Anak Angkat

Permintaan Terakhir



Permintaan Terakhir

0"Tolong, Bu Arumi, selamatkan kami, atau kalau memang kami harus mati, maka bunuhlah kami dengan cara yang tidak menyakitkan bagi kami," mohon Denias.     
0

"Ah, begitu ya?" Arumi menyeringai.     

"Tapi, aku suka yang menantang!" ucapnya. Dari tangannya, pisau lipat itu dia sodorkan ke arah Denias.     

"Aku ingin membunuh dengan penuh estetika," ujarnya.     

"Maksudnya apa?" tanya Denias.     

"Ya, semisal aku membunuh dengan cara memenggal kepalamu, atau mungkin memotong-motong terlebih dahulu beberapa bagian tubuhmu sebelum kau benar-benar mati," tutur Arumi.     

Hal itu benar-benar terdengar sangat menakutkan bagi Denias dan juga sang Paman.     

Harusnya dia tadi tidak perlu menuruti ajakan pamannya untuk ke kantor Polisi, Denias benar-benar sangat menyesal.     

"Bu Arumi, tolong lepaskan kami, Bu! Kami janji tidak akan membongkar rahasia keluarga kalian," Sekali lagi Denias memohon.     

"Maaf, Nak. Tapi tidak bisa, aku paling anti memberikan kesempatan kedua bagi siapa pun. Jika orang itu sudah berbuat salah kepadaku, maka selamanya pula akan menjadi orang yang salah di hadapanku,"     

Arumi menggoreskan pisau itu di bagian pelipis, Denias.     

Keluar darah segar yang mengotori wajah anak lelaki itu.     

"Ah, perih!" teriak Denias.     

"Hay, Nyonya! Apa Anda, ini sudah gila! Kenapa harus melukai keponakan ku!" teriak sang paman.     

Jlub!     

Tanpa berbasa-basi, Arumi menusuk bagian perut pria paruh baya itu dengan pisau lipat.     

Denias langsung panik saat melihat sang paman juga terluka.     

"Paman tidak apa-apa?" tanya Denias dengan wajah yang sangat ketakutan.     

"Sakit, Denias! Sakit ...." Si pria itu merintih.     

"Itu baru permulaan, aku akan melakukan yang lebih terhadap kalian!" ujar Arumi, dan matanya melirik ke arah salah seorang anak buahnya, dia menundukkan kepalanya memberi kode sesuatu kepada pria itu.     

Dan tak lama si pria pergi lalu kembali lagi dengan membawa sebuah kapak berukuran besar.     

'Astaga, dia akan menggunakan benda itu untuk apa?' batin Denias.     

Arumi meraih kapak itu lalu melenggang mendekati Denias lagi.     

"Hanya pisau lipat saja tidak mampu membuat beberapa bagian tubuh kalian bisa terlepas, dan kalau pun bisa, akan memakan waktu yang lebih lama. Dan itu hanya akan menambah rasa sakit pada kalian saja," Lalu Arumi menyentuh pelan dagu Denias.     

"Bukankah begitu, Sayang?" tanya Arumi dengan senyuman tipisnya.     

"Ap-apa, Bu Arumi, akan memotong-motong tubuh kami dengan benda itu?" tanya Denias terbata-bata.     

"Haha! Tentu saja!" jawab Arumi yakin.     

Denias dan sang Paman saling pandang, tubuh mereka berdua sama-sama gemetaran.     

Denias harus memutar otak untuk mendapatkan ide, agar Arumi, tidak melakukan hal sekejam itu kepada mereka. Atau setidaknya kalau membunuh jangan sampai menyiksanya. Itu terlalu menyakitkan dan Denias tak bisa membayangnkan.     

Hari ini sudah pasti mereka akan mati, karna keluarga Arumi bisa melakukan apa pun, termasuk melakukan hal yang tak lazim untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.     

Memohon seperti apa pun tidak akan mampu membuat mereka mengampuninya dan membiarkannya tetap hidup.     

"Bu Arumi, aku mohon jangan lakukan hal menyeramkan itu kepada kami, atau kalau memang ingin membunuh kami, tolong bunuhlah secepat mungkin, jangan biarkan kami hidup lebih lama, karna kami tidak sanggup mersakan kesakitan itu." Ucap Denias.     

"Haha! Aku suka melihat orang yang memohon kepadaku," ujar Arumi. Arumi mengangkat kapak berukuran besar itu dan hendak mendaratkan ke tubuh Denias.     

"Berhenti!" teriak Denias.     

"Kenapa?" tanya Arumi seraya menurunkan kapak itu.     

"Bu, coba pikirkan ulang, jika Anda inginkan memotong-motong tubuh kami. Karna akan lebih baik jika, Bu Arumi, membunuh kami tanpa luka, setelah itu Anda, bisa membuang jasad dan mobil kami masuk ke dalam danau!" usul Denias.     

Arumi sedikit tertarik dengan ucapan Denias itu. Baru kali ini ada seseorang yang memberikan ide untuk membunuh dirinya sendiri.     

Ini terdengar lucu sekaligus menarik.     

"Memangnya kenapa kau ingin aku melakukan hal itu?" tanya Arumi.     

"Bu, aku mendengar obrolan kalian tentang Mesya, kalian ingin Mesya tetap menjadi anak penurut bagi kalian, 'kan?"     

"Iya, benar! Memangnya kenapa?"     

"Kalau kalian membunuh kami dengan cara mengenaskan, maka Mesya akan mengetahui jika ini perbuatan kalian, dan sudah pasti Mesya akan memberontak lagi. Tapi lain halnya jika kalian membunuh kami dengan cara membius dan menjatuhkan kami ke dalam danau, maka orang-orang akan mengira jika kami mati karna kecelakaan, dan Mesya tidak akan marah kepada, Anda," tutur Denias menjelaskan.     

"Begitu ya?" Arumi bertopang dagu memikirkan ucapan Denias.     

Sepertinya ucapan Denias memang ada benarnya.     

Arumi harus menahan keinginannya untuk menyiksa orang.     

Semua dia lalukan demi Mesya putri tercintanya itu.     

"Baik, aku akan menirutimu!" ujar Arumi.     

"Be-nar-kah?!" Denias tampak senang mendengarnya.     

Sang paman tampak tak rela dengan keputusam Denias dan Arumi.     

Lagi pula mana ada orang yang mau mati dengan suka rela, begini.     

"Denias, kau itu sudah gila ya?!" cantas sang paman.     

"Tidak, Paman, aku tidak gila," jawab Denias.     

"Ayo kita berontak sekarang, aku yakin kita bisa menyelamatkan diri dari mereka semua!"     

"Tidak, Paman, tidak semudah itu. Percayalah kepadaku, ini keputusan terbaik,"     

"Keputusan terbaik macam apa? Aku tidak mau mati!" Sang Paman bersikukuh untuk melepaskan diri.     

Tapi Denias tak menanggapinya, dia tahu, seperti apapun mereka berusaha menyelamatkan diri, tetap saja Arumi akan membunuhnya.     

Denias tidak mau mati dengan cara dimutilasi seperti para korban-korban keluarga mereka.     

Dia juga tak mau kalau sampai dagingnya menjadi menu makan malam bagi keluarga Davies.     

Tentu saja dia lebih rela tubuhnya dimakan oleh para ikan penghuni danau dari pada menjadi santapan para kanibal.     

Lagi pula Denias yakin jika polisi akan segera menemukan jasadnya. Dan menguburnya dengan layak.     

Setelah melakukan perjanjian itu Arumi memerintahkan para anak buahnya untuk menyiapkan segala peralatan.     

Dengan penuh semangat Arumi menyuntikkan racun dosis tinggi, ke dalam tubuh Denias dan pamannya, hingga mereka mengalami kejang-kejang dan sesak nafas.     

Dalam waktu satu jam saja dua pria itu pun tewas.     

"Nyonya Arumi, apa lagi yang akan kita lakukan?" tanya salah seorang anak buahnya.     

"Masukkan ke dalam mobil dan dorong mobil itu ke dalam danau, buat seolah-olah mereka mati karna kecelakaan!" tegas Arumi.     

"Lalu bagaiamna jika polisi menemukan mereka dan melakukan autopsi, pasti para polisi akan mengetahui perbuatan kita, Nyonya?"     

"Tenang saja, akan aku pastikan mereka tidak akan melakukan autopsi terhadap jasad itu!" jawab Arumi dengan penuh yakin.     

Mereka semua menuruti perintah Arumi dan memasukkan dua jasad beserta mobilnya ke dalam danau.     

Barulah di esok harinya tersiar berita televisi tentang penemuan jasad yang diduga mati karna insiden kecelakaan mobil.     

Berita itu menggemparkan sekolah dan seluruh kerabat dari Denias, tak terkecuali dengan Marry.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.