Anak Angkat

Mencoba Meyakinkan



Mencoba Meyakinkan

0"Kak Arthur, juga tidak sopan saat berbicara dengan, Kak David! Jadi jangan salahkan aku bila aku juga tak sopan terhadapmu, karna Kak Arthur sendiri sebagai orang yang jauh lebih muda dari Kak David, tapi malah meremehkan dia dan berbicara tak sopan!" ucap Mesya dengan tegas dan melirik sinis kearah Arthur.     
0

Arthur semakin kesal saja.     

"Berani sekali kau berbicara seperti itu kepadaku?" hardik Arthur dengan wajah yang kesal.     

"Tentu saja! Apa yang aku takutkan darimu, Arthur!" cantas Mesya.     

David pun nyris tertawa mendengat ucapan Mesya, yang semakin berani dengan Arthur, raut wajah Arthur sudah mirip orang yang kebakaran jenggot.     

Dia benar-benar ingin membuktikan kepada Arthur, jika dia gadis yang pemberni dan bukan gadis lemah seperti dulu.     

"Kau—"     

"Arthur! Mesya!" teriak Charles, "apa yang kalian lakuka ini?!"     

Seketika kedua anak itu langsung terdiam. Tidak seperti anak lain yang akan saling menyalahkan, justru mereka berdua memilih diam, dan bertingkah sabagai anak penurut.     

"Kalian ini bersaudara! Jadi tolong  jangan bertengkar!" ucap Charles.     

***     

Ckit....     

Mobi berhenti tepat di halaman rumah keluarga Davies, Arumi juga sudah menunggu kedatangan mereka.     

Senyuman merekah menghiasi wajah Arumi.     

Sudah tiba jam makan siang, dan ini adalah waktu yang paling ia sukai.     

"Ayo, cepat masuk, karna makan siangnya sudah Ibu siapkan," ucap Arumi.     

Baru saja akan melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan sebuah mobil mewah yang memasuki gerbang rumah mereka.     

"Sial!" umpat Arumi dengan sorot mata yang tajam.     

"Ibu, ada apa?" tanya Mesya.     

"Iblis, itu datang lagi!" ucap Arumi penuh amarah.     

"Iblis? Maksudnya siapa, Bu?" Mesya tampak penasaran.     

"Dia adalah, Wijaya, Mesya," jawab Arumi dengan lirih. Seketika     

Mesya terdiam sambil menatap kearah pria tua yang keluar dari dalam mobil itu.     

Akhirnya dia bisa bertemu dengan  Wijaya.     

Orang yang selama ini menjadi musuh bebuyutan dalam keluarga angkatnya.     

"Bagaimana ini, Bu, mereka melihatku, kalau begitu rencana kita akan gagal, dan kalian tidak akan bisa menjodohkanku dengan Satria?" tukas Mesya dengan raut yang panik.     

"Misi kita tidak akan gagal, Sayang," ucap Arumi meyakinkan Mesya.     

Perlahan  Wijaya mendekati Arumi.     

"Selamat siang, Arumi," sapanya.     

"Mau apa lagi, Paman, datang kemari?" tanya Arumi dengan ketus.     

"Eh, lagi-lagi kau selalu saja berbicara dengan ketus kepada orang yang lebih tua. Apa kau sudah melupakan ajaran di kelurahan kita?" ujar Wijaya.     

"Jangan sebut-sebut ajaran di keluarga kita! Karna aku sudah lupa apa ajaran itu!" sangkal Arumi.     

"Arumi, keponakanku sayang! Kau itu tidak boleh terus mengelak. Katakan saja jika kau sudah menyembunyikan sesuatu dariku?" sindir Wijaya.     

Tak lama keluar seorang pria muda, tapi usianya agak sedikit dewasa dari David.     

Rupanya Wijaya datang bersama dengan putra tunggalnya, yaitu Satria Diningrat.     

Pemuda itu berjalan menghampiri anaknya.     

'Siapa pria yang ada di samping, Tuan Wijaya? Apa dia adalah Satria? Putra tinggal dari, Tuan Wijaya?' dalam hati Mesya mulai bertanya-tanya.     

"Paman! Bukankah kemarin kau itu sudah berjanji bahwa tidak akan menggangu keluargaku lagi?!" teriak Arumi.     

"Yah, kemarin memang aku sudah berjanji, tapi entah mengapa tiba-tiba aku sudah tidak percaya lagi kepadamu, Arumi," jawab Wijaya.     

