Anak Angkat

Sebuah Imbalan



Sebuah Imbalan

0"Arthur? Kau tahu, 'kan kalau Masya itu sangat membenciku? Lalu bagaimana caranya aku bisa mendapatkan hatinya?" tanya Edo.     
0

"Soal itu aku tidak mau tahu, yang terpenting kau bisa mendapat Mesya," jawab Arthur.     

"Tapi—"     

"Hey, Edo, aku mau sedikit menjelaskan kepadamu, kau kenal Denias?" tanya Arthur.     

"Denias,  yang mati karena kecelakaan itu?" tanya Arthur.     

"Iya, tapi aku punya foto-fotonya sebelum dia mati, kau mau lihat?" tanya Arthur dengan senyuman tipis.     

Semantara Edo tak mengeluarkan sepatah kata, hanya diam dan menatapnya dengan wajah yang begitu penasaran.     

"Aku tahu kau sangat penasaran, 'kan, jadi aku akan membiarkan dirimu untuk melihatnya, "     

Arthur merogoh ponsel miliknya dari dalam saku, lalu segera memperlihatkan foto itu kepada Edo. Foto yang menujukkan tubuh Denias yang penuh luka.     

"Apa ini maksudnya" tanya Edo.     

"Wah, kalau hanya foto sepertinya, kau ini tidak paham ya?"     

Lalu Arthur pun membuka kembali galeri ponselnya, dan kali ini dia menujukkan sebuah vidio.     

Vidio yang menunjukkan betapa kejihnya dia dan keluarganya saat menyiksa Denias sebelum pada akhirnya dia di kabarkan meninggal karena kecelakaan mobil.     

"Jadi, selama Denias menghilang, kalian yang menyekapnya?" tanya Edo memastikan.     

"Iya benar. Jadi bagaimana? Apa kau mau mendekati Mesya?" tanya Arthur. Lewat vidio itu, Arthur berharap Edo, berubah pikiran dan mau menuruti perintahnya.     

Karna Arthur ingin Mesya bisa membalas perasaan Edo, lalu dia bisa melupakan David.     

Seperti kelurganya yang lagi, Arthur juga sangat menentang hubungan Mesya dan David.     

"Tapi, apa tujuanmu menyuruhku untuk mendekati adikmu? Kau tahu, 'kan jika aku baru saja berniat mencelekai adikmu, lalu mengapa kau malah menyuruhku untuk mendekatinya?" tanya Edo yang begitu penasaran.     

"Kalau soal itu aku tidak akan memberitahumu! Ini rahasia keluarga kami!" tegas Arthur.     

"Kalau kau tak mau mengatakan apa alasanmu, maka aku juga tak mau menuruti perintahmu!" tegas Edo.     

Arthur menajamkan pandangannya, namun  dari bibirnya masih tersenyum slengean seperti biasa.     

"Kau pikir kau ini siapa? Berani sekali menyuruhku? Aku tidak sudi menurutimu!" tegas Edo, dia pun langsung berjalan menuju pintu dan hendak membukanya.     

Tapi sayang pintu itu terkunci rapat, dan Arthur mengeluarkan kunci itu dari dalam sakunya.     

"Apa kau mencari ini?" tanya Arthur meledek Edo.     

"Hah?!" Kedua bola mata Edo melotot tajam.     

"Jangan menyepelekan aku walau sedikitpun, karna aku ini jauh lebih menyeramkan dari kelihatannya lo, " ujar Arthur.     

Tapi Edo tidak mau  tinggal diam dengan ucapan Arthur ini, lagi pula selama ini dia merasa lebih hebat dari ada Arthur     

"Jangan main-main dengan ku, Arthur!" ancam Edo.     

'Duak!' Edo menendang tubuh  Arthur hingga dia terjatuh.     

"Kau pikir aku ini takut dengan mu, hah?!" tantang Edo.     

Arthur kembali berdiri, raut wajahnya tak berubah dan masih tersenyum selengean.     

"Aku mungkin kalah dengan David, karna dari segi ukuran tubuh dan juga usia aku labih muda dari dia! Tapi kalau kau ...!" Edo tersenyum dengan gaya meledek.     

"Cih! Kau bahkan bukan tandinganku! Kau hanya pria gila yang hidupnya hanya cengengesan tanpa sebab!" cerca Edo.     

"Wah, ternyata aku se-Pecundang itu di matamu?" Arthur meraih sesuatu dari sakunya.     

"Jujur aku menyayangkan perlakuanmu ini kepadaku? Karna aku masih ingin memanfaatkanmu," pungkas Arthur. "Tapi, berhubung kau tidak bisa di manfaatkan, maka akan lebih baik jika aku membunuh saja haha haha!" Arthur tertawa dengan lantang, sampai mendongakkan kepalanya tinggi-tinggi.     

Sring....     

Arthur mengeluarkan pisau lipat yang keluar dari dalam sakunya.     

Edo sedikit ngeri melihatnya, tapi dia tidak boleh terlihat takut, karna memang tidak ada yang perlu ia takutan dari Arthur.     

Terlebih dibanding dengan dirinya, tubuh Arthur terlihat lebih kecil dan krempeng darinya.     

"Aku sama sekali tidak takut denganmu Arthur, meski kau membawa senjata sekalipun!" ujar Edo.     

"Wah, nyalimu besar juga! Aku suka!" sahut Arthur.     

"Dasar, orang gila!" umpat Edo dan dia langsung menendang perut Arthur, hingga Arthur sedikit membungkukkan perutnya.     

"Sial," umpat Arthur lirih, dia kembali menegakkan tubuhnya, senyuman tipis yang mengandung sebuah arti terukir di wajahnya.     

"Apa!? Kenapa kau melihatku dengan ekspresi seperti itu?!" tetiaknya Edo.     

"Aku masih memberimu kesempatan sekali lagi, jadi aku akan mengulangi pertanyaanku, kau mau tidak menuruti perintahku?" tanya Arthur.     

"Hey! Kau itu tuli ya? Aku sudah mengatakan berkaki-kali, bahwa aku tidak mau lagi mendekati Mesya!" tegas Edo.     

"Baiklah! Ini menjadi jawabanmu untuk yang terakhir kalinya," ujar Arthur, nada bicaranya masih terlihat santai.     

"Cih! Jangan sok kuat kau! Memangnya kau pikir kau ini siapa? Dan kah pikir aku ini orang yang mudah untuk kau jatuhkan ya?!" cerca Edo. Kini Edo meludah mengenai wajah Arthur, dan masih dengan santainya Arthur menghapus saliva itu.     

Tapi beberapa detik kemudian sesuatu yang tak terduga pun terjadi.     

'Crok!'     

"Akh!" teriak Edo yang kesakitan, karna pisau lipat dengan ukuran yang cukup besar dari biasanya itu menebas bagian tangan Edo.     

Memang pisau itu tidak sampai memutus tangannya, hanya saja luka yang ditinggalkan cukup parah.     

Edo memegangi tangannya, yang saat ini mulai bercucuran darah.     

"Akh! Sakit ...!"     

Dia duduk sambil peringisan. Dia menahan rasa sakit itu sambil meringkuk. Tepat di saat itu tanpa permisi, Arthur menebas bagian leher belakang Edo hingga beberapa kali.     

Edo langsung terkapar dengan darah yang bercucuran, bahkan terlihat dari bekas tebasan pisau itu meninggalkan luka yang menganga dan tulang leher yang sebagian putus.     

"Aku membunuhnya terlalu cepat, harusnya aku memberikan sedikit siksaan, supaya aku bisa menikmati dari seni membunuh orang," gumam Arthur.     

Selesai membunuh Edo, Arthur langsung menelpon sang Ayah, tentu saja mereka tak mau membereskan jasad Edo yang tergeletak begitu saja di sini. Meski ruangan ini sangat sepi dan tidak ada yang menjamah, tapi tetap saja, dia tak bisa membicarakan jasad Edo yang tergeletak begitu saja.     

Karna jasad yang dibiarkan membusuk di ruang ini, maka akan memebarkan aroma yang menyengat dan bisa membuat orang curiga sehingga mereka akan membuka ruangan ini.     

Lagi pula, tubuh Edo masih bisa mereka manfaatkan, masih ada beberapa organ yang bisa di jual dan dagingnya bisa menjadi menu makan malam keluarganya.     

"Tolong kemari, Ayah!"     

[Baik, Ayah akan secara ke sana,] Jawab Charles.     

***     

Ceklek!     

Blar!     

Arthur keluar dari dalam ruang itu dan mendapati keadaan sekolah sudah sepi, jam pulang sekolah sudah sejak tadi.     

Sehingga dengan begitu Arthur bisa bebas untuk keluar tanpa ada yang melihatnya.     

Tapi Arthur memang sengaja untuk tidak pulang sekarang, karna dia masih menunggu kedatangan sang ayah.     

Tepat saat itu David menepuk pundaknya dari belakang.     

"Rupanya kau yang menunda kematiannya?" tanya David.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.