Anak Angkat

Kepulangan Arthur



Kepulangan Arthur

0Untuk yang kesekian kalinya Mesya harus berpisah dengan orang yang dia sayang.     
0

Sebentar lagi David akan pergi ke Inggris  dan sekarang Lia juga akan pergi ke Singapura. Mesya kembali sendiri, tak ada lagi yang menemani.     

Tapi dia sudah berjanji kepada David untuk menjadi gadis yang kuat. Mau tak mau dia harus menghadapi semua ini dengan lapang dada. Tapi dalam hatinya masih mengharapkan sebuah keajaiban yang akan membawanya pada sebuah kebahagiaan.     

"Mesya! Ayo cepat!" teriak David sambil melambaikan tangannya.     

"Iya, Kak!" Mesya berlari menghampiri Kakaknya.     

Mereka pulang dengan mengendarai motor milik David.     

"Terima kasih ya, Kak, sudah menjemputku," ucap Mesya.     

"Iya, Mesya!" jawab David.     

"Mesya, pegangan yang kencang ya!" pinta David sambil menekan gas motornya.     

"Baik, Kak!" sahut Mesya.     

David memperkencang laju motornya. Mereka tak punya banyak waktu, dan harus sudah sampai sebelum hari mulai terang.     

***     

"Kak, sudah hampir sampai ayo cepat matikan mesin motornya, agar Ayah, dan Ibu, tidak mendengarnya," pinta Mesya.     

"Baik, Mesya," sahut David.     

Pelan-pelan mereka berjalan memasuki gerbang rumah, David menuntut motornya, dan Mesya juga berjalan di belakangnya.     

"Kak, apa kita akan melewati tali ini lagi?"  tanya Mesya.     

"Tentu saja, aku sengaja memasang talinya lagi, karna untuk jalan kita masuk ke rumah," ujar David.     

"Aduh," Mesya menggaruk-garuk kepalanya.     

"Kenapa?" tanya David.     

"Aku tidak tahu bagaimana caraku naik? Kalau menuruni tali itu mungkin aku bisa, tapi kalau menaiki tali itu aku tidak yakin, Kak! Aku ini tidak bisa memanjat?" ucap Mesya.     

"Ayolah, Mesya. Kau pasti bisa! Karna memang tidak ada jalan lain!" ucap David menyemangati Mesya.     

"Huft... baiklah aku akan berusaha!" ucap Mesya.     

Dia mencoba memanjat tali itu, dan David berada dibawah mengawasi Mesya agar tidak terjatuh.     

Dengan bersusah payah Mesya terus memanjat tali itu, beberapa kali dia hampir terjatuh tapi hal itu tak membuat Mesya jera.     

Dia tetap berusaha untuk naik, karna kalau sampai ketahuan oleh sang Ibu, maka David akan berada dalam masalah, dia tidak mau melihat David dihukum oleh kedua orang tuanya.     

Akhirnya Mesya pun sampai juga di lantai atas, kini dia menengok kearah David, agar David segera naik menyusulnya.     

"Ayo ,Kak! Cepat!" suruh Mesya.     

Dengan sigap dan lincah David menaiki tali itu, tak butuh waktu lama dia sudah berada di lantai atas.     

"Ah syukurkah, kita selamat, Kak!" ujar Mesya dengan lega.     

Setelah sampai di lantai atas  David langsung menyingkirkan tali yang terbuat dari selimut itu, kemudian dia kembali menarik paksa tangan Mesya.     

"Mesya, kenapa kamu itu nekat sekali sih?" oceh David tapi dengan nada yang berbisik, "lain kali kalau pergi ke suatu tempat itu harus berbicara dulu kepadaku? Kau itu membuatku kawatir, Mesya," ucap David.     

"Maafkan aku, Kak," Mesya menundukkan kepalanya, " aku melakukan ini semua karna aku tak mau menyusahkan, Kak David," jelas Mesya.     

"Mesya, kalau begini caranya aku yang malah tidak tenang, lalu bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu denganmu?" cecar David.     

"Maaf, Kak ...." Mesya menundukkan kepalanya.     

David mengusap rambut Mesya yang sedang menunduk dan di penuhi dengan rasa bersalah. "Yasudah, tidak apa-apa, lain kali jangan diulangi ya, sekarang kau pura-pura tidur lagi, dan aku akan kembali ke kamarku," ujar David.     

"Baik, Kak," jawab Mesya.     

Kemudian dengan cara mengendap-endap David keluar dari dalam kamar Mesya.     

Saat David hendak membuka pintu kamarnya, terdengar seseorang yang mengetuk pintu rumah.     

