Anak Angkat

Apa Niat Arthur?



Apa Niat Arthur?

0"Aku tahu, Ibu dan Ayah, tidak akan menghukumku, tapi bagaimana dengan, Kak David?"     
0

Mesya menatap wajah David dengan raut penuh kekhawatiran.     

Dia tidak mau melihat David keluar dari dalam kamar dengan wajah atau pun bagian tubuh yang lainnya penuh luka.     

"Dulu, Kak David, sering dipukul oleh Ayah, dan Ibu, gara-gara aku, sampai aku berusaha untuk tetap menjaga sikap di depan Kakak, agar Kakak tidak memarahiku, karna sedikit saja Kak David membuat masalah denganku, maka Ayah pasti akan memukuli Kakak,"     

"Mesya,"     

"Kak, aku tidak mau kalau mereka akan menyakiti Kakak lagi, apalagi ini semua gara-gara aku,"     

"Mesya," David masih berusaha menenangkan Mesya.     

"Mungkin, akan lebih baik jika aku mati saja, Kak, karna dengan begitu, Kak David, tidak akan pendapatkan hukuman, dan orang-orang tidak akan akan mati sehabis menggangguku," ujar Mesya yang kini kembali putus asa.     

"Tidak, Mesya. Kamu tidak boleh melakukan hal itu, ada atau tidaknya kamu, mereka tetap akan membunuh orang!" tegas David.     

"Tapi, Kak—"     

"Mesya," David memeluk adiknya, percayalah jika tidak akan terjadi apa-apa denganku. Aku yakin mereka tidak akan memukuliku," ujar David.     

Mesya masih memebenamkan wajahnya dalam pelukan David. Pelukan itu teresa hangat, dan begitu lengkap serasa dipeluk oleh kekasih, sekaligus Kakak sendiri.     

Dari kejauhan Romi hanya memandang David dan Mesya, dia tidak berani mendekati mereka, tentu saja Romi takut jika David akan memarahinya.     

"Mereka berpelukan? Itu artinya hubungan Mesya dan Kak David sudah membaik. Aku turut bahagia melihatnya," gumam Romi. Dia tidak tahu jika kedekatan Mesya Dan David bukan hanya sekedar berbaikan, tapi karna mereka juga sudah mengungkap perasaan masing-masing.     

Romi masih belum beranjak dari tempatnya, dia masih memandang Mesya dan David yang masih berpelukan, hingga datang seorang teman sekelasnya.     

"Eh, si Kacamata Jelek!" tukas anak lelaki itu sambil menepuk pundak Romi dengan kasar.     

"Kau itu pasti cemburu ya, karna si Cantik Mesya, sedang berduaan dengan kakak kelas?" tanya anak itu dengan wajah meledek. Memang tak banyak yang tahu jika David dan Mesya itu bersaudara, karna memang selama ini Mesya ingin merahasiakan setatusnya sebagai anak angkat keluarga Davies. Karna dia tidak mau orang-orang akan mencelanya seperti yang sudah-sudah.     

"Edo, dia itu bukan pacarku, aku dan Mesya itu hanya berteman saja," jawab Romi.     

Lalu Romi pun pergi meninggalkan anak lelaki yang bernama Edo itu.     

Namun si anak lelaki malah menarik kerah belakang baju Romi.     

"Mau kemana? Kita ini belum selesai bicara?" ujar Edo dengan senyuman tipis.     

"Hey, tolong lepaskan aku!" sergah Romi.     

"Wah, sekarang kau juga berani berbicara dengan nada tinggi ya?"     

"Aku mohon, Edo. Tolong jangan membuat masalah denganku, aku tidak mau berurusan dengan siapa pun!" Tegas Romi.     

"Baik, aku akan melepskanmu tapi dengan satu syarat!" ujar Edo dengan sorot liciknya.     

"Sudahlah, Edo, jangan buat masalah denganku, aku sedang ada urusan yang jauh lebih penting dari ini," ujar Romi.     

Tentu saja anak nakal itu tak mau melepaskan Romi begitu saja. Dia malah memanggil teman yang lainnya untuk menyerang Romi.     

"Ayo, tangkap dia!" sergah Edo.     

Lalu kedua temannya memegangi tangan Romi.     

"Eh, kalian itu apa-apaan sih?! Kenapa malah menghalangiku!" ronta Romi.     

Edo mendekat dan menaruh jari telunjukknya tepat di kening Romi.     

"Sudah ku bilang, kalau aku akan membiarkanmu pergi, tapi dengan satu syarat," ujarnya dengan suara pelan namun sangat mengintimidasi.     

"Apa yang kau inginkan dariku?" tanya Romi.     

Dan dengan senang hati si anak lelaki yang bernama Edo itu menyebutkan keinginannya.     

"Pertama, kau harus menyerahkan buku PR milikmu kepada kami, dan yang kedua, kau juga harus menyerahkan dompetmu untuk kami," jelas Edo.     

"Kenapa kalian harus meminta dompetku? Memangnya kalian ini anak orang miskin?! Bukankah semua siswa yang bersekolah di tempat ini adalah anak-anak kalangan orang mampu!?" protes Romi.     

"Kau ini sangat lancang ya! Padahal aku tadi belum selesai bicara!" cantas Edo seraya menjmabak rambut Romi.     

"Ah! Sakit!" teriak Romi, "yasudah katakan saja apa yang kau inginkan?!" ujar Romi yang tak tahan karna rambutnya yang dijambak.     

"Dengar ya, si Kacamata Jelek! Selain aku menginginkan dua benda itu, aku juga menginginkan nomor telepon dari Mesya," jelas Edo.     

'Astaga, kenapa dia harus meminta nomor ponsel Mesya! Kalau hanya dompet, dan buku PR, aku masih bisa memakluminya. tapi kalau nomor Mesya, aku tidak bisa memberikannya,' bicara Romi di dalam hatinya.     

"Eh, kenapa malah melamun! Kau pikir aku ini punya banyak waktu untuk menunggumu!?" bentak Edo.     

"Baik, Edo, aku akan memberikan Buku PR dan uang dalam dompetku, tapi kalau nomor Mesya, aku tidak bisa memberikan kepadamu!"     

"Wah, berani melawan rupanya!"     

'Plak!' Edo memukul Romi, lalu kedua temanya juga memukuli Romi, suaranya begitu gaduh.     

Buak! Buak!     

Romi tak bisa berbuat apa-apa hingga datanglah Arthur.     

"Ada apa ini?" tanya Arthur dengan senyuman khasnya.     

Edo dan teman-temannya berhenti memukuli Arthur.     

"Wah, ada pahlawan rupanya," ujar Edo melirik ke arah Arthur.     

"Aku tahu kau adalah Kakak kelas kami, tapi perlu kau ketahui Arthur, kami ini tidak pernah takut kepadamu, apa lagi melihat tingkahmu yang hanya cengengesan seperti orang gila itu!" cerca Edo.     

"Oh, benarkah? Aku salut denganmu dan lagi pula aku tidak ingin menakut-nakuti kalian, justru aku ingin memberikan nomor ponsel Mesya, kepadamu," tukas Arthur sambil mengeluarkan ponselnya.     

"Kau punya, nomor Mesya?"     

"Yah, aku memang punya nomornya, meski tak banyak yang tahu, aku ini, 'kan Kakaknya Mesya," tukas Arthur.     

"Benarkah?" tukas Edo yang masih agak meragukannya.     

"Tapi, aku memang pernah melihat kalian berangkat dan pulang sekolah dalam satu mobil, kupikir itu hanya kebetulan saja, jadi ternyata kalian semua memang bersaudara?" tanya Edo memastikan.     

Dan Arthur menganguk, "Boleh berikan ponsel mu? Aku akan mencatatkan nomornya untuk mu," pinta Arthur.     

Lalu Edo menyodorkan ponselnya ke arah Arthur, lalu anak lelaki tampan dengan ciri khas senyuman selengeannya itu menuliskan nomor ponsel milik Mesya di dalam ponsel Edo.     

"Aku sudah mencatatkan nomor adikku untukmu, kau boleh mencoba menelponnya sekarang?" tukas Arthur.     

Lalu Edo menurutinya, dan ternyata benar, jika nomornya tersambung, tampak dari kejauhan Mesya sedang sibuk mengangkat panggilannya.     

Dan setelah dirasa Arthur tidak berbohong, Edo pun kembali menutup ponselnya.     

Anak lelaki itu sangat senang karna dia mendapatkan apa yang dia inginkan, hanya saja dia masih heran dengan apa alasan Arthur memberikan nomor ponsel adiknya begitu saja, padahal Arthur itu baru pertama mengenalnya.     

Tapi Edo tidak mau ambil pusing, yang terpenting dia sudah mendapatkan nomor ponsel Mesya.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.