"Lalu berapa kali aku harus mengatakan semua kepada, Paman? Bukankah, Paman sendiri juga sudah tahu kalau aku ini tidak suka dengan hal-hal mistik!" tegas Arumi.     

Charles pun tak mau tidak diam, dia turut angkat bicara.     

"Istriku benar, Paman! Apa yang kau inginkan dari kami? Apa kau juga ingin harta kami?!" tuduh Charles.     

"Hey, tutup mulutmu Charles! Aku ini bukan orang miskin yang gemar merampas harta orang lain! Aku ini memliki banyak uang dan kekayaan! Jadi tolong berhenti bersikap yang seolah-seolah aku ini hanya pemgemis!" tegas Wijaya dengan begitu ketus.     

"Kalau begitu untuk apa, Paman, datang kemari? Bukankah istriku sudah mengatakan jika dia tidak tertarik dengan ritual leluhur kalian, jadi apa lagi yang akan kau cari dari kami?!" ujar Charles.     

"Kami bukan orang bodoh! Kami tidak akan mudah percaya begitu saja, terutama setelah aku berhasil menyelidikimu, Charles!" Wijaya menunjuk kearah Charles dengan wajah yang geram.     

"Ada apa denganku?" tanya Charles tampak bingung.     

"Aku sudah tahu jika di negara asalmu sana, kau itu hanya orang buangan! Kau tidak punya kekayaan seperti yang sudah dikatakan oleh istrimu, Charles!" ucap Wijaya.     

Seketika Charles dan Arumi langsung terdiam karna mendengar ucapan Wijaya.     

Mereka tidak menyangka jika Wijaya, sampai menyelidiki asal-usul Charles, hanya akan untuk mencari bukti.     

"Kenapa, kalian diam?!" tanya Wijaya, "ayo mengaku saja jika kalian juga melakukan ritual leluhur untuk pesugihan dan juga kehidupan abadi?!" cecar Wijaya terhadap Arumi dan Charles.     

Arthur, sudah mulai geram, dia mengepalkan kedua tangannya, dan sudah bersiap untuk melawan Wijaya, tapi David menghentikannya.     

"Jangan lakukan itu sekarang, kita sedang berpura-pura menjadi anak yang lemah. Kau ingat pesan ibu jika kita hanya bisa mati jika di bunuh oleh keturunan Diningrat," bisik David.     

"Tapi, dia sudah mengusik kita?"     

"Bersabarlah untuk menang, Arthur," bisik David.     

Akhirnya Arthur pun mau menuruti permintaan David.     

Dia langsung terdiam.     

Wijaya berjalan mendekati Arumi, dia menarik paksa tangan keponakannya itu.     

"Sini kau!" sergah Wijaya.     

"Kau mau apa lagi, Paman?!" teriak Arumi.     

"Aku akan menghabisimu sekarang! Jika kau tidak mengakui kalau kau sudah mengikuti teradisi leluhur kita!" paksa Wijaya.     

"Aku sudah bicara berkali-kali, tapi kau tak mempercayaiku, Paman!"     

"Mana mungkin aku percaya begitu saja, sebelum aku tahu dari mana sumber kekayaanmu itu! Karna tak ada lagi yang tersisa dari kekayaan Subroto!" ujar Wijaya. Pria tua itu mendorong tubuh Arumi hingga tersungkur di lantai, sementara yang lainnya tak bisa berbuat apa-apa.     

Bukannya mereka tak bisa membantu, tapi ini demi keselamatan mereka.     

Karna kalau sampai mereka menunjukkan kekuatannya sekarang, maka akan sangat bahaya, karna Wijaya bisa tahu jika keluarga Arumi itu sama sepertinya yang menganut aliran sesat dari warisan leluhur.     

Saat ini Wijaya berada satu level di atas keluarga Arumi, kalau sampai mereka tahu sedikit saja kekurga Arumi memiliki kekuatan, maka Wijaya tidak akan mau mengampuninya, sudah pasti mereka akan menghabisinya keluarga Davies, karna dirasa membahayakan dirinya.     

Meski Mesya tahu jika sebenarnya Arumi adalah wanita yang kejam, tapi baginya Arumi tetaplah seorang ibu yanh baik baginya, dan dia tidak mau membiarkan Arumi berada di dalam bahaya seperti ini.     

Rasanya tak tega melihat Arumi di perlakukan dengan cara tak pantas.     

Arumi adalah wanita terhormat dan berewibawa, tapi sekarang Wijaya malah membiarkan Arumi duduk bersimpuh di atas lantai, seakan tengah bersujud di hadapan majikannya.     

Gadis dengan ciri khas lesung pipit itu segera menghampiri ibunya.     

"Jangan sakiti, Ibuku!" bentak Mesya terhadap Wijaya.     

"Hey, kau ini siapa? Dan mengapa kau berada di sini!?" tanya Wijaya. Dia heran dengan keberadaan seorang gadis di rumah ini. Setahunya anak perempuan satu-satunya di keluarga ini sudah ia habisi dan dijadikan tumbal untuk ritual sesatnya.     

Mesya berjalan mendekati Arumi. Dia membantu Arumi untuk bangkit.     

"Tuan, tolong jangan sakiti Ibuku, beliau tidak bersalah, mengapa kau menuduhnya yang tidak-tidak?" tanya Mesya.     

"Ibumu?"     

"Iya, dia Ibuku, lebih tepatnya, Ibu angkatku," jelas Mesya.     

Melihat keberanian Mesya membuat yang lainnya menjadi semakin was-was, karna takut kalau sampai Mesya salah bicara.     

Begitu pula dengan Arthur, dia tampak geram dengan Mesya yang malah mengakui statusnya di depan Wijaya.     

"Dasar, Bodoh," umpat Arthur lirih.     

"Diam kau, Arthur," hardik David, tapi masih dengan suara berbisik.     

Mesya kembali meyakinkan Wijaya. Agar pria tua itu tidak lagi mengganggu keluarga Davies.     

"Ibu, mengadopsiku karna kedua orang tuaku meninggal dalam kecerlakaan, dan sekarang mereka semakin kaya bukan hanya warisan deri keluarga Ayah Charles, tapi juga dari kelurgaku!" jelas Mesya. Gadis itu sedang mengarang cerita untuk membuat Wijaya percaya.     

"Bagaimna aku bisa yakin jika apa yang kau ucapkan itu benar?" tanya Wijaya.     

"Tuan, harus percaya denganku! Orang tuaku itu pengusaha kaya raya, mereka meninggalkan banyak harta untukku, tapi karna aku masih di bawah umur, maka seluruh hartaku dipegang penuh oleh Ibu dan Ayah," jelas Mesya.     

Walau sedang berbohong tapi Mesya berbicara seolah-olah jika dia ini sedang jujur. Dia memasang raut wajah yang natural. Tapi Wijaya bukanlah orang yang mudah percaya.     

"Bagaimana aku bisa percaya dengan ucapan gadis yang tak jelas asal-usulnya ini?" cerca Wijaya.     

"Hey, jangan bicara seperti itu, Tuan! Aku ini anak seorang pengusaha sukses biar pun mereka sudah meninggal! Aku punya banyak harta, jadi tolong jangan merendahkanku!" Mesya tersenyum sinis, "jadi tolong, jangan pula menuduh kami yang tidak-tidak," ujar Mesya.     

Gadis itu terus berusaha untuk meyakinkan Wijaya.     

Wijaya sedikit percaya mendengar pengakuan dari Mesya.     

'Andai saja, gadis ini anak kandung Arumi, maka aku bisa mengorbankannya untuk dijadikan tumbal,' bicara Wajaya di dalam hati.     

"Ayah, sudah cukup kita mengusik kehidupan Kak Arumi, biarkan mereka hidup tenang!" ujar Satria.     

"Kau itu sama dengan Ibumu yang tidak tegaan, kau ini anak dari Wijaya Diningrat! Jadi tolong jangan lemah dan mudah iba terhadap musuh! Karna terkadang mereka itu hanya pura-pura lemah demi melakukan hal yang licik!" tukas Wijaya.     

"Percaya kepadaku, Tuan! Kami ini manusia normal, kami bukan orang seperti kalian! Kami tidak sudi memakan daging manusia seperti kalian! Itu sangat menjijikkan!" ujar Mesya.     

"Eh, tunggu dari mana kau tahu jika kami pemakan daging manusia?!" tanya Wijaya.     

"Tentu saja! Ibu, sering bercerita kepadaku! Jika kelurganya dulu adalah para manusia kejam! Sekarang dia hanya ingin menjadi manusia biasa, tolong jangan usik kehidupan kami, Tuan!"     

Wijaya, akhirnya percaya dengan ucapan Mesya. Jika sumber kekayaan ini bersasal dari keluarga Mesya, meski belum tahu dengan detail tentang asal-usul Mesya, dia tetap harus menyelidikinya.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.