Gadis Lugu Liar Galak

MENGANTAR ROH



MENGANTAR ROH

0Menurut Lu Sheng yang sekarang, Mak Liu cukup aneh. Mengenai putranya, Lu Jiang, ia tidak begitu peduli dan bahkan jauh lebih menyayangi Lu Ning.     
0

Lu Ning hampir tidak pernah melakukan pekerjaan rumah apa pun. Biasanya, Lu Sheng yang asli mengerjakan semuanya.     

Sementara itu, Lu Jiang adalah anak yang masih berusia lima tahun. Namun, Mak Liu sudah sering menyuruhnya untuk pergi ke gunung dan mencari kayu bakar dengan anak-anak desa lainnya.     

Saat mengingat kembali perilaku Mak Liu terhadap Lu Jiang dan Lu Xin, muncul kecurigaan di hati Lu Sheng, 'Jangan-jangan, Lu Jiang dan Lu Xin bukan anak kandung Mak Liu?'     

Melihat kedua anak kecil yang polos itu bingung, Lu Sheng pun segera berkata, "Hari ini, penekuk ini untuk kalian. Cepat makan, nanti kalau sudah dingin jadi tidak enak lagi."     

"Adik makan duluan!" Lu Jiang menyobek penekuk dari piringnya dan menyuapi Lu Xin.     

Penekuk buatan Lu Sheng itu masih hangat, Lu Xin makan dengan lahap.     

Setelah melihat Lu Xin mulai makan, Lu Jiang pun akhirnya dengan hati-hati menggigit penekuknya.     

"Enak sekali!" Lu Jiang memberikan senyuman kepada Lu Sheng, "Ini adalah penekuk paling enak yang pernah aku makan!"     

Lu Sheng tersenyum lembut. "Kita harus bekerja keras untuk membersihkan halaman supaya nantinya ada lebih banyak makanan enak lagi!"     

Ketiga kakak-beradik yang sudah makan dan minum dengan kenyang itu pun mulai bekerja keras lagi.     

Lu Sheng sibuk hingga sore. Akhirnya, halaman rumah mereka pun bersih dari rumput liar.     

Di dalam gelang ruang miliknya, terdapat banyak barang bagus. Lu Sheng mengambil beberapa kentang dan membelahnya menjadi dua. Kemudian, ia juga mengambil beberapa tomat dan mulai mengeluarkan bijinya untuk ditanam.     

"Kakak Sheng, apa ini?" Lu Jiang yang ikut bekerja keras membersihkan halaman rumah sudah melupakan masalah Mak Liu dan Lu Ning. Kini, anak kecil itu sedang penasaran dan menatap kentang dan tomat yang ada di tangan kakak perempuannya itu.     

Lu Sheng tersenyum dengan manis dan menjawab, "Ini? Hmm, dua hari lalu orang aneh memberikannya padaku, katanya bisa makan. Dia menyuruhku menanamnya di kebun."     

"Tapi… ini sudah dipotong, apa masih bisa hidup?" Lu Jiang dengan khawatir menatap kentang yang sudah dibelah dua.     

"Kata orang aneh itu bisa."     

Kemudian, Lu Sheng memberikan tomat yang sudah dibelahnya menjadi dua bagian kepada kedua adiknya.     

"Xinxin, coba makan ini."     

Lu Xin masih berusia tiga tahun dan belum pernah makan tomat sebelumnya. Saat mendengar Lu Sheng mengatakan buah itu bisa dimakan, tanpa ragu-ragu ia pun menggigitnya.     

Sesaat kemudian, alis Lu Xin mengerut dengan kuat. Ia pun berkata kepada Lu Sheng, "Kakak Sheng, ini sangat masam!"     

Lu Sheng pun tertawa terbahak-bahak. Lu Jiang yang ada sampingnya juga ikut tertawa terbahak-bahak.     

Pada saat itu, Lu Ran membuka pintu kamarnya. Suara tawa Lu Sheng dan Lu Jiang pun segera terhenti.     

Lu Sheng berdeham, sambil tersenyum ia berkata, "Kak, sudah bangun? Tadi aku membuatkanmu penekuk dan kusimpan di dalam dapur."     

"Hmm," Lu Ran menjawab sambil berjalan menuju dapur. Ia memang sudah lapar.     

Setelah merenung di dalam kamar seharian, Lu Ran pun mulai mendapatkan jawaban.     

Kini, sudah tidak ada orang tua di rumah mereka. Hal itu membuat Lu Ran harus bisa mengemban tanggung jawab tersebut.     

Saat makan malam tiba, Lu Sheng menggoreng irisan kentang dan menumis tomat telur.     

Meskipun Lu Ran merasa aneh dengan menu itu, tetapi ia tidak banyak bertanya.     

Bagi Lu Ran, Lu Jiang, dan Lu Xin, itu adalah pertama kali mereka makan dua lauk itu. Ketiganya makan dengan lahap hingga tumis tomat pun bersih tak bersisa.     

Saat malam sudah larut dan mereka bersiap untuk tidur, Lu Xin menangis karena mencari Mak Liu. Namun, hal itu hanya terjadi beberapa saat saja.     

Sedangkan Lu Jiang adalah anak yang pintar. Sedikit-sedikit, ia juga bisa merasakan sikap para penduduk desa sehingga anak itu tidak menangis atau bersikap ceroboh.     

Di sisi lain, Lu Sheng tidak bisa tidur. Angin malam itu lumayan kencang.     

Lu Sheng berbaring di dalam kamarnya dan berencana untuk membaca mantra, mengirim roh Mak He dan Lu Sheng yang asli menuju alam baka.     

Lu Sheng pun mengeluarkan sebuah kertas hu kuning, merobek sedikit kulit jarinya, kemudian mulai menuliskan mantra yang sulit dibaca pada kertas hu kuning tersebut.     

Setelah itu, Lu Sheng meletakkan kertas hu kuning itu di lantai dan menekannya dengan tangan. Ia memejamkan matanya dan mulai merapal, "Dengan darah sebagai panduan, menggunakan kertas hu aku membuka jalan, bukalah pintu alam baka, mengantar roh menuju tempatnya!"     

Sesaat setelah mantra itu selesai dibaca, ada cahaya dari darah di kertas hu kuning itu. Kemudian, sebuah lubang hitam mulai muncul dan membesar.     

Lubang hitam itu tampak sangat panjang, seolah tidak tampak ujungnya. Jika didengarkan baik-baik, ada suara seperti suara teriakan para hantu dari sana.     

Li Sheng mengeluarkan kertas hu kuning yang menyimpan roh Mak He dan Lu Sheng yang asli. Lalu, ia menyobeknya di atas lubang hitam itu.     

Kedua roh tersebut pun tertarik ke dalam lubang hitam dengan cepat. Lubang hitam itu juga tiba-tiba lenyap dan kemudian semuanya pun kembali seperti semula.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.