Anak Angkat

Mulai Terbiasa



Mulai Terbiasa

0Setelah mendengar ancaman David dua anak itu pun pergi meninggalkan gudang, dan setelah itu David menelpon orang-orang suruhan dari keluarga Davies.     
0

"Ayo, cepat keluar!" sergah David terhadap Mesya dan Romi.     

David menggiring dua anak itu masuk ke dalam klinik sekolahan.     

Kebetulan sekali dalam klinik itu sedang tidak ada dokter yang bertugas, sehingga David yang turun tangan sendiri untuk mengambilkan kotak obat untuk Mesya dan Romi.     

"Ini, untukmu," ujar David sambil memberikan beberapa lembar kapas dan satu botol alkohol kearah Romi.     

"Baik, Kak, terima kasih," jawab Romi.     

"Kau bisa mengobati luka-lukanu sendiri, 'kan?" tanya David.     

"Iya, Kak David, aku bisa mengobatinya kok,"  jawab Romi.     

"Bagus" sahut David, lalu David beralih menghampiri Mesya. Anak gadis itu masih memegangi wajahnya yang tadi bekas di tampar oleh Edo     

"Apa masih sakit?" tanya David kepada Mesya.     

"Hanya sedikit nyeri, Kak, tapi tidak apa-apa kok," jawab Mesya.     

"Sini biar aku yang mengobatimu," David memegang dagu Mesya dan dia mulai mengobati luka di wajah Mesya.     

Sebenarnya tidak ada luka yang berarti  hanya sedikit lebam agak memerah, di bagaian wajah. Tapi David tetap membersihkannya dan mengobatinya dengan baik.     

"Aku tidak apa-apa kok, Kak," ujar Mesya.     

"Tapi, ini ada sedikit memar," ujar David.     

"Memar segini tidak masalah bagiku, bukankah keluarga Davies itu harus kuat," ujar Mesya.     

"Memang benar tapi untuk kami para laki-laki, kalau untuk anak perempuan sepertimu, kami tidak akan membiarkan terluka barang sedikit pun," jawab David dan dia membalut luka Mesya dengan plaster berukuran kecil.     

Romi tengah memperhatikan David dengan seksama.     

Dia tak menyangka jika David begitu perhatian kepada Mesya.     

Saat berbicara dengan Mesya tak ada sedikit sisi menyeramkan dari David.     

Dia seperti seorang pria yang sabar dan lemah lembut.     

'Mesya yang tidak terluka parah saja begitu di perhatikan oleh Kak David, kenapa aku tidak?' dumal Romi di dalam hati, dia masih mengobati luka-lukanya sendirian.     

Tapi hatinya sekarang sedikit lega, karna sekarang Mesya sudah memiliki seorang yang dapat ia percaya dari keluarga angkatnya.     

*****     

Esok harinya, Mesya kembali berangkat ke sekolah seperti biasa, dia menuruni mobil dengan santai, sambil memikirkan nasib Edo.     

"Bagaiamana kalau Edo, itu sudah meninggal?" gumam Mesya yang semakin galau saja dia masih memikirkan keselamatan Edo, meski Mesya sendiri sudah tahu jika Edo bukanlah anak lelaki baik-baik.     

Tapi tetap saja, tidak seharusnya Edo itu dibunuh secara tragis.     

"Mesya" teriak Romi sambil berlari menghampiri Mesya.     

"Ada apa, Rom?" tanya Mesya.     

"Kau sudah dengar belum kabar tentang, Edo?" tanya Romi kepada Mesya.     

"Belum, memangnya ada kabar apa tentang anak yang nakal itu?" tanya Mesya.     

"Dia di kabarkan menghilang oleh keluarganya sejak kemarin? Padahal kemarin kita meninggalkan dia di dalam gudang! Lalu mengapa dia bisa menghilang dari dalam gudang itu?" tanya Romi.     

"Aku juga tidak tahu, Romi, tapi kemarin Kak David, sepertinya memanggil orang-orang kepercayaan dari keluarga kami, pasti mereka yang sudah memindahkan Edo," tebak Mesya.     

"Oh iya, Sya, kalau menurutmu apakah Edo sudah mati?"     

"Soal itu aku juga tidak tahu, Rom! Tapi aku lihat kemarin luka Edo itu sangat parah, jadi bisa saja kalau dia sudah mati," ujar Mesya.     

Meski dia sudah tahu jika keselamatan Edo itu sangat kecil, tapi Mesya sudah tidak sepanik dulu.     

Perlahan tapi pasti kini Mesya mulai terbiasa dengan kelurganya.     

Setiap ada orang yang mengganggunya, selalu saja pasti keluarganya tidak akan terima dan sudah pasti mereka akan membunuhnya.     

"Tapi, kalau memang benar dia sudah mati, kenapa harus Kak David, pelakunya? Padahal aku tahu kalau Kak David itu keluarga Davies, yang sudah terbiasa membunuh orang.     

Tapi rasanya aku tak rela melihat Kak David, sebagai pembunuhnya," pungkas Mesya.     

"Sudahlah Mesya, kita lupakan saja anak nakal itu," ujar Romi.     

Mesya merengut kesal, tapi dia masih tetap mencoba bersbar. Walau hatinya sangat kecewakan kepada Arumi. Karna kemarin dia sudah berjanji bahwa tidak akan mengganggu Mesya, termasuk tidak akan membunuh siapa pun yang akan melukai Mesya.     

"Mesya, bicara soal  Kak David, aku melihat jika memang Kakakmu itu benar-benar sangat baik, terutama kepadamu, dia sangat perhatian sekali," ujar Romi.     

"Soal itu ...." Mesya terdiam sesaat.     

'Kebaikan Kak David memang sudah tidak diragukan lagi, karna dia juga sudah terang-terangan mengatakan perasaan cintanya kepadaku. Tapi apa aku juga harus mengatakan ini kepada Romi?' bicara Mesya di dalam hati.     

'Eh, tidak boleh, karna aku takut kalau Romi mengetahuinya, maka ini akan membuatnya semakin mengkhawatirkan aku,'     

"Mesya, kenapa diam saja? Sejak tadi kau malah melamun?" tanya Romi.     

"Eh, tidak kok, aku tidak melamun," jawab Mesya.     

"Tidak melamun tapi pandangannya kosong begitu," ujar Romi.     

"Ah benarkah?'." Mesya segera mengerjapkan matanya dengan cepat.     

"Mesya dari pada kita terus memikirkan Edo, bagaimana kalau kita pergi saja," ajak Romi.     

"Pergi kemana?"     

"Ke restoran! Kau bilang kemarin akan mengajakku ke sana! Tapi pulang sekolah malah kau langsung mengajakku pulang!" protes Romi.     

"Maaf, Romi, kemarin pikiranku sedang kacau, jadi aku tidak bisa mengajakmu pergi," jelas Mesya.     

"Yasudah kalau begitu, kita ke restoran hari ini saja, nanti setelah pulang sekolah," usul Romi.     

"Baiklah, itu ide yang bagus," sahut Mesya.     

***     

Sementara itu di ruang kosong belakang sekolahan, Edo baru saja terbangun dari pingsannya. Rupanya dia masih hidup.     

Dia melangkah tertatih untuk keluar dari dalam ruangan yang sudah lama terabaikan itu.     

"Aduh, kepalaku?" Aroma amis menyeruat, dan itu berasal dari noda darah yang kemarin keluar dari luka di kepalanya.     

"Aku ada di mana?" tukasnya sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, sangat gelap  dan pengap.     

Lalu ada seseorang yang tiba-tiba saja menepuk pundaknya.     

"Akh!" teriak Edo yang kaget.     

"Ar-thur?" tukas Edo terbata-bata.     

Dia masih ingat betul jika kemarin  David yang sudah memukulnya, tapi entah bagaimana caranya dia bisa berada di tempat ini bersama Arthur.     

'Apa dia akan memukulku juga? Seperti David kemarin?' bicara Edo di dalam hati.     

"Edo, apa kau sudah baik-baik saja?" tanya Arthur.     

Edo terdiam, dan tak menjawab sepatah katapun.     

"Tenang aku tidak akan memukulmu atau menyentuhmu sedikitpun, tapi dengan satu syarat," ujar Arthur.     

"Syarat? Syarat apa?" tanya Edo.     

Arthur menoleh perlahan kearah Edo.     

"Syaratnya, kau harus mau mendekati Mesya lagi dan rebut hatinya," pinta Arthur.     

"Tapi—"     

"Lakukan, atau kau lebih memilih mati? Karna aku menyelamatkanmu dari keluargaku ini karna aku ingin mendapatkan imbalan darimu," tutur Arthur.     

"Imbalan?" Edo tampak bingung.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.