David mengurungkan niat untuk memasuki kamar.     

"Siapa yang bertamu sepagi ini?" gumam David. Pria berwajah tampan  itu mulai penasaran, David menuruni tangga untuk membuka pintu.     

***     

David sudah berada tepat di depan pintu dia hendak membuka pintu itu, tapi tiba-tiba ada Arumi yang sudah berada tepat di belakangnya.     

"Biar Ibu, saja yang membukanya," ucap Arumi.     

David pun segera menyingkir, dan Arumi meraih gagang pintu itu.     

Ceklek!     

Seketika Arumi dan David terperangah saat melihat yang mengetuk pintu itu adalah Arthur.     

"Ibu," sapa Arthur.     

Tanpa menyahuti sapaan Arthur,  Arumi langsung kendaraan tamparan diwajah putranya.     

"Ibu, kenapa menamparku?" tanya Arthur, masih memegangi wajahnya yang kesakitan.     

"Kemana saja kau?!" tanya Arumi kepada Arthur.     

Arthur terdiam sambil menuduk.     

"Ayo jawab kemana saja kau?!" desak Arumi.     

"Aku mengalami kecelakaan Ibu," jawab Arthur.     

"Oh, begitu ya? Ibu pikir kamu itu sudah tidak ingin pulang lagi?" sindir Arumi.     

"Maaf, Bu. Tapi—"     

"Masuk ke ruang rahasia!" perintah Arumi.     

Setelah itu, Arumi kembali masuk ke dalam kemarnya untuk memanggil Charles.     

Sebelum memasuki ruang rahasia, untuk menuruti perintah sang ibu, Arthur menyempatkan diri menghampiri David.     

"Hey! Pasti kau sudah memfitnahku dan  mengatakan hal-hal buruk tentangku kepada Ibu, dan Ayah, ya?"  tuduh Arthur kepada David.     

David menanggapi tuduhan Arthur dengan santai.     

"Aku tidak merasa menfitnahmu," David memicingkan ujung bibirnya. "Karna apa yang kukatakan kepada Ayah, dan Ibu, memang kenyataan," ujar David.     

"Apa maksudmu?" tanya Arthur dengan kedua mata yang melotot tajam.     

"Seluruh kebusukanmu yang sama dengan wujudmu saat ini, sudah terbongkar!" tegas David, dan dia juga melirik sinis pada pakaian Arthur yang sangat lusuh dan dekil.     

"Lihat penampilanmu sekarang?" David menggelengkan kepalanya, "benar-benar seperti, Gembel!" cerca David sambil tersenyum tipis selanjutnya dia meninggalkan Arthur  begitu saja.     

"Hay! Bajingan! Mau kemana kau!?" teriak Arthur.     

"Diam!" sahut Charles yang tiba-tiba datang bersama Arumi.     

Arthur  langsung terdiam dan menundukkan kepalanya.     

"Kau pikir sangat pantas seorang adik berkata kasar kepada Kakak yang lebih tua?!" bentak Charles dengan kedua netra menajam menatap Arthur.     

"Arthur, Sayang... ayo masuk ke ruang rahasia, sudah saatnya, Sayang," ujar Arumi dengan lembut.     

'Ibu, berbicara lembut kepadaku, pasti setelah ini dia akan melakukan hal yang keji kepadaku,' bicara Arthur di dalam hati.     

Dengan tetpaksa dan raut wajah yang ketakutan Arthur menuruti perintah kedua orang tuanya, dia meninggalkan David dan masuk ke dalam ruang rahasia.     

Sementara David masih berdiri di tempat semula sambil membayangkan hukuman apa yang akan di terima oleh Arthur.     

"Ini, yang sering aku rasakan hampir setiap hari, Arthur. Dan aku mendapatkan perlakuan buruk dari Ayah, dan Ibu, juga gara-gara kau," David menyeringai, "sekarang giliranmu,"     

***     

David merasa kesal atas kepulangan Arthur, karna dengan begitu, maka Mesya akan berada dalam behaya lagi.     

"Kenapa pula, si Bocah Sialan! Malah pulang ke rumah! Bahkan aku berharap tubuhnya di cabik-cabik oleh buaya penghuni sungai," rutuk David dengan wajah yang sinis.     

Dia kembali dihantui rasa was-was atas keselamatan Mesya.     

***     

Esok harinya, rutinitas pagi di kelurahan Davies.     

Mereka duduk mengelilingi meja bundar.     

Makan bersama di pagi hari adalah rutinitas dalam keluarga ini.     

Mesya datang paling belakang, di saat semua sudah berkumpul dan menunggunya untuk menyantap hidangan pagi.     

Mesya di kejutkan dengan kehadiran Arthur yang juga duduk di ruang makan.     

Dia tak berani menyapanya, Arthur juga tampak sangat berbeda, wajahnya tak ceria seperti biasanya.     

Senyuman slengean yang menjadi ciri khas Arthur juga tak tampak.     

Dan yang membuat Mesya semakin heran adalah luka-luka lebam yang ada di wajah Arthur.     

Luka itu tidak seperti luka bekas kecelakaan, tapi seperti luka habis penganiayaan.     

'Apa, Ayah, dan Ibu, sudah menghukumnya?' bicara Mesya di dalam hati.     

Dia melirik kearah David, tampak dingin seperti biasanya, sedangkan Charles juga tampak santai seperti biasanya, seperti tak terjadi apa pun.     

Bahkan pria paruh bayah itu tampak sedang menggigit daging dengan lahap, bahkan Mesya hampir muntah melihatnya.     

Mesya hanya bisa diam menahan mual, tapi kalau dia berlari dan memuntahkan isi perutnya sekarang, dia takut orang tuanya akan tersinggung.     

"Sayang, Ibu sudah memblikan makanan kesukaanmu, kau harus memakannya ya," ujar Arumi.     

"Baik, Bu," Mesya meraih nasi kotak yang sudah tersedia di hadapannya.     

Dia membukanya, "Ibu membelikan ku daging?" tanya Mesya.     

"Iya," jawab Arumi. "Tapi kau tenang saja, Sayang. Itu daging masakan restoran bukan masakan Ibu," ujar Arumi meyakinkan Mesya.     

"Ah iya, Bu. Aku percaya," ujar Mesya.     

"Bagus, kalau begitu makan yang banyak, Sayang," pinta Arumi.     

"Baik, Bu," jawab Mesya.     

Meski agak ragu-ragu, Mesya tetap menyantap makanan itu.     

Arumi tersenyum tipis melihatnya.     

'Bagus, Sayang, masakan Ibu memang enak, 'kan?' bicara Arumi di dalam hati.     

Setelah itu Arumi kembali menikmati makananya.     

Dia sudah tidak terlalu memperhatikan Mesya.     

Sampai tidak tahu kalau Mesya tidak memakan dagingnya, dia hanya memakan salad dan nasi saja.     

Mesya memakannya dengan tergesa-gesa. Sehingga dia selesai lebih duluan.     

"Bu, aku sudah selesai, Bu!" ucap Arumi.     

"Wah hebat!" ucap Arumi dengan wajah senang.     

"Bu, apa aku boleh pergi ke mobil duluan?" tanya Mesya.     

"Kalau kau sudah menghabiskan makananmu, tentu saja boleh," jawab Arumi.     

"Terima kasaih, Ibu!"     

Mesya pun meninggalkan ruang makan dan masuk ke dalam mobil.     

Dia melakukan hal ini karna dia ingin mengubungi Lia.     

Waktunya tidak banyak, dia segera meraih ponsel dan menelepon Lia di dalam mobil itu.     

"Ayo, Bunda! Cepat angkat teleponnya!" ujar Mesya dengan wajah panik, dan berkali-kali dia mengintip keluar, lewat kaca mobil.     

Berharap tidak ada yang melihatnya.     

Drrt...     

Akhirnya panggilan tersambung.     

"Halo, Bunda!"     

[Hay, Mesya,]     

"Apa, Bunda, jadi pergi sekarang?"     

[Tidak, Sayang, Bunda akan berangkat besok, karna ada berkas dan sedikit urusan yang belum terselesaikan,] jawab Lia.     

"Aduh, kenapa bisa begitu, Bunda! Bunda, harus segera pergi meninggalkan tempat ini!"     

[Bunda tahu, Mesya hanya saja memang hari ini, Bunda belum bisa pergi, tapi Bunda berada di tempat yang aman, jadi kau tak perlu khawatir,]     

"Benarkah? Memangnya, Bunda ada di mana?"     

[Bunda, sedang berada di rumah Marry, jadi kau tenang saja, Sayang!]     

"Ah, baiklah, Bunda! Jaga kesehatan, Bunda, dan jaga nyawa, Bunda. Ingat aku masih ingin melihat Bunda suatu saat nanti!" tegas Mesya.     

Dan tak berselang lama terlihat Charles dan yang lainya mulai keluar dari dalam rumah.     

Mesya segera mengakhiri panggilan teleponnya.     

"Kalau begitu sudah dulu ya, Bunda! Mereka datang!" Mesya segera menutup panggilan teleponnya.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.