Gadis Lugu Liar Galak

APAKAH WISMA PUTRA KAISAR KETIGA SUDAH SANGAT TUA?



APAKAH WISMA PUTRA KAISAR KETIGA SUDAH SANGAT TUA?

Setelah Lu Sheng selesai mandi air panas, dia membiarkan kedua adiknya pergi bermain. Sedangkan, dia kembali ke kamarnya buat tidur siang.     

Lu Sheng bangun pada sore hari. Dia melihat Lu Ran sedang membaca buku di teras.     

Mendengar suara pintu terbuka, Lu Ran menolehkan pandangannya ke arah kamar Lu Sheng. Kemudian, dia kembali membaca bukunya.     

Lu Sheng teringat dengan mochi kacang tanah gula merah itu. Dia pun mengambil sebuah bangku dan duduk di samping Lu Ran, "Kakak Ran, apa kakak pernah makan mochi kacang tanah gula merah?"     

"Pernah, kenapa?" Lu Ran melihat Lu Sheng dengan aneh. Sepertinya, dia tidak mengerti kenapa Lu Sheng bisa bertanya seperti ini.     

"Aku sepertinya tidak pernah makan. Mochi ini setiap hari raya Imlek pasti ada, ya?"     

"Iya." Lu Ran menganggukkan kepalanya, "Mochi ini digunakan untuk sembahyang. Setiap keluarga biasanya akan membuat sendiri."     

Waktu ketika, ibu kandung Lu Ran dan Lu Sheng, yaitu Bu He masih hidup, bu He pernah membuat mochi kacang tanah gula merah. Akan tetapi, waktu itu umur Lu Sheng masih kecil, kira-kira tiga atau empat tahun saja. Sedangkan, Lu Ran sudah berusia enam tahun, sehingga dia masih ingat.     

Kemudian ekonomi keluarga Lu menurun dan harga tepung ketan juga mahal. Jadi bu He pun tidak pernah membuatnya lagi.     

Lalu, setelah Bu Liu datang ke rumah keluarga Lu, jangankan tepung ketan, tepung biasa pun tidak terlihat. Bukannya tidak ada, melainkan hanya tidak memperbolehkan Lu Ran dan Lu Sheng makan saja.     

"Kemudian, kenapa di rumah kita tidak ada?" Lu Sheng bertanya dengan penasaran.     

Lu Ran membuka satu halaman buku, dengan tenang dia memberikan satu kata, "Miskin."     

Lu Sheng terdiam… Pantas saja, Lu Sheng tidak mengingat mengenai mochi kacang tanah gula merah di dalam ingatan pemilik asli.     

"Hari ini ketika aku memberikan barang Imlek pada Bibi Yu, Bibi Yu memberikan mochi itu pada kita. Aku makan beberapa potong. Lalu, Nenek Sepupu juga menitip kepada bibi Lian untuk membawakan satu keranjang mochi untuk kita." Lu Sheng berkata pada Lu Ran.     

Lu Ran menganggukkan kepalanya, "Kalau begitu simpan buat Imlek nanti saja."     

Lu Sheng juga berpikir demikian. Sejak kecil Lu Sheng sudah menyukai kue yang terbuat dari beras ketan. Dia ingat pernah sekali dia hampir meninggalkan dunia karena tersedak. Namun masalah ini sama sekali tidak mempengaruhi cinta Lu Sheng terhadap makanan.     

"Kakak Sheng tidak hanya makan beberapa potong, dia makan setengah keranjang mochi." Lu Jiang juga tidak tahu perkataannya muncul dari mana, sambil tertawa dia berkata     

"Mana ada, cuma enam belas potong saja pun." Lu Sheng mendengus, dia sudah menghitung dengan tepat.     

Lu Ran tersenyum, "Apa enam belas potong bisa di sebut 'beberapa potong saja'?"     

Lu Sheng merasa bersalah. Jadi, dia pun mengganti topik pembicaraan, "Kak, guruku tahun ini mungkin akan merayakan Imlek di rumah kita."     

Gerakan Lu Ran membuka halaman buku pun terhenti. Dia langsung duduk tegak dan bertanya dengan serius, "Kamu bilang Putra Kaisar Ketiga mau merayakan Imlek di rumah kita?"     

Lu Sheng menganggukkan kepalanya, "Iya!"     

"Eh, jadi wisma Putra Kaisar Ketiga sudah sangat tua?" Lu Ran merenung sejenak, kemudian menggelengkan kepalanya dan menjawab sendiri, "Seharusnya tidak."     

"Jadi selama ini Putra Kaisar Ketiga merayakan Imlek di rumah tua?" Halaman rumah Keluarga Lu sudah lama tidak renovasi. Tahun ini jika bukan karena ekonomi mereka yang membaik, sehingga bisa menghangatkan diri dengan arang, kemungkinan besar mereka akan kedinginan seperti tahun-tahun sebelumnya.     

Lu Sheng menggelengkan kepalanya, "Tidak."     

Walaupun Lu Zhou menyukai rumah yang sederhana, namun harus tetap elegan dan berkelas. Sudah pastinya bukan rumah seperti rumah tua keluarga Lu yang sekarang ini.     

"Kalau begitu, kenapa dia bisa berpikir untuk merayakan Imlek di rumah kita?" Lu Ran sama sekali tidak mengerti.     

"Tentu saja karena aku!" Lu Sheng tersenyum dengan senang, "Guru bilang dia tidak menyukai hari raya Imlek yang memerlukan banyak peraturan seperti di Jingcheng, jadi dia pun ingin merayakannya di rumah kita."      

Lu Ran menunjukkan ekspresi paham. Lalu dia melihat ke rumahnya ini. Dia segera berkata dengan lemas, "Apa sebaiknya, kita pulang ke Huangyang saja?" Rumah tua ini terlalu tua, tidak cocok dengan status Putra Kaisar Ketiga.     

Lu Sheng menggelengkan kepalanya, "Tidak. Jangan pulang ke kota."     

Lu Ran bertanya dengan penasaran, "Kenapa?"     

"Di kota tidak adai suasana Imlek." Ujar Lu Sheng.     

Setiap rumah dipisahkan dengan jarak dinding bertebal dua hingga tiga meter. Setiap keluarga merayakan Imlek di rumah masing-masing. Sungguh membosankan.     

Tidak seperti desa yang setiap rumah hanya dipisahkan dengan pagar kayu. Suara tawa tetangga dapat terdengar dengan jelas.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.