Dear Pak Polisi..

Amarah dan Kepanikan Anin



Amarah dan Kepanikan Anin

0Asni dan Rafka kini sedang duduk di balkon kamar Asni.     
0

Mereka tengah menikmati waktu santai mereka dengan cemilan dan minuman dingin.     

"Apakah kamu telah melakukannya untuk mama, Raf?" ucap Asni.     

Rafka tersenyum miring.     

"Tentu.. tentu aku sudah melakukannya sesuai dengan perintah mama.. malam itu juga aku langsung melakukannya." ucap Rafka.     

Asni tersenyum miring.     

"Bagus! Biar dia tahu rasa.. Sesekali kita harus memberi pelajaran untuknya agar di tidak bisa macam-macam pada mama.." ucap Asni.     

"Bukan hanya sekali ma.. tapi kita harus terus melakukan sesuatu sampai semua harta yang dia punya beralih nama kepemilikannya menjadi nama aku atau pun nama mama.. mama jangan mau dong gak dapat apa-apa setelah melakukan pengorbanan selama belasan tahun.." ucap Rafka.     

"Iya kamu benar.. selama ini mama dengan ikhlas merawat dia dan anaknya.. mama mencintai dia dan mama berpikir bahwa dia juga mencintai mama.. tapi ternyata, dengan gampangnya dia mengatakan bahwa dia tidak mencintai mama tetapi cintanya justru masih melekat untuk wanita sialan itu! Mama sakit hati, Raf!! Sakit!" ucap Asni.     

"Iya ma aku tahu.. untuk itu kita harus membalaskan semua rasa sakit mama dengan merebut semua harta yang dia punya!" ucap Rafka.     

"Lalu apa rencana kamu yang selanjutnya??" ucap Asni.     

"Tujuanku masih tetap sama.. aku masih ingin memiliki Anin.. bagaimana pun dia harus membalas cinta aku untuk dia! Aku gak rela jika hanya aku yang mencintai dia!! Gak! Aku gak rela! Dia harus bisa merasakan bagaimana rasanya mencintai tapi tidak dicintai!" ucap Rafka.     

"Apa tidak ada perempuan lain di luar sana yang jauh lebih baik dari pada dia, Raf??! Dia itu sama seperti papanya.. jika dia telah mencintai seseorang, maka cintanya hanya untuk orang itu saja! Tidak bisa dibagi!" ucap Asni.     

"Tapi aku akan melakukan apa pun agar dia bisa merasakan sakit seperti yang aku dan mama rasakan! Harus!" ucap Rafka.     

"Jadi, apa rencana kamu untuk selanjutnya?? Apakah kamu akan merampas semua harta Wiran terlebih dahulu, lalu menghancurkan Anin atau justru sebaliknya?" ucap Asni.     

Rafka tersenyum miring.     

"Mama akan tahu semuanya nanti.. setelah aku benar-benar melakukannya." ucap Rafka.     

........     

Wiran kini sedang berada di ruang IGD. Dirinya tengah diperiksa oleh beberapa petugas medis.     

Anin tak henti-hentinya menangis dan panik. Hanan terus berusaha untuk membuat Anin merasa tenang dan nyaman. Mereka duduk di kursi tunggu di depan ruang tersebut. Hanan membawa Anin dalam dekapannya.     

Ia mengecup puncak kepala Anin berulang kali untuk menghilangkan kepanikannya.     

"Sayang.. udah sayang.. udah.. papa kamu akan baik-baik saja kok.. In Syaa Allah.." ucap Hanan.     

"Hiks.. papa mas.. papa gak sadarkan diri.. papa kenapa?? Hiks.." ucap Anin terisak.     

"Udah sayang... dokter sedang menangani papa kamu di dalam.. papa akan sembuh dan sadar.. tenanglah.." ucap Hanan.     

Tiba-tiba, pintu ruang IGD dibuka dengan lebar dan beberapa suster keluar seraya mendorong brangkar pasien.     

Sontak, Anin langsung bangkit dari duduknya. Ia berjalan menghampiri para suster tersebut.     

Dan ia terkejut kala melihat papanya yang berada di brangkar tersebut. Hanan pun menghampiri Anin.     

"Papa saya kenapa sus?? Papa mau dibawa ke mana? Papa baik-baik aja kan sus?" ucap Anin cemas.     

Hanan berusaha menenangkan Anin terus-menerus.     

"Sayang.. tenang." ucap Hanan.     

"Jawab saya suster!!!" bentak Anin.     

"Dokter Wiran kritis.. dia harus dibawa ke ruang ICU mbak.. maaf.. kami harus segera membawa beliau ke ruang ICU.." ucap salah seorang suster.     

Anin benar-benar terkejut mendengar hal tersebut. Para petugas medis langsung mendorong brangkar Wiran dan meninggalkan Anin yang mematung.     

Deru nafas Anin menggebu-gebu dan tidak beraturan. Rasa sesak menyerang dadanya kalau mendengar hal tersebut. Anin memegangi dadanya yang sesak.     

"Hiks.. papa.. sebenarnya apa yang terjadi sama papa sih sampai papa menjadi seperti ini?? Hiks.. papa.." ucap Anin terisak.     

Hanan lalu membawa Anin ke dalam pelukannya.     

"Sayang.. kamu gak boleh seperti ini.. kamu harus kuat dan tenang.. papa akan baik-baik saja.." ucap Hanan.     

"Kamu selalu bilang bahwa papa akan baik-baik saja, mas! Tapi apa?! Kamu lihat?! Sekarang Papa aku dibawa ke ruang ICU karena kondisinya kritis! Dan aku bahkan gak tahu apa penyebabnya!! Papa aku kritis mas!! Kritis!! Hiks.." ucap Anin histeris seraya menjauhkan tubuhnya dari Hanan.     

"Sayang.. maaf.. maafin aku.. aku cuma gak mau kalau kamu sampai panik seperti ini.." ucap Hanan.     

"Gimana aku gak panik mas?? Papa aku.. orang yang paling aku sayangi, saat ini kondisinya sedang kritis, mas.. papa kritis.. hiks.." ucap Anin.     

"Aku tahu Anin.. tapi kamu gak seharusnya seperti ini.. seharusnya kamu berdoa.. kamu tenang dan sabar.. bukan seperti ini.. karena nangis dan marah-marah gak akan bisa menyelesaikan masalah.. kamu nangis, kamu marah, percuma! Itu gak akan bisa membuat papa kamu mampu melewati masa kritisnya!" ucap Hanan.     

"Kamu gak ngerti! Kamu gak ngerti bagaimana rasanya takut sekali kehilangan orang yang sangat aku cintai! Kamu gak ngerti mas! Kamu gak akan pernah mengerti!" ucap Anin lalu pergi meninggalkan Hanan.     

"Arghhh!!! Kenapa semuanya harus menjadi seperti ini sih?!" gerutu Hanan seraya menjambak rambutnya frustasi.     

'Kekacauan baru akan dimulai Hanan Adyatma Nugroho..' ucap seseorang di dalam hatinya yang mana orang tersebut kini sedang mengawasi pergerakan mereka dari tempat tersembunyi.     

......     

"Perasaan gue tiba-tiba gak enak deh..." ucap Andre tiba-tiba.     

"Kenapa lo?" ucap Alex.     

"Gak tahu kenapa ya gue merasa ada sesuatu yang terjadi pada Hanan dan Anin saat ini." ucap Andre.     

"Ya udah biar gue coba hubungi aja.. dari pada lo semua penasaran kan.." ucap Arga.     

Mereka pun mengangguk.     

"Iya sih gue juga kayak tiba-tiba mencemaskan Anin.. biasanya kalau udah begini, Anin tuh pasti sedang dalam masalah." ucap Evan.     

"Ya udah ini lagi gue hubungi si Hanan." ucap Arga.     

........     

Hanan membiarkan Anin pergi untuk menunggu Wiran di depan ruang ICU. Sementara dirinya, dirinya memilih untuk menunggu di tempat lain.     

Hanan benar-benar bingung saat ini. Ia tak pernah menyangka bahwa Anin akan menjadi semarah ini padanya hanya karena masalah kecil.     

Untuk pertama kalinya, dirinya melihat amarah Anin yang sebesar ini. Selama ini, Anin bahkan tak pernah seperti itu.     

Hanan pun memaklumi. Ia berpikir mungkin Anin seperti itu karena menyangkut keselamatan papanya, orang yang sangat dia cintai.     

"Mungkin Anin menjadi seperti ini karena dia sangat takut kehilangan papanya.. satu-satunya orang yang sangat dia sayangi dan menyayangi dia.. Aku harus memberikan Anin waktu untuk sendiri dulu saat ini.. tetapi masih tetap dalam pengawasanku.." gumam Hanan.     

Di tengah-tengah lamunannya mengenai Anin, ponselnya mendadak berdering, menandakan ada panggilan masuk di sana.     

Drrrrtttt....     

......     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.