Gadis Lugu Liar Galak

Bu Peng



Bu Peng

0"Lalu "Nyonya" yang dikatakan gadis pembantumu semalam?..." Semalam Lu Sheng jelas-jelas mendengarkan gadis pembantu Hua Leya mengungkit kata "Nyonya" ketika berbicara dengan Hua Leya.     
0

Lu Sheng mengira "Nyonya" yang dikatakan itu adalah Nyonya Hua, ternyata bukan?!     

"Itu adalah ibu tiriku, Bu Peng." Ketika Hua Leya mengatakan nama ini, senyumannya pun langsung menghilang, ekspresi enggan dan tidak suka itu sangatlah jelas.     

Orang yang bisa membuat Hua Leya yang selalu lembut menunjukkan ekspresi seperti itu, bisa dibayangkan Bu Peng itu juga bukan orang yang baik.     

"Ternyata begitu." Lu Sheng menghelakan napasnya, "Aku tidak menyangka, bahkan Nyonya Hua juga tidak bisa melarikan diri dari takdir."     

Mata Hua Leya memerah, dia mengedipkan matanya, berusaha menahan air matanya keluar, lalu dia pun tersenyum, "Kali ini kami pindah kembali ke Huangyang, tujuannya untuk membawa abu tulang ibuku pulang dan memakamkannya. Karena sebelum ibuku meninggal, dia pernah mengatakan kota Yuxi tidak bisa dibandingkan dengan desa Liuyue yang di Huangyang."     

Ternyata selama beberapa tahun ini, keluarga Hua menetap di kota Yuxi, ya!     

"Kak Leya tidak bertemu dengan Kak Tao di Yuxi?"     

"Kak Tao Jia?" Hua Leya mengerutkan keningnya, "Maksudmu, Kak Tao Jia juga di Yuxi?"     

Lu Sheng menganggukkan kepalanya, "Istri Kak Tao adalah orang kota Yuxi, beberapa tahun ini Kak Tao sedang berbisnis di Yuxi."     

"Berarti kemungkinan kami tidak ditakdirkan untuk bertemu." Hua Leya menghelakan napas, "Padahal aku sudah berada di Yuxi selama delapan tahun, namun malah tidak pernah bertemu dengannya sama sekali."     

Tao Jia bagi Hua Leya bagaikan kakak laki-lakinya. Sebelumnya keluarga Hua adalah anak satu-satunya, tidak memiliki kakak adik. Sedangkan Tao Jia adalah seseorang yang sangat bisa menjaga orang, keberadaan Tao Jia bagaikan seorang kakak laki-laki yang hangat.     

Selama ini, Hua Leya terkadang suka teringat kembali masalah dan orang-orang dari masa kecilnya. Ketika dia mengenangnya, terkadang dia akan tersenyum sendiri, kemudian setelah tertawa, dia pun malah menjadi menangis.     

Syukurnya ayah Hua Leya adalah seseorang yang mengingat janji, ayahnya berjanji pada ibunya sebelum beliau meninggal akan memakamkannya di desa Liuyue.     

Bahkan ayah Hua Leya mengatakan setelah pulang ke desa Liuyue, maka mereka tidak akan pindah lagi ke tempat lain.     

Meskipun ayah Hua Leya menikahi Bu Peng, namun di dalam hatinya, Bu Peng tetap tidak bisa dibandingkan dengan ibu Hua Leya. Karena dibandingkan dengan ibu Hua Leya yang lembut dan berpendidikan, Bu Peng hanyalah seorang ibu desa yang hanya memiliki wajah cantik saja.     

Bu Peng tidak memiliki kemampuan apapun, hanya bisa memerintah orang dengan sikapnya yang sombong itu.     

"Jadi kali ini kalian pindah kembali, atau masih akan pergi?" Lu Sheng bertanya.     

Hua Leya menggelengkan kepalanya, "Tidak, ke depannya akan di Huangyang terus, di desa Liuyue." Jika memungkinkan Hua Leya ingin tinggal di desa Liuyue terus!     

"Apa yang Kakak katakan ini, jangan-jangan Kakak tidak mau menikah?"     

Ketika Lu Sheng menanyakan hal tersebut, dia baru sadar bahwa kini Hua Leya sudah delapan belas tahun. Dan di zaman ini kalau belum menikah di usia delapan belas, gadis itu akan ditertawakan orang.     

Hua Leya tertegun, lalu dia pun tersenyum dengan canggung, "Di desa Liuyue ini mana ada lagi orang yang ingin menikahiku." Ketika Hua Leya mengatakan hal tersebut, dia sengaja mengangkat matanya dan melihat Lu Sheng. Tatapannya itu membawa sedikit penantian.     

