Anak Angkat

Ketakutan Salsa



Ketakutan Salsa

0Masih terasa begitu gemetar tubuh Salsa, dan Arthur merangkulnya.     
0

Wajah Salsa terlihat begitu pucat.     

Dia benar-benar masih tidak percaya jika Arthur itu semenyeramkan ini.     

      

"Salsa, kita duduk di sini saja ya," ucap Arthur. Salsa masih dengan wajah ketakutannya, tak sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya.     

"Sebentar lagi sopirku akan segera datang," tukas Arthur lagi.     

Arthur menggenggam tangan Salsa yang begitu dingin. Arthur merasakan detak jantung Salsa yang begitu kencang, Arthur sangat paham jika Salsa sedang ketakutan.     

      

"Aku bilang apa tadi, sudah jangan takut, kamu tidak perlu memikirkan mereka, orang-orang suruhan ayahku akan segera mengurusnya," pungkas Arthur.     

      

Salsa segera bangkit dari tempat duduknya.     

Dia menarik kerah baju Arthur.     

"Bagaimana aku bisa tenang! Kita ini habis membunuh orang, Arthur!" tegas Salsa dengan derai air mata ketakutan.     

      

Arthur mengembangkan senyuman, tak ada sedikit pun rasa sesal dan ketakutan di wajahnya. Salsa tampak keheranan melihat tingkah aneh Arthur itu.     

"Kenapa kamu tersenyum?! Apa tak ada sedikit pun rasa takut dalam hatimu!?"     

Salsa memperkencang lagi cengkeraman tangannya, di kerah baju Arthur.     

"Arthur, tolong hentikan tertawaanmu yang menyebalkan itu! Kita ini habis membunuh orang Arthur!" teriak Salsa.     

      

Dan dengan santainya Arthur meraih tangan Salsa dan melepaskan cengkeraman dari kerah bajunya.     

"Kalau kamu berteriak seperti ini, orang akan menjadi tahu kalau kita sudah membunuh orang," ucap Arthur.     

Salsa langsung terdiam dia mempertimbangkan ucapan Arthur, karna kalau dia panik dan berteriak-teriak seperti ini, maka orang-orang akan menjadi curiga.     

Salsa terdiam dengan nafas tersengal-sengal, gadis itu menahan rasa marah dan ketakutannya.     

      

Arthur kembali merangkul pundak Salsa.     

"Aku sudah bilang, kamu itu tidak usah takut, orang-orang dari ayahku yang akan mengurusnya," tukas Arthur sekali lagi untuk menenangkan Salsa.     

Tapi tak ada sedikit pun rasa tenang di hati Salsa.     

Bagaimana bisa tenang?     

Bayangkan jika melihat tiga teman sekelasnya mati secara bersamaan di hadapannya.     

      

"Salsa, kamu jangan takut begitu," Arthur meraih tangan Salsa.     

"Kamu tidak perlu merasa bersalah, karna yang membunuh mereka itu aku bukan kamu," tukas Arthur.     

"Iya, tapi aku menjadi saksi atas peristiwa itu, Arthur, dan aku sangat takut, karna seumur hidupku baru kali ini melihat adegan pembunuhan di depan mata!" jelas Salsa yang sudah tampak sangat frustasi.     

      

Arthur masih tampak santai, bahkan senyuman yang menjadi ciri khasnya itu masih tak menghilang dari wajahnya.     

"Kalau kamu masih ingin dekat dengan Kakakku, maka kamu harus terbiasa dengan semua ini, Salsa," ucap Arthur.     

      

Salsa segera menegakkan pendangannya, "Apa maksud kamu?"     

      

Arthur membelai rambut Salsa.     

"Ini baru permulaan, dan kalau kamu ingin mengenal lebih dalam tentang Kakakku, maka kamu harus bisa melihat hal yang lebih menyeramkan dari ini" ucap Arthur lagi.     

Salsa masih tak mengerti dengan apa yang Arthur maksud.     

'Ini hanya permulaan dan akan ada hal yang lebih menyeramkan lagi, itu maksudnya apa?' tanya Salsa di dalam hati.     

Dalam hati Salsa terus bertanya-tanya, tapi ketika hendak menanyakan langsung kepada Arthur entah mengapa lidahnya mendadak keluh.     

Ini bicara tentang nyawa orang yang telah melayang, tapi Arthur masih berlaku seolah-olah tak peduli, dan biasa saja.     

Mungkin orang normal akan berlaku panik, menangis atau bahkan tubuhnya gemetar.     

Tapi tidak dengan Arthur, tak sedikit pun keringat menetes dari dahinya karna rasa takut atau deg-degan.     

      

      

Tak berselang lama mobil milik keluarga Davies datang untuk menjemput mereka.     

"Itu mobilnya sudah sampai, ayo kita pulang sekarang," ujar Arthur.     

Salsa masih juga tak mau bicara, tubuhnya benar-benar pucat.     

"Aku akan mengantarkan mu pulang sekarang," ucap Arthur.     

Dia menggandeng lengan tangan Salsa yang masih keringat dingin.     

      

Sepanjang perjalanan itu, tak satu pun kata yang keluar dari mulut mungil Salsa.     

Arthur sendiri juga tak banyak bertanya kepada Salsa karna dia tahu kalau Salsa itu sedang tidak ingin banyak bicara.     

      

Sesampai di rumahnya, Arthur pulang dan masih di antarkan oleh sopirnya.     

Sedangkan Salsa langsung berlari memasuki kamarnya     

      

      

***     

Ke esokkan harinya.     

Salsa tidak berangkat ke sekolah, mendadak gadis itu tidak enak badan.     

Kondisi kesehatan gadis itu menurun drastis karna masih sangat trauma mengingat kejadian yang kemarin.     

      

Sedangkan David yang ada di sekolah mulai tampak bingung dan heran dengan Salsa yang tidak masuk hari ini.     

Padahal, bisanya Salsa selalu mengganggunya.     

David mencari Salsa bukan karna rindu, tapi murni karna heran.     

      

"Kak David, kenapa melamun?" tanya Arthur yang tiba-tiba hadir dan menepuk pundaknya.     

Lalu David menengok kearahnya, dan memandang wajah Arthur yang selalu tertawa dengan ciri khasnya itu.     

"Hentikan senyuman bodohmu itu! Aku tahu kau hanya menutup sikap menyeramkan mu itu dengan senyuman bodoh itu!" cerca David.     

      

Arthur malah kembali melebarkan senyuman itu.     

"Ku lihat, Kak David, sedang gusar kenapa?" tanya Arthur.     

"Itu bukan urusanmu!" cantas David.     

"Wah, mau sampai kapan, Kaka, menjadi galak seperti ini? Bukanlah kalau dengan saudara itu tidak boleh berlaku seperti ini ya?" tanya Arthur dengan nada yang menyindir.     

      

David pergi begitu saja dari hadapan Arthur.     

Dan di belakang Arthur mulai mengikuti langkah kaki sang kaka.     

      

"Jangan mengikutiku! Aku sedang malas berkelahi dengan mu!" ketus David.     

"Memangnya siapa yang ingin berkelahi?" tanya Arthur dengan santainya.     

David enggan menanggapinya lagi, dia mempercepat langkahnya.     

Lalu ketika sampai di aula sekolah yang sepi, David menghentikan langkahnya.     

Dan di belakang masih ada Arthur yang mengikutinya.     

David berbalik badan lalu meraih kerah baju seragam Arthur.     

"Cepat pergi dan jangan menggangguku!" sergah David.     

Arthur masih tertawa selengean menanggapinya.     

Lalu David memukul wajah adiknya itu.     

      

      

Dan bertepatan di saat itu, Mesya datang dan tak sengaja dia melihat pertengkaran itu.     

      

"Hentikan!" teriak Mesya.     

Gadis itu berlari menghampiri mereka.     

"Mau sampai kapan kalian bertengkar terus?! Ini sekolahan, Kak!" oceh Mesya.     

David melepas kembali kerah baju Arthur, lalu pendaganya mengalih kearah Mesya.     

Seketika Mesya menjadi ketakutan, wajah David terlihat begitu menyeramkan.     

"Kamu itu hanya anak gadis yang lemah! Jadi tolong berhenti mengurus kami, para anak lelaki yang kuat!" cantas David.     

Setelah itu David melepaskan kerah baju Arthur dan mendorongnya.     

Lalu dengan segera Mesya menolong Arthur.     

"Kak Arthur, tidak apa-apa, 'kan?" tanya Mesya.     

"Ah  tidak. Hanya sedikit luka memar di bagian bibirku," sahut Arthur.     

      

"Kak, ayo kita ke kantin, aku akan meminta es batu dari Bu Kantin, lalu aku akan mengompres lukamu, Kak!" ucap Mesya yang mulai panik.     

 Belum sempat melakukannya, David kembali menyerang Arthur.     

Perkelahian kembali terulang.     

      

      

      

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.