Anak Angkat

Rencana Kepergian David



Rencana Kepergian David

0Ceklek....     
0

Pelan-pelan Arthur membuka pintu kamar Mesya. Kemudian dia masuk ke dalam.     

"Jadi ini, Anak Emas, di keluarga ini," gumamnya.     

"Awalnya aku bisa terima jika Ayah dan Ibu menggunakan dia sebagai senjata untuk mengalahkan Paman Wijaya. Tapi semakin lama aku melihat tingkahnya yang manja dan suka membangkang, membuatku benar-benar ingin sekali menghabisinya,"     

Arthur berjalan lebih mendekat lagi kearah Mesya.     

"Tidurnya pulas juga... bagus, dengan begitu aku akan membunuhnya, dan membuat dia mati seolah-olah karna bunuh diri,"     

Arthur mengeluarkan sebuah pisau lipat dari dalam sakunya.     

Dia mengangkat tangannya lebih tinggi dan bersiap untuk menghunjamkan mata pisau itu ke bagian perut Mesya.     

Tapi tepat di saat itu seseorang membuka pintu kamar.     

Ceklek!     

Arthur tersentak lalu segera menyembunyikan pisau itu di dalam sakunya.     

Setelahnya Arthur membalikkan tubuhnya, untuk melihat siapa yang datang kemari.     

"Sedang apa kau di sini?!" bentak David. Suaranya begitu kencang sampai membuat Mesya sangat kaget, dan terbangun  dari tidurnya.     

"Kak David, Kak Arthur? Kalian sedang apa?" tanya Mesya yang tampak kebingungan.     

David tak menjawab dengan sepatah kata pun, pandangannya penuh amarah tertuju kearah Arthur.     

Namun Arthur dengan santai menjawab pertanyaan Mesya.     

"Aku sedang ingin menengokmu, Adik Cantik," ujar Arthur dengan  senyuman khasnya. "Tapi sayangnya, David datang mengagetkanku," imbuhnya.     

David memegang kerah baju Arthur lalu menariknya dan membenturkannya ke tembok.     

Sreak!     

Bruk!     

"Cepat katakan apa tujuanmu kemari?!" desak David.     

"Hey, David, lagi-lagi kau ini selalu marah-marah tidak jelas kepadaku," gumam Arthur.     

"CEPAT KATAKAN!" bentak David. Bahkan raut wajah David seakan siap menelan Arthur hidup-hidup, tapi tak ada sedikit pun raut ketakutan dari wajah Arthur, dia masih tertawa selengean.     

"Kak David, ada apa sebenarnya?" tanya Mesya. Tanpa menjawab pertanyaan adiknya,     

David langsung membanting tubuh Arthur, hingga tersungkur di lantai.     

Dan keluarlah pisau lipat dari dalam sakunya.     

Klunting ...!     

"Apa itu?!" teriak Mesya.     

Lalu David meraih pisaunya.     

"Cepat mengaku kalau kau itu memang hendak mencelakai, Mesya!"  paksa David.     

"Hey, David! Kau ini jangan asal menuduh orang sembarangan! Lagi pula mana mungkin  aku membunuh adikku sendiri, aku itu sangat menyayangi, Adik Cantikku ini!" sangkal Arthur.     

"Alibi!" cerah David.     

Plak!     

David menampar wajah Arthur.     

"Jangan menghabiskan kesabaranku!"     

Duak!     

David kembali menyerang Arthur, kali ini David mendaratkan tendangannya ke perut Arthur.     

Melihat kegaduhan itu Mesya tak mau tinggal diam, dia langsung berdiri dan berusaha untuk menghentikan pertengkaran itu.     

"Hentikan, Kak David!" teriaknya.     

Saking kencangnya teriakan itu sampai membuat lehernya sakit.     

"Awh!" Mesya memegangi lehernya sambil peringisan kesakitan. Tentu saja suaranya tadi yang terlalu kencang membuat otot leher Mesya menegang, dan bekas jahitan di leher kembali terasa nyeri.     

"Sa-kit ...." Mesya menunduk.     

"Mesya?" David langsung berlari menghampiri Mesya. "Jangan berteriak, pasti sakit sekali ya?"     

David memegang pundak Mesya sambil mengecek bagian leher yang terluka.     

"Aku tidak apa-apa, Kak, hanya saja aku tidak mau kalian bertengkar lagi,"  ujar Mesya sambil menahan sakit.     

"Sudah, jangan  berbicara, sekarang kau istirahat lagi!" perintah David, dan dia segera menyeret tubuh Arthur agar keluar dari dalam kamar ini.     

"Ayo cepat pergi kau!" bentak David terhadap Arthur.     

Setelah itu dia kembali menghampiri Mesya dan mencoba mengobati lukanya.     

"Aku akan melepas perbannya untuk mengecek lukanya," ujar David.     

"Ah, tidak perlu, Kak. Sudah tidak sakit lagi kok," tukas Mesya.     

"Tapi, bagaiamna kalau jahitannya sampai sobek?"     

"Percayalah, aku baik-baik saja, tadi hanya otot yang terlalu menegang saja, sehingga membuat lukaku teresa sakit, sebenarnya aku itu tidak apa-apa kok, tidak sampai jahitanhya sobek," jelas Mesya.     

"Benarkah? Tapi kalau dugaanku benar bagaimana? Lukamu tidak bisa cepat sembuh dan justru kebalikannya, lukamu akan bertambah parah?"     

"Tidak, Kak. Sungguh ... aku sudah tidak sakit lagi, percayalah padaku jika aku baik-baik saja,"     

"Kau yakin?"     

"Tentu saja,"     

"Yasudah, kau istrilahat lagi ya, biar aku membantumu berbaring,"     

David membaringkan tubuh Mesya perlahan-lahan.     

"Kak, jangan tinggalkan aku ya," pinta Mesya.     

"Iya, aku tidak akan meninggalkanmu," jawab David.     

"Tapi aku yakin, Kak David, pasti akan meninggalkanku saat aku tertidur,"     

"Darimana kau bisa tahu itu?"     

"Jadi benar ya? Tadi Kak David, meninggalkan aku?"     

"Ah... hanya sebentar saja, Mesya,"     

"Ih, Kakak, ini menyebalkan sekali, maka dari itu Arthur datang, pasti dia akan membunuhku," gumam Mesya.     

"Dari mana kau tahu itu?"     

"Dari pisau lipat yang tadi Kak David, temukan,"     

"Ini, maksudnya?" David mengacungkan pisau itu di depan Mesya.     

"Iya, dan Kak David, pun juga menduga hal itu, 'kan, Kak?"     

"Ya," David mengangguk, "dan sekarang kau tahu, 'kan, Sya, jika kau mati akan ada orang yang berbahagia atas kematianmu,"     

"...."     

"Dan dengan begitu, apa kau masih ingin mengakhiri hidupmu?"     

"Ah, Kak David, kenapa bicara begitu lagi sih?"     

"Ya aku hanya sekedar mengingatkan dirimu, Mesya. Jangan lakukan hal bodoh itu lagi," pesan David.     

"Baik Kak David, aku janji tidak akan melakukan hal itu lagi. Sungguh ...."     

"Bagus, aku akan memegang  ucapanmu ini, Mesya ...."     

Mesya tersenyum, dan tangannya menggenggam tangan David, dia berbaring sambil menajamkan mata.     

Sepertinya efek dari minum obat dokter yang membuat Mesya menjadi sangat lemas dan ingin selalu memejamkan matanya.     

Dengan tangan yang masih menggengam tangan kakaknya, Mesya kembali tertidur lelap.     

David mengusap-usap kepala adiknya yang sudah pulas.     

'Jadilah wanita yang kuat, Mesya, aku tak bisa tenang meninggalkanmu di sini ... Jika kau masih lemah seperti ini. Aku ingin Mesya yang kuat, yang tak mudah menyerahkan nyawanya untuk hal-hal yang bodoh ....' bicara David di dalam hatinya.     

Dan wajahnya tampak datar, dengan pikiran yang melambung kemana-mana. Tak berselang lama, sang ibu memanggilnya.     

David kembali meninggalkan Mesya yang masih terlelap, dan mengikuti arahan sang ibu yang mengajaknya bicara di kamar rahasia.     

Ceklek!     

Sesampai di ruang rahasia itu, tampak Charles yang sudah menunggu kedatangannya.     

Bahkan Arthur juga ada di dalam ruangan itu, raut wajahnya terlihat sangat gembira.     

"Ayo silakan duduk," suruh Charles terhadap David.     

Perlahan David meraih kursi itu, lalu duduk berkumpul dengan anggota keluarganya yang lain kecuali Mesya.     

"Bagus sekarang kita semua sudah berkumpul, dan Ayah akan memberitahu hal penting kepada kalian, terutama kau, David," tukas Charles.     

David pun hanya menuduk dengan pandangan kaku. Dia sudah tahu sejak awal tujuan orang tuanya, memang ingin menyingkirkannya dari Mesya.     

"Kami sudah sepakat untuk mengirimmu ke Inggris, dan kau juga akan kuliah di sana, David," ujar Charles.     

Mendengarnya, Arthur langsung melebarkan senyuman bahagia.     

'Ini adalah saat yang sangat aku tunggu-tunggu,' batin Arthur.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.