"Kak Leya begitu baik, mana mungkin tidak ada yang mau." Lu Sheng mengangkat alisnya dan bercanda, "Begini saja, sekarang Kak Ran juga belum menikah. Atau, kalian berpacaran dan menikah saja?"     

Hati Hua Leya langsung berbunga-bunga, namun pada permukaannya dia tetap berkata dengan tenang, "Kata-kata ini tidak boleh dikatakan begitu saja, kalau Kak Ran ada orang yang disukainya, takutnya dia menjadi tidak senang kalau mendengar kata-katamu ini."     

Lu Sheng mencibir, "Kak Ran akan senang atau tidak aku sih tidak tahu, ya. Pokoknya kalau dia tahu kamu pulang, dia pasti akan sangat senang."     

Hua Leya mengangkat tatapannya sedikit, "Benarkah?"     

"Pasti!" Lu Sheng menganggukkan kepalanya dengan kuat dan mengejek, "Waktu kecil kita main petak umpet bersama, dia selalu membawamu pergi bersembunyi, bahkan aku pun tidak dipedulikannya."     

Kini Lu Sheng berpikir kembali, tiba-tiba dia merasa waktu itu sepertinya Lu Ran memang sangat baik terhadap Hua Leya. Setiap kali main petak umpet, Lu Ran selalu membawa Hua Leya ketika bersembunyi, bahkan adik kandungnya ini pun tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti itu.     

"Itu masa kecil, kini Kak Ran mungkin sudah melupakannya." Hua Leya tiba-tiba merasa sedikit kecewa.     

Sudah delapan tahun, Hua Leya sangat penasaran bagaimana sosok Lu Ran yang sekarang.     

"Oh ya, Xiaosheng, Duan Zhen belum menikahimu?"     

Kini Lu Sheng berusia enam belas tahun, seharusnya dia sudah menikah sekarang. Hua Leya masih mengingat bahwa Lu Sheng dan Duan Zhen telah bertunangan, pernikahan ini bahkan ditetapkan oleh tetua kedua keluarga.     

Lu Sheng tersenyum, "Aku sudah tidak ada hubungan apapun dengannya sejak lama."     

Lu Sheng sepertinya sama sekali tidak memedulikan Duan Zhen, dan ini membuat Hua Leya sedikit kaget. Lu Sheng yang masih kecil sangatlah pemalu, namun tatapannya selalu mengejar Duan Zhen.     

Terlihat dari tatapan Lu Sheng waktu itu, meskipun dia masih kecil, namun Hua Leya bisa mengetahuinya bahwa Lu Sheng benar-benar sangat menyukai Duan Zhen. Kenapa sekarang justru mengatakan Duan Zhen tidak ada hubungan apapun lagi dengannya?     

"Aku dengar dia lolos ujian tahap pertama, apa karena ini, jadi dia…" Hua Leya mengerutkan keningnya, dengan hati-hati dia mencoba bertanya.     

"Bukan." Lu Sheng menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, "Lebih tepatnya, ayahku yang membatalkan pernikahan ini kepada keluarga Duan."     

"Ayahmu yang membatalkannya?" Hua Leya sangat kaget, "Kenapa?"     

"Karena, orang keluarga Duan mengatakan aku tidak serasi untuk menjadi istri Duan Zhen."     

Nada bicara Lu Sheng sangatlah santai. Dari suara Lu Sheng, Hua Leya bahkan tidak menangkap sejenak rasa sedih ataupun tidak rela. Seolah-olah masalah pembatalan pernikahan ini bagi Lu Sheng hanyalah sebuah pengalaman yang sudah berlalu, menghilang tanpa perasaan.     

"Kalau batal ya sudah. Mereka merasa kamu tidak serasi untuk menjadi menantu keluarga mereka. Padahal malah aku merasa Duan Zhen yang tidak serasi untukmu."     

Hua Leya juga tidak mengerti kenapa, dia tidak pernah menyukai Duan Zhen.     

Waktu kecil, Duan Zhen memiliki hubungan yang baik dengan Lu Ran dan Tao Jia, juga sering bermain bersama. Tetapi, Hua Leya selalu merasa dirinya tidak bisa berinteraksi dengan Duan Zhen, dia tidak menyukai kearoganan Duan Zhen yang sok itu.     

Lu Sheng menganggukkan kepalanya dengan serius, "Aku juga merasa dia tidak serasi untukku."     

Hua Leya tertegun sejenak, kemudian dia pun melepaskan sebuah tawa. Hua Leya mengulurkan tangannya dan mengelus poni Lu Sheng, sambil tersenyum dia mengatakan, "Aku paling suka dengan Xiaosheng yang seperti ini."     

Optimis dan percaya diri, benar-benar jauh berbeda dengan Lu Sheng yang di masa kecil itu.     

Lu Sheng menyusutkan lehernya dan tersenyum dengan lugu, "Hehe."     

"Kak Ran, dia… biasanya kapan akan pulang ke desa?" Hua Leya yang terdiam sejenak, dia pun mengarahkan topik pembicaraan ke Lu Ran lagi.     

Lu Sheng menatap ekspresi Hua Leya, di dalam hatinya dia pun mulai curiga, dengan tatapan penuh makna dia mengatakan, "Kakakku baru pulang di Festival Qingming kemarin. Untuk kepulangan selanjutnya mungkin harus satu bulan kemudian. Kak Leya kalau ingin bertemu dengan Kak Ran, bisa mencarinya di sekolah."     

Wajah Hua Leya langsung memerah dalam seketika, dia pun segera menjelaskan dengan panik, "Aku… aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya sudah lama tidak bertemu dengan Kak Ran, jadi ingin menemuinya saja."     

"Aku juga tidak bermaksud apa-apa kok!"     

Lu Sheng mengedipkan matanya dengan polos, dengan nada bicara yang jahil dia mengatakan, "Kak Ran juga sudah lama tidak bertemu dengan Kak Leya, siapa tahu dia juga sangat ingin bertemu denganmu, kan? Kebetulan kamu bisa pergi mencari kakakku, siapa tahu kakakku meletakkan kamu di dalam hatinya. Pada saat itu kamu juga jangan enggan, menikah saja dengan kakakku dan menjadi kakak iparku."     

Kata-kata Lu Sheng membuat wajah Hua Leya menjadi merah pekat.     

Hua Leya melotot pada Lu Sheng dengan marah, lalu dia berdiri dan mengatakan, "Hari ini aku masih ada urusan lain, tidak mau berdebat lagi denganmu. Lain hari baru aku akan datang mencarimu lagi."     

"Eh, Kak Leya jangan pergi dulu, daun tehmu belum diambil."     

"Tidak usah, lain kali saja." Hua Leya membalas satu kalimat ini, lalu dia pun segera pergi dengan panik. Juga entah karena terlalu malu dengan kata-kata Lu Sheng, atau karena benar-benar memiliki urusan.     

Lu Sheng tertawa ringan, kemudian dia pun mengangkat alisnya, dalam seketika dia memiliki sebuah akal.     

Dilihat dari sikap Hua Leya, dia sepertinya menyukai Lu Ran, hanya saja bagaimana pemikiran Lu Ran terhadap Hua Leya, ya? Kalau Lu Ran tidak menyukai Hua Leya, bisa dimulai dari sekarang. Namun kalau suka, itu lebih bagus lagi.     

"Nona Lu, majikan mengatakan mereka akan pulang tiga hari kemudian." Lanyi mengetuk pintu kamar Lu Sheng dan berkata pada Lu Sheng yang sedang tersenyum sendirian dengan senang itu.     

"Ah? Benarkah?" Lu Sheng sangat senang, "Guru benar-benar mengatakan dia akan pulang tiga hari kemudian?"     

Lanyi menganggukkan kepalanya, "Hmhh."     

"Bagus sekali!" Kalau Lu Zhou pulang, maka Lu Sheng pun bisa menjenguk Chu Sihan di alam baka.     

Lanyi mengatakan lagi, "Malam ini mungkin aku harus pulang ke Wufeng, tiga hari kemudian akan kembali bersama majikan."     

Lu Sheng mengerutkan keningnya, "Kenapa begitu merepotkan diri sendiri?" Bukannya lebih baik kalau menunggu di sini saja?     

Lanyi menjelaskan, "Bai Lian sudah siuman, kini Sesepuh Can sudah membawanya ke Wufeng. Besok pun adalah hari di mana Tuan Chunyu akan dinyatakan tidak bersalah. Aku harus pulang sebentar."     

"Benarkah?" Lu Sheng sangat senang. Kalau benar, maka sungguh kabar yang bagus sekali.     

Berarti Xian Jing dan Xian Ya seharusnya tidak memiliki kesempatan lagi untuk mencari masalah dengan Lu Sheng di masa depan.     

"Benar." Lanyi menganggukkan kepalanya. Kemudian dia melihat Lu Sheng dengan ekspresi aneh untuk beberapa saat, sepertinya ingin mengatakan sesuatu namun masih ragu.     

Lu Sheng mengerutkan keningnya, dia pun langsung memeluk diri sendiri, dengan waspada dia melihat Lanyi dan mengatakan, "Aku bilang padamu ya, kamu jangan jatuh cinta kepadaku, aku sudah memiliki orang yang aku sukai!"     

Lanyi terdiam… Siapa bilang dia menyukai Lu Sheng?     

"Yang ingin aku katakan adalah, selama aku pulang tiga hari ini, bisakan Nona membantuku sesuatu?"     

"Apa?" Lu Sheng tetap tidak melonggarkan kewaspadaannya.     

Lanyi menahan dorongan untuk memutar matanya, dia pun melambaikan tangannya di udara, kemudian sebuah anak anjing yang berbulu panjang pun muncul di samping kaki Lanyi. Kini anak anjing sedang menggonggong terus.     

"Wah, anak anjing yang comel sekali!" Ujar Lu Sheng.     

Anak anjing ini memiliki bulu tiga warna, hitam, putih, dan coklat muda, sangatlah imut. Lu Sheng pun membungkukkan badannya dan menangkap anak anjing itu.     

"Hau, hau, hau…" Anak anjing itu melawan di dalam pelukan Lu Sheng sambil terus meraung. Sampai Lu Sheng mengelus belakang punggung anak anjing itu untuk beberapa saat, anak anjing itu baru berhenti melawan.     

Anak anjing ini memiliki bulu yang bersih dan lembut, seharusnya Lanyi yang sudah membersihkannya dengan jurus sihir.     

"Jangan-jangan kamu mencuri anak anjing ini, ya?" Lu Sheng bertanya.     

Lanyi pun terdiam… Apa dia mirip dengan orang yang seperti itu?     

"Anak anjing ini adalah pemberian dari seorang kakek tua, aku sudah memberikan uang kepadanya." Waktu itu Lanyi melihat anak anjing ini sangat imut, dia pun diam-diam memeliharanya.     

Namun Wufeng memiliki penghalang transparan, binatang hewan biasa biasanya tidak bisa masuk ke dalam, bahkan disembunyikan juga tidak bisa dibawa masuk. Jika bukan karena alasan tersebut, Lanyi juga tidak akan meminta Lu Sheng membantunya.     

"Baguslah kalau begitu." Lu Sheng bermain sebentar dengan anak anjing itu, baru dia mengangkat kepalanya dan mengatakan, "Kamu pergi saja, tidak perlu khawatir, aku akan menjaga anjingmu dengan baik."     

Apa yang dimaksud dengan pergi saja? Seperti Lanyi mau meninggal dunia saja. Lanyi mengeluh dengan tidak berdaya di dalam hatinya, lalu dia pun mengatakan, "Namanya Sanse."     

(Sanse / tiga warna)     

Tangan Lu Sheng yang memeluk Sanse pun tertegun sejenak, dengan tidak berdaya dia melihat Lanyi.     

Nama tersebut… benar-benar sangat gampang diingat.     

Ketika Lanyi mengira Lu Sheng akan mengejeknya, namun dia malah mendengar Lu Sheng mengatakan, "Nama yang bagus."     

"Hau, hau…" Sanse mengangkat kepalanya dan meraung dua kali, kemudian dia pun menyusutkan badannya kembali.     

Lanyi berdehem, lalu dia pun membalikkan badan dan sibuk kembali ke ladang.     

Setelah Hua Leya pulang dari tempat Lu Sheng, hatinya pun terus berdebar.     

"Waduh, kamu pergi bertemu dengan siapa? Kenapa wajahnya begitu merah?" Hua Leya yang baru masuk ke dalam halaman depan rumah bertemu secara kebetulan dengan Bu Peng yang mau keluar.     

Jantung Hua Leya yang tadinya masih berdetak kencang pun segera tenang kembali, ekspresi yang tadinya masih malu-malu pun langsung melenyap, dengan cuek dia mengatakan, "Selir Peng pagi-pagi seperti ini mau ke mana?"     

"Kamu…" Bu Peng melotot pada Hua Leya, beberapa saat kemudian dia baru mendengus dengan dingin, dengan kasar dia menabrak Hua Leya ke samping dan keluar bersama gadis pembantunya dengan marah.     

Hua Leya juga mendengus dengan dingin.     

Begitu Bu Peng menikah dengan ayah Hua Leya, dia sudah menjadi istri utamanya, namun Hua Leya tidak pernah memanggilnya sebagai ibu, melainkan selalu memanggilnya sebagai selir.     

Tuan Besar Hua pernah membenarkan Hua Leya beberapa kali, namun Hua Leya tidak pernah mau mendengarkannya. Tuan Besar Hua pun tidak berdaya dan membiarkan anaknya memanggil Bu Peng sebagai selir.     

Bu Peng memang tidak menyukai Hua Leya, sehingga dia semakin tidak menyukainya ketika mendengar Hua Leya memanggilnya sebagai selir.     

Jika bukan karena Bu Peng tidak melahirkan anak selama tiga tahun ini, dia tidak mungkin akan membiarkan Hua Leya menghinanya seperti ini.     

Bu Peng yang sudah keluar pintu pun membalikkan kepalanya dengan geram, dia melotot pintu wisma Hua dan berkata dengan dingin, "Kamu tunggu saja, suatu hari setelah aku melahirkan anak keluarga Hua, nanti kamu lihat bagaimana aku menanganimu!"     

Gadis pembantu Bu Peng pun segera membujuk, "Nyonya jangan marah, Nona Muda bukannya selalu begitu? Anda tidak perlu memedulikannya."     

"Benar katamu ini, tidak boleh memedulikannya. Dasar Hua Leya ini, semakin memedulikannya, dia semakin sombong."      

Bu Peng mengambil napas dalam untuk beberapa kali, baru dia menginjak pundak pemuda pembantu dan naik ke dalam delman kuda.     

"Xiaolian, hari ini kamu pergi melihat Xiaofen, apa dia mengatakan sesuatu?" Setelah Xiaolian masuk ke dalam delman kuda, Bu Peng pun bertanya.     

Xiaolian mengambil kipas, sambil berkipas dia menjawab, "Xiaofen mengatakan Nona Muda bertemu dengan seorang gadis yang cantik di dekat pasar desa Liuyue sana. Mereka langsung berpisah setelah ngobrol sebentar."     

"Gadis cantik?" Bu Peng mencibir dengan cuek, dia membelai rambut pelipisnya dan berkata dengan menyindir, "Mau seberapa cantik wajahnya itu, tetap tidak bisa melepaskan statusnya yang sebagai anak kampung."     

"Benar kata Nyonya." Meskipun Xiaolian menanggapi kata-kata Bu Peng secara permukaan, namun di dalam hatinya dia merasa tidak bisa bertahan dan mengejeknya.     

Sebelum Bu Peng mengatakan hal tersebut, dia juga tidak memikirkan dulu statusnya. Jika bukan karena dia bermuka tebal mencari Tuan Besar Hua, takutnya sampai sekarang dia masih seorang ibu desa yang sedang bertani di sawah.     

Dan Bu Peng masih berani menertawakan dan menghina orang lain?     

"Nyonya, besok Tuan Besar menyuruh Anda mengantarkan hadiah untuk penduduk desa, beliau mengatakan ke depannya mau hidup bersama di desa yang sama, kurang lebih pasti akan bertemu, jadi beliau menginginkan Anda untuk saling mengenal dengan mereka terlebih dahulu."     

"Siapa yang mau ke sana, biar orang itu yang pergi saja. Aku tidak mau." Bu Peng mendengus, "Mereka hanya segerombolan petani, apa mereka layak mendapatkan hadiah yang aku berikan sampai ke rumah itu?"     

Xiaolian yang mendengar kata-kata Bu Peng ini pun tersenyum tanpa suara dalam seketika.     

Lalu dia pun mendengar Bu Peng melanjutkan keluhannya, "Tuan Besar juga, kenapa tidak tinggal di Yuxi saja? Kenapa harus pindah ke desa kampungan yang kotor ini? Kalaupun mau pindah rumah, kita juga seharusnya pindah ke kota, kan? Demi seseorang yang sudah meninggal dunia, malah melibatkan aku untuk ikut menderita, memang ya."     

Bu Peng melihat Xiaolian tidak menjawab, dia pun melihat ke Xiaolian dengan sinis, "Kenapa kamu diam saja?"     

Xiaolian mendengar Bu Peng memanggilnya dia pun segera tersenyum, "Kata-kata yang ingin hamba katakan sudah dikatakan oleh Nyonya semua, hamba pun hanya bisa mendengar saja."     

"Kamu juga menyetujui kata-kataku, kan?" Bu Peng menghelakan napas, "Syukurnya aku adalah seseorang yang setia. Jika hal ini terjadi pada orang lain, siapa yang bersedia mengikuti Tuan Besar menderita di sini?"     

"Benar kata Nyonya!" Xiaolian tetap menanggapi Bu Peng sambil tersenyum.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.