Dear Pak Polisi..

Keluarga Baru



Keluarga Baru

0Di ruang televisi...     
0

Setelah mencuci tangan, Rafka telah kembali ke ruang televisi.     

"Udah cuci tangan atau belum kamu??" ucap Wiran.     

"Udahlah.." ucap Rafka.     

"Coba ma periksa.. kalau masih bau, jangan dikasih cake nya.." ucap Wiran.     

"Papa ya Allah pa..." ucap Rafka kesal yang membuat Wiran hanya terkekeh geli.     

Tiba-tiba mereka mendengar sebuah suara dari pintu utama rumah. Suara teriakan cempreng yang ternyata berasal dari mulut Anin.     

"Assalamualaikum!!! Anindya Putri Aisyah yang paling cantik pulang!!!" ucap Anin berteriak ketika memasuki rumah.     

.     

"Wah sepertinya itu Anin mas.. dia sudah sampai.." ucap Asni.     

"Si cempreng telah kembali..." ucap Rafka.     

"Rafka..." peringat Wiran.     

Rafka hanya cengengesan.     

...     

"Bapak ihhh!!! Usil banget sih!!" ucap Anin cemberut seraya memukul lengan Hanan sekilas.     

Hanan pun terkekeh.     

"Saya bener lho nin.. saya berbicara berdasarkan fakta wkwk.." ucap Hanan.     

"Au ah.. saya ngambek!" ucap Anin lalu berlari menuju ruang televisi.     

Dan, di sana ia mendapati Wiran, Asni dan juga Rafka.     

"Papa!!!" teriak Anin ketika mendapati papanya di sana. Wiran langsung berdiri dari duduknya dan merentangkan tangannya.     

Anin langsung berlari ke dalam pelukan Wiran. Wira mempererat pelukan itu. Dia benar-benar merindukan putri semata wayangnya.     

Hanan tak lama menyusul dan berada di sana. Hanan tersenyum ramah pada Asni yang disambut baik oleh Asni.     

Wiran mengecup puncak kepala Anin.     

"Anak papa ke mana aja sih?? Papa kangen banget sama kamu sayang..." ucap Wiran lalu melerai pelukan tersebut.     

"Aku diculik sama om-om itu pa..." ucap Anin seperti anak-anak. Hanan membelalakkan matanya karena dengan gampangnya Anin mengatakan hal itu. Melihat ekspresi yang menggemaskan dari wajah Hanan justru membuat Anin menahan tawanya.     

"Om-om dari mana yang menculik kamu ini??" ucap Wiran.     

"Gak tahu tuh pa dari mana.." ucap Anin.     

Wiran lalu tersenyum.     

"Ayo Hanan.. silahkan duduk.." ucap Wiran mengajak Hanan untuk duduk. Hanan lalu tersenyum kaku dan mengangguk. Mereka semua lalu duduk di sana.     

"Om sudah mendengar semuanya dari Anin.. maafkan om ya karena waktu itu om sempat marah sama kamu.." ucap Wiran.     

Hanan pun mengangguk.     

"Iya om gak apa-apa kok.." ucap Hanan.     

"Jadi, kapan nih kira-kira kamu akan melamar Anin?? Bukankah kamu mengatakan bahwa kamu akan melamar Anin dalam waktu dekat ini??" ucap Wiran.     

"Hmm... iya om... sejujurnya saya ingin sekali melamar Anin secepatnya.. tetapi saya minta maaf om.. karena saya belum bisa memberi kepastian kapan saya bisa melamar Anin.. karena ada banyak hal yang belum bisa saya selesaikan.." ucap Hanan.     

"Jadi, kamu belum bisa memberi kepastian apa pun untuk anak saya setelah kamu membawa dia pergi dari rumah ini??" ucap Wiran.     

Deg!     

...     

Reino kini telah tiba di rumah Orang tua Radit.     

"Assalamualaikum om, tante.." ucap Reino ketika dirinya menemui kedua orang tua Radit di ruang keluarga.     

"Waalaikumsalam.. Eh No.. kamu sama siapa ke sini??" ucap Dita.     

"Aku sendiri tante.. tadi bibi bilang bahwa kalian ada di sini.. jadi aku langsung ke sini.." ucap Reino.     

Dita dan Ravi pun mengangguk.     

"Kamu sudah mendengar kabar soal Radit, No?? Maaf ya karena om dan tante tidak sempat mengabari kamu pada saat itu.." ucap Dita.     

Reino pun mengangguk.     

"Iya tante.. aku baru mendapatkan kabar itu.. dan aku terkejut sekali.. karena aku juga kan baru pulang dari luar negeri om, tan.." ucap Reino.     

Dita mengangguk.     

"Iya No.. Radit meninggal karena ditembak.." ucap Dita.     

"Apa?! Radit meninggal karena ditembak?? Bagaimana bisa tan? Apakah om dan tante sudah mengetahui siapa pelakunya??" ucap Reino terkejut.     

"Pelakunya sudah ditahan oleh polisi.. tetapi kami masih belum rela kehilangan Radit.. Radit itu satu-satunya harapan kami.. tapi ternyata sekarang di udah gak ada lagi... harapan kami sudah mati, no.." ucap Dita.     

"Tante.. om.. kalian tidak boleh seperti ini.. perjalanan hidup masih sangat panjang.. masih ada banyak hal yang bisa kalian lakukan untuk membahagiakan diri kalian.." ucap Reino.     

"Saya bekerja keras sejak usia saya masih muda.. semua saya lakukan untuk kebahagiaan keluarga saya.. anak dan istri saya.. tapi sekarang anak saya sudah tiada.. lalu untuk apa lagi semua kekayaan yang saya punya ini??" ucap Ravi.     

"Om... semua ini.. semua yang om dapatkan dari hasil kerja keras om ini sangat berharga untuk orang-orang di luar sana.. mereka sangat membutuhkan semua ini.. dan om lihatlah karyawan-karyawan om.. mereka masih sangat membutuhkan pekerjaan dari perusahaan om.. tolong bangkit lagi om.. om dan tante harus kembali bersemangat.." ucap Reino.     

"Saya sangat menyayangkan Rei.. Radit meninggal sebelum dia menikah.. seandainya dia menikah di umur dua puluh empat tahun, mungkin sekarang saya sudah memiliki cucu.. setidaknya seorang cucu bisa sedikit menghilangkan luka di hati saya ketika saya kehilangan Radit.." ucap Ravi lirih.     

"Sabar om.. semua ini sudah tertulis di lauhul mahfudz.. kita mungkin bisa berencana ini dan itu, tapi bagaimana pun, semuanya kembali pada Sang Maha Pencipta.." ucap Reino.     

Ravi mengangguk.     

"Sekarang saya sudah tidak tahu lagi Rei.. saya gak tahu apa yang bisa saya lakukan setelah Radit gak ada.. Rasanya susah payan saya mengumpulkan semua harta ini, tapi percuma.." ucap Ravi.     

"Kalau om mau... kita bisa melakukan penyeleksian untuk seorang pemimpin yang nantinya bisa memimpin perusahaan om dan Radit.. sehingga nanti, om hanya tinggal memetik hasilnya saja.." ucap Reino.     

"Saya sulit mempercayai orang lain untuk mengelola bisnis saya.. Saya tidak bisa untuk saat ini.." ucap Ravi.     

"Ya sudah.. mungkin om dan tante butuh waktu untuk mengistirahatkan hati dan pikiran kalian sejenak.." ucap Reino.     

Ravi dan Dita pun mengangguk.     

"Oh iya No.. tante dengar waktu itu Anne hamil kan?? Di mana Anne dan anak kalian sekarang?? Kenapa kamu datang sendiri ke sini??" ucap Dita.     

Reino tersenyum getir.     

"Anne dan bayi kami telah meninggal tante.. Sekarang aku hidup sebatang kara.." ucap Reino.     

"Astaghfirullah ya Allah... sabar ya No.." ucap Dita.     

"Kamu yang sabar ya Rei.. om baru tahu bahwa kamu sekarang juga sebatang kara.." ucap Ravi.     

Reino pun mengangguk.     

"Iya om.. tante.. gak apa-apa kok.. itulah sebabnya sekarang aku lebih senang untuk menyibukkan diri aku dengan pekerjaan.. karena aku udah gak punya siapa-siapa lagi di sini.. dan terakhir kali bertemu juga, aku ke sini.. main ke rumah Radit bareng Anne.. momen itu gak akan pernah bisa aku lupain.." ucap Reino tersenyum getir.     

Ravi dan Dita menatap haru pada Reino.     

"Rei.. kalau kamu merasa sunyi.. kamu boleh datang ke sini.. anggaplah kami sebagai orang tua kamu.. dan anggaplah bahwa rumah ini juga rumah kamu... Karena bagaimana pun, kami sudah menganggap kamu seperti anak kami sendiri sejak lama, Rei.." ucap Ravi.     

"Iya no.. kamu jangan sungkan ya kalau sama om dan tante.. kami mengenal kamu dengan sangat baik.. sekarang kita adalah keluarga.." ucap Dita.     

Reino tersenyum haru mendengarnya.     

........     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.