu cocok untukmu kau kelihatan cantik," puji David.     

"Mawar?" Mesya mengernyitkan dahinya, rupanya dia sudah salah paham, dan ternyata bukan ciuman yang ia dapatkan, tapi hanya setangkai mawar merah.     

"Kak David, menyuruhku untuk memejamkan matanya untuk menyelipkan bunga ini?" protes Mesya.     

"Iya, memangnya kenapa?"     

"Ya tidak apa-apa sih hanya saja kupikir, Kak David, akan—"     

"Menciummu?" tanya David.     

Seketika Mesya tak bergeming.     

"Kalau hanya menciummu, aku tidak perlu menyuruhmu memejamkan mata?"     

"Kenapa?"     

"Karna aku bisa langsung melakukanya!"     

"Maksudnya?"     

"Begini, Mesya,"     

Cup....     

David membungkam mulut Mesya dengan mulutnya.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.