Dear Pak Polisi..

Itu Reminds Me About You



Itu Reminds Me About You

0Aurora telah membantu Wilbert untuk membawanya ke kamar. Kini, Wilbert telah berada di tempat tidur dengan posisi tubuh berbaring.     
0

"Pa, papa tunggu sebentar ya.. Aurora akan menghubungi dokternya papa terlebih dahulu.." ucap Aurora.     

"Tidak perlu ra.. biarkan papa saja yang menghubunginya.. kamu, tolong suruh pembantu di rumah ini untuk membereskan kekacauan yang ada di lantai dasar." ucap Wilbert.     

Aurora pun mengangguk.     

"Iya pa.. baiklah.. Kalau begitu, Aurora panggil para maid ya pa.. papa gak apa-apa kan jika Aurora tinggal papa sendirian di sini?" ucap Aurora.     

Wilbert pun mengangguk.     

"Iya gak apa-apa kok ra.. udah sana kamu suruh para maid untuk membersihkan semuanya.." ucap Wilbert.     

Aurora pun mengangguk.     

"Baik pa.." ucap Aurora. Aurora pun lalu berjalan keluar dari kamar Wilbert dan menutup pintunya.     

"Saya harus menghubungi seseorang.." gumam Wilbert.     

Wilbert pun lalu mencoba untuk menghubungi seseorang.     

....     

"Iya iya ndre... saya baik-baik saja.. bagaimana dengan polres?? Apa mereka semua sudah berhasil diamankan dan dimintai keterangan untuk penyidikan lebih lanjut??" ucap Hanan pada Andre di seberang telepon.     

"Alhamdulillah kalau begitu.. senang gue dengar nya.. eh by the way Anindya gimana?? Dia udah sama lo atau belum?" ucap Andre.     

"Iya ndre alhamdulillah udah kok.." ucap Hanan.     

"Alhamdulillah.. oh by the way tadi kita mendapat berita baru bahwa ada seorang suami istri melakukan bom bunuh diri di depan rumah ibadah.. kita harus mengusut maksud dan tujuan dia melakukan itu.. dan untuk urusan mereka, semuanya sudah selesai.. dan rumah kontrakan itu juga sudah kita kasih garis polisi.. lo tenang aja.." ucap Andre.     

"Tugas baru lagi?? Terus sampai kapan tugas saya selesai, ndre?? Saya berhenti aja deh kalau gitu.. kalau kayak gini caranya yang ada tuh saya gak nikah-nikah.. udah deh saya menyerah.." ucap Hanan jengah.     

"Nan, pekerjaan kita ini mulia banget lho.. ya mungkin pada saat awal gue dimutasikan ke satker intel, gue sedikit ngedumel karena pekerjaan, tanggung jawab dan juga resikonya lebih besar dan berat... tapi setelah gue jalani selama ini, gue menjadi merasa bahwa Tuhan emang gak pernah salah menitipkan sesuatu terhadap hambanya bahkan pekerjaan atau jodoh sekali pun.." ucap Andre.     

"Gimana? Gimana ndre?" ucap Hanan.     

"Gini lho nan... apa yang saat ini kita terima adalah apa yang terbaik bagi Allah untuk kita.. jadi, segala sesuatu yang kita dapatkan, rasakan, jalani sekarang ini, memang sudah seperti itu ketentuannya.." ucap Andre.     

"Iya ndre saya paham.. tapi ini terlalu berat untuk saya.. berat sekali.. ini benar-benar pilihan yang sulit untuk saya.." ucap Hanan.     

Anin yang berada di sebelahnya hanya mendengarkan saja tanpa berniat untuk ikut campur.     

"Allah akan membebani hamba-Nya sesuai dengan kesanggupannya.. such as, Allah gak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan umat-Nya... Allah gak akan kasih kita pekerjaan itu kalau kita gak sanggup menjalaninya.. begitu nan.." ucap Andre.     

Hanan memejamkan matanya sejenak.     

"Astaghfirullah... iya ndre kamu benar.. thanks.. saya sudah tiba di rumah.. teleponnya saya matikan.. kita lanjutkan pembahasan ini nanti.." ucap Hanan.     

"Oke sippp... hati-hati lo berdua ya.. Assalamualaikum.." ucap Andre.     

"Iya ndre.. waalaikumsalam.." ucap Hanan.     

Tut.     

Sambungan telepon pun terputus.     

"Kita sudah sampai pak??" ucap Anin pada Hanan.     

Hanan pun mengangguk.     

"Iya Nin sudah.." ucap Hanan seraya melepas seatbeltnya.     

"Hmm iya.." ucap Anin.     

"Kamu bisa melepas seatbetlnya sendiri?? Atau biar saya saja yang melepasnya?" ucap Hanan.     

Anin terdiam sejenak. Pertanyaan Hanan sukses membuat dirinya teringat akan Wilbert.     

Di mana pada saat itu Anin dan Wilbert akan pergi menemui Hanan di sebuah apartemen yang nyatanya itu tidak benar-benar Hanan yang mereka temui, melainkan Alex.     

Ketika akan turun dari mobil pada saat itu, Wilbert juga melakukan hal yang sama pada Anin seperti apa yang Hanan akan lakukan pada saat sekarang.     

Dan pada saat itulah, awal pertama Anin mengetahui wajah tampan Wilbert di balik maskernya.     

Hanan melambaikan tangannya di depan wajah Anin ketika dirinya menyadari bahwa Anin tengah melamun pada saat ini.     

"Anin... are you okay??" ucap Hanan.     

Anin pun tersadar dari lamunannya.     

"Hmm iya kenapa ya pak??" ucap Anin.     

"Kamu melamunkan apa sih tadi??" ucap Hanan.     

Anin pun menggeleng.     

"Enggak kok pak.. gak apa-apa.." ucap Anin.     

"Ya udah.. biar saya bukain seatbeltnya ya.. tangan kamu kan sedang sakit karena terkena pukulan itu tadi.." ucap Hanan.     

Anin pun mengangguk.     

"Iya pak makasih.." ucap Anin.     

Hanan pun mengangguk dan kini seatbelt tersebut telah terlepas.     

Hanan turun dari mobilnya lebih dulu dari pada Anin karena dirinya ingin membukakan pintu mobil untuk Anin.     

"Pelan-pelan nin.." ucap Hanan seraya membantu Anin untuk keluar dari mobilnya.     

Anin pun mengangguk. Hanan lalu membantu Anin untuk berjalan memasuki rumahnya.     

.....     

Seorang dokter tengah memeriksa kondisi Wilbert saat ini. Aurora terus berada di samping Wilbert, mendampingi Wilbert saat ini.     

"Pa, papa haus gak?? Kalau papa haus biar Aurora ambilkan minum untuk papa??" ucap Aurora.     

Wilbert pun mengangguk.     

"Iya ra.. ambilkan ya.." ucap Wilbert.     

Aurora pun mengangguk.     

"Baik pa.. Aurora ambilkan dulu ya minumnya." ucap Aurora.     

"Iya.." ucap Wilbert.     

Wilbert tak lupa menggunakan maskernya ketika dokter tersebut memeriksa dirinya.     

"Bagaimana bisa anda mengalami kejadian ini tuan, Son?" tanya dokter tersebut pada Wilbert.     

Dokter yang menangani Wilbert adalah dokter keluarganya yang telah lama bekerja sebagai dokter pribadi keluarga ini. Namun dokter tersebut tidak benar-benar mengetahui identitas asli Wilbert.     

Dirinya hanya mengetahui nama 'Son' untuk Wilbert. Bahkan, Wilbert juga meminta seluruh anggota keluarga dan para pekerjanya untuk menggunakan masker ketika ada orang asing yang masuk ke dalam rumah itu sekali pun mereka adalah karyawan, dokter pribadi atau partner bisnis sekali pun.     

Bahkan kini, Aurora juga menggunakan masker.     

"Apa itu perlu untukmu, dokter George?" ucap Wilbert dengan nada menusuk.     

"Maaf, saya hanya bertanya.." ucap sang dokter.     

"Selesaikan tugasmu.. jangan pernah berusaha untuk ikut campur atau mengetahui apa pun tentang saya dan keluarga saya! Kau hanya seorang dokter bayaran untuk keluarga ini!" ucapan Wilbert tajam.     

"Sekali lagi maafkan saya tuan.. saya tidak bermaksud untuk ingin tahu apa pun tentang anda dan keluarga anda.." ucap George.     

"Kau sudah selesai memeriksaku?? Jika sudah, maka tinggalkan resep apa yang perlu saya tebus dan pergi dari rumah ini sebelum saya berubah pikiran dan menghabisi nyawamu!" ucap Wilbert.     

"Ma-maaf tuan.. sekali lagi maaf.. saya sudah selesai memeriksa anda.. ini resep yang saya tinggalkan.. kalau begitu saya permisi tuan.." ucap dokter yang telah berusia paruh baya tersebut dengan ketakutan lalu pergi meninggalkan kamar Wilbert.     

Dokter George tak sengaja berpapasan dengan Aurora ketika berada di depan pintu kamar Wilbert. Aurora melihat ketakutan yang tersirat pada wajah dokter tersebut.     

'Kenapa dia terlihat ketakutan ya??' ucap Aurora di dalam hatinya.     

.......     

Thank You for Reading....     

Maafkan Typo....     

Please support this novel...     

:red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.