Anak Angkat

Kebebasan



Kebebasan

0Malam telah tiba, dan kini sudah saatnya bagi keluarga Davies untuk menikmati makan malam bersama.     
0

Semua sudah berkumpul di meja makan, tak terkecuali dengan David dan Mesya.     

Mereka tak saling berbicara tapi, diam-diam mereka saling melirik.     

'Apa, Kak David, baik-baik ya?'  bicara Mesya di dalam hati. Meski sang ibu sudah mayakinkan Mesya jika mereka tidak akan menyakiti David, tapi tetap saja, Mesya masih menghkawatirkan David.     

"Mesya, ayo cepat dimakan dong, Sayang," printah Arumi.     

"Bu," Mesya menunddukkan kepalanya.     

"Ada apa, Sayang?" tanya Arumi.     

"Boleh tidak jika aku tidak ikut memakan daging ini?" ujar Mesya dengan suara yang lemah.     

"Emm?" Arumi mengangkat satu alisnya.     

Mesya kembali ketakutan, tapi dia benar-benar tidak mau kalau harus memakan daging, karna bukan perut kenyang yang akan didapat, tapi justru dia akan kembali muntah-muntah setelah ini.     

"Bu, Mesya janji tidak akan membangkang lagi, tapi tolong biarkan aku tidak memakan daging ini," pinta Mesya dengan wajah yang memelas.     

Arumi menatapnya kaku, dia melirik kearah Charles. Pria bule dengan tubuh tinggi gagah itu pun menganggukkan kepalanya.     

Yang bertanda dia memperbolehkan Mesya untuk tidak menyantap daging itu.     

Tapi Arumi sedikit ragu untuk turut mengatakan 'iya' karena sebagai ratu dalam keluarga yang menjunjung tinggi warisan leluhur, Arumi tidak boleh membuat Mesya untuk tidak menjadi anak yang penurut, tapi melihat tubuh     

Mesya yang kian kurus membuat Arumi sedikit menghawatirkan kondisi putri angkatnya ini, terlebih hal ini terjadi semenjak Mesya mengetahui rahasia keluarganya yang seorang kanibal dan penganut aliran sesaat.     

Mesya lebih sering muntah setelah makan bersama dengan keluargnya.     

Hanya saja Arumi berusaha untuk diam dan pura-pura tak mengetahuinya.     

Mungkin memang seharusnya dia tidak terus mengekang Mesya agar Mesya bisa merasakan nyaman tinggal di keluarganya.     

Dia masih membutuhkan Mesya, kalau sampai Mesya menjadi putus asa atau bahkan sampai bunuh diri yang ada dia dan keluarganya yang akan kesulitan, karna tidak mudah merawat anak dari kecil hingga dewasa seperti ini.     

"Baik, Sayang, kau boleh memakan sayuran saja, tidak perlu memakan daging yang terpenting kau harus makan yang banyak," pungkas Arumi.     

"Benarkah?!" Mesya sangat gembira mendengarnya.     

"Iya, Sayang, apa Ibu perlu pesankan makanan untukmu?" tanya Arumi.     

"Eh, tidak perlu, Bu! Aku bisa memesannya sendiri! Terima kasih, Ibu!" Mesya sangat bergembira mendengarnya, dengan raut bahagianya dia mengecup pipi ibunya dan berlalu pergi.     

Mereka baru pertama kali melihat ekspresi bahagia dari Mesya yang seperti ini.     

Dia menunjukkan sisi cerianya.     

Selama ini Mesya lebih sering diam, dan menjadi anak penurut yang selalu memasang wajah murung serta senyuman terpaksa.     

'Tumben sekali, Ibu mengabulkan permintaan Mesya, dan bahkan Ibu juga sempat tersenyum melihat Mesya yang ceria. Aku memang sering melihat Ibu, tersenyum, tapi tidak pernah setulus ini, ada apa dengan mereka?' bicara David di dalam hati, dan dia tampak heran dengan sikap sang Ibu, tapi dia juga merasa turut bangga melihat Mesya yang sedang bahagia.     

Lain dengan sang Kakak, Arthur malah terlihat kesal melihat tingkah Mesya yang sangat ceria itu.     

Dia takut jika Mesya akan mempengaruhi keluarganya, dan menjadi keluarga yang normal seperti keluarga pada umumnya.     

"Ayah, Ibu, mengapa kalian membiarkan Mesya, bertingkah sesuka hatinya?" tanya Arthur.     

"Ah, biarkan saja, kita juga membutuhkan keceriaannya di rumah ini,"  jawab Charles dengan  santai.     

"Apa yang dikatakan Ayah itu benar. Ada saatnya kita untuk membiarkan Mesya sedikit bebas, karna dia juga butuh kebahagiaan menjadi dirinya sendiri. Kalau kita terus menekannya yang ada dia akan menjadi semakin terpuruk dan putus asa. Ibu tidak mau putri tercinta Ibu, akan nekat bunuh diri. Karna tujuan kita ini belum tercapai," tutur Arumi.     

Meski tidak terlalu menyukainya, tapi mau tidak mau Arthur tetap menuruti perintah sang ibu.     

Dengan rasa kesalnya dia melirik kearah David yang saat ini giliran mencemo'ohnya.     

"Ah, sial," umpannya dengan suara yang pelan, hanya dia dan David yang mendengarnya, Arumi dan Charles tak mendengarnya.     

***     

Sementara itu Mesya berada di kamarnya sambil mengutak-atik ponselnya.     

Dia memesan beberapa makanan secara online.     

Akhirnya dia diberi kebebasan orang tuanya untuk membeli makanan yang berasal dari luar.     

"Hari ini aku bisa makan sepuasnya, aku tidak perlu muntah-muntah lagi setelah memakan daging-daging menjijikan itu," gumam Mesya, sambil menunggu makanan pesannya datang.     

Memang biasanya Mesya itu hanya bisa makan dengan puas ketika berada di sekolah, karna hanya di sana dia bisa bebas memakan apapun tanpa harus memakan masakan Arumi yang sudah pasti berasal dari daging manusia.     

Beberapa saat kemudian, di saat semua keluarganya sudah selesai makan malam, terdengar suara bel pintu, dan Mesya segera mengeceknya, lewat kamera, dan dia berlari untuk membukannya.     

Sesuatu yang sedang ia tunggu-tunggu sudah datang.     

"Ini, uangnya, kembaliannya untuk, Bapak, saja," ujar Mesya seraya menyodorkan beberapa lembar uang pecahan 100 ribuan, kepada kurir pengantar makanan.     

Lalu dia membawa masuk seluruh makanan pesannya ke dalam kamar, tapi di perjalanan menuju kamarnya Mesya berpapasan dengan Arthur.     

"Hay, Kak Arthur!" sapa Mesya dengan ramah.     

Tapi Arthur menanggapinya. dengan wajah yang sinis.     

Dia tidak suka  melihat Mesya yang seperti ini.     

Athur menyiratkan kebencian saat melihat Mesya.     

'Kenapa, Kak Arthur, melihatmu dengan raut wajah begitu? Apa dia marah kepadaku?' bicara Mesya di dalam hati, tapi dia tak berani untuk mengatakan langsung kepada Arthur.     

Takut jika permasalahan malah akan bertambah panjang.     

Mesya pun langsung membawanya masuk ke dalam kamar dia mengunci pintunya rapat-rapat.     

"Wuaaah, akhirnya aku bisa membawa makanan ini di kamarku sendiri," gumam Mesya sambil membuka paket makanan yang dipesan.     

"Sepertinya aku terlalu kalap memesan makanan sebanyak ini,"     

"Ah, aku panggil, Kak David, saja biar dia membantuku untuk menghabiskannya,"     

"Tapi," Mesya menggelengkan kepalanya.     

"Ah, tidak boleh, aku tidak boleh menyuruhnya kemari, apa lagi berduaan di dalam kamar seperti ini, yang ada Ibu dan Ayah, akan memarahiku,"     

"Huft ... aku tidak boleh membuat masalah lagi, apa lagi kalau sampai Kak David yang mendapatkan batunya, aku tidak mau menyusahkan dirinya lagi,"     

Dengan lahap Mesya menyantap makanan pesanannya itu sendirian.     

Meski begitu dia masih merasa bersyukur karna dia masih bisa menikmati makanan luar, dan masih diberi kebebasan oleh kedua orang tuanya.     

Tapi di saat dia sedang asyik menyantap makanan, tiba-tiba ada sebuah panggilan masuk di ponselnya.     

Drrtt....     

"Ah siapa sih, menelponku? Mengganggu saja, tidak mungkin Romi, 'kan?" gumam Mesya.     

"Ah, nomor yang ini lagi, apa jangan- ini nomor, Edo?"     

"Ah, sebaiknya aku abaikan saja,"  Mesya melanjutkan menyantap makanannya.     

Tapi ponselnya masih terus bergetar dan berdering sampai membuat Mesya merasa terganggu.     

"Ah dasar, Anak Nakal, mengganggu saja!" ujarnya sambil meraih ponsel.     

[Halo, Mesya,]     

"Kau pasti, Edo, ya!?" cantas Mesya.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.