Gadis Lugu Liar Galak

NASIB



NASIB

0Saat perjalanan kembali, Lu Sheng bertanya dengan nada pelan, "Kamu tidak pergi dengan pