Anak Angkat

Tidak Bisa Mati



Tidak Bisa Mati

0Arthur mengedarkan pandangannya mengitari  area hutan.     
0

Berharap ada manusia yang mau menolongnya.     

Sebenarnya bukan pertolongan mereka yang ia harapakan tapi nyawa mereka.     

Jika Arthur berhasil membunuh orang maka dia akan mendapatkan kekuatan baru sehingga luka-luka yang ada di tubuhnya akan sembuh.     

"Sial! Apa di sini tidak ada manusia sama sekali?" Arthur mulai frustasi.     

"Kalau begini caranya aku tidak akan bisa sembuh dari luka-luka sialan ini!"     

Arthur kembali berdiri dan mencoba berjalan lagi.     

Dia mencari tempat yang lebih nyaman.     

Setidaknya dia harus bisa menemukan pemukiman penduduk.     

"Astaga! Aku sudah lelah! Tapi tak ada seorang pun  yang ada di tempat ini!" Arthur berteriak sekencang-kencangnya.     

Dan secara tiba-tiba dia bertemu dengan seorang pria paruh baya.     

"Hay, Nak! Kenapa kau ada di sini?" tanya pria itu.     

Mendebgar suara seseorang memanggilnya. Arthur langsung mebebarkan sebuah senyuman.     

"Ah, Paman! Syukurlah ada orang!" tukas Arthur dengan raut bahagianya.     

"Tolong bantu aku, Paman! Aku dalam kesulitan, lihat lukaku parah sekali!" tukas Arthur mengiba.     

Si pria paruh baya itu pun berjalan mendekati Arthur, dia hendak menolongnya. Karna terlihat sekali jika Arthur memang sedang dalam kesulitan dan membutuhkan bantuannya.     

"Apa yang bisa kubantu, Nak?" tanya pria itu.     

"Paman, tolong mendekat, bisa tidak Paman membantuku berjalan?" ujar Arthur.     

"Ah, begitu ya, baiklah aku akan menolongmu," Pria itu berusaha memapah tubuh Arthur.     

Tapi sayang....     

Bak air susu yang dibalas dengan air tuba.     

Arthur malah memanfaatkan kebaikkan pria itu, dan mencekik bagian leher si pria hingga dia sulit untuk bernafas.     

"Ka-u... ke-na-pa, ma-lah menyerangku!?" ujar pria itu yang tampak kesulitan untuk berbicara.     

Tapi Arthur malah tersenyum.     

Dia memperkencangkan cengkramannya hingga pria itu semakin sulit untuk bernafas.     

Si pria berusaha melawan Arthur dan terus melayangkan pukulan ke arah Arthur, bahkan bukan hanya pukulan, tapi dia juga mencakar-cakar wajah Arthur hingga meninggalkan luka yang cukup dalam dan darah bercucuran menghiasi kulit pemuda dengan ciri khas senyuman selengean itu.     

Tapi Arthur sama sekali tak peduli, tak ada sedikitpun raut kesakitan yang ia tunjukkan.     

Yang ada dalam otak Arthur adalah membunuh pria ini secepat mungkin.     

Meski awalnya dia bisa meronta dan melayangkan pukulan kearah Arthur, tapi pada akhirnya pria ini kehabisan tenaga, tubuhnya melemah dan dia sudah tak berdaya lagi, menyadari hal itu, Arthur langsung menggigit bagian leher si pria dan mengunyahnya.     

Bukan hanya darah yang dia ambil tapi juga daging.     

Dia juga menggigit-gigit bagian tubuh yang lainnya, dan memakan daging si pria mentah-mentah.     

Arthur sudah mirip seekor harimau yang sedang kelaparan, setiap gigitan dan kunyahan di bagian tubuh mangsanya, adalah sumber kekuatan yang dimiliki oleh Arthur.     

Beberapa saat kemudian, tubuh pria paruh baya itu sudah tak utuh lagi, sebagian organ tangan kaki dan yang lainya tinggal tulang-belulang.     

Merasa sudah cukup Arthur meninggalkan tubuh si pria begitu saja.     

"Ah, rasanya tenagaku sudah pulih kembali, bahkan sudah tak ada luka yang tersisa. Dan sekarang aku hanya tinggal menyusuri sungai hingga aku menemukan jalan pulang! " Arthur tampak  puas.     

Tanpa menungu lama, Artur  meninggalkan tempat itu, dia mencari arah jalan pulang dengan menyusuri aliran sungai yang sempat membawanya ke tempat ini.     

***     

"Kak David,"     

"Iya, ada apa, Mesya?"     

"Sebenarnya aku curiga jika yang sudah mendorongku waktu itu adalah, Kak Arthur,"     

"Memang dia pelakunya!" jawab David.     

"Benarkah? Kenapa, Kak David, bisa seperti itu?"." Tentu saja, memangnya siapa lagi yang memiliki niat jahat sampai senekat ini, kalau bukan dia?"     

"Ah, kau benar, Kak!"     

"Maka dari itu, Mesya, kau sekarang harus lebih berhati-hati lagi,"     

"Baik, Kak, dan terima kasih, Kak David, selalu mengingatkanku," ujar Mesya.     

"Itu sudah menjadi tugasku, Mesya," David mengusap-usap atas rambut adiknya.     

Sambil bergandengan tangan, David dan Mesya berdiri di depan gerbang sekolah.     

Mereka sedang menunggu sang ayah yang akan menjemputnya.     

Tak berselang lama, terlihat mobil Charles dari kejauhan, seketika David dan Mesya, saling melepaskan tangannya.     

Mereka tidak ingin mendapatkan masalah lagi.     

Ckit....     

Mobil berhenti tepat di hadapan mereka.     

"Ayo cepat kalian masuk ke dalam, kita pulang sekarang," ujar Charles mengomando para anaknya.     

"Baik, Ayah!" sahut Mesya sambil tersenyum ramah.     

Mereka masuk ke dalam mobil dan duduk bersebelahan.     

Hanya ada Mesya dan David di bangku belakang, padahal biasanya selalu ada Arthur.     

Kali ini terasa sedikit tenang bagi David, karna tidak ada yang membuatnya menjadi kesal.     

Entah sampai kapan situasi ini akan  terjadi, yang jelas David menginginkan lebih lama lagi, dan bila perlu Arthur tidak kembali selamanya.     

"Maafkan, Ayah ya, Nak! Ayah datang terlambat," ujar Charles.     

"Iya, Ayah, tidak apa-apa," jawab Mesya.     

Justru Mesya lebih senang jika sang ayah datang telat,  karna dengan  begitu dia bisa lebih berlama-lama lagi bersama David.     

Dalam perjalanan pulang, mereka melewati jalanan yang menjadi tempat kecelakaan Arthur kemarin.  Charles menghentikan laju mobilnya di tempat itu.     

"Ayah, kenapa berhenti" tanya Mesya.     

"Kalian tunggu di sini dulu ya," ujar Charles.     

Tapi Mesya tidak mau menuruti sang ayah, untuk diam di dalam mobil, dia juga ikut turun ke jalan.     

"Memangnya apa yang akan Ayah, lakukan di sini?" tanya Mesya yang penasaran.     

"Tidak, Ayah hanya ingin mengeceknya saja," jawab Charles.     

Dan tak berselang lama, Charles mengajak Mesya untuk kembali ke dalam  mobil lagi.     

"Ayo, kita pulang sekarang, Nak," aja Charles.     

Meski sudah menghentikan mobilnya dan melihat-lihat di tempat kejadian yang merenggut anaknya, tapi anehnya tak ada raut bersedih di wajah Charles.     

"Ayah, Kakak, apa kalian itu tidak merasa khawatir dengan, Kak Arthur?" tanya Mesya dengan polos.     

David  melirik kearah Mesya sesaat, tapi dia tak mengucapkan apapun, lalu dia kembali memandang ke depan. Dia tidak bisa menjelaskannya sekarang kepada Mesya, terlebih di hadapannya ada Charles.     

Harusnya yang berhak menjelaskan ini semua adalah Charles, David tak pantas untuk mengatakannya sekarang, karna terkesan tidak sopan.     

"Haha! Untuk apa kita harus memikirkan Arthur? Karna tidak akan terjadi apa-apa dengannya!" ujar Charles dengan yakin.     

"Ayah, Kak Arthur itu baru saja mengalami kecelakaan, dan sampai saat ini dia belum di ketemukan, lalu bagaimana Ayah, bisa merasa tenang?"     

"Mesya, kami ini bukan orang yang mudah mati karna hal sepele seperti itu," jelas Charles dengan santai.     

Tentu saja hal itu membuat Mesya semakin bingung saja.     

"Apa artinya keluarga ini memang orang-orang yang tak bisa mati?" tanya Mesya dengan wajah yang serius. Tapi     

Charles malah menertawakan pertanyaan putrinya ini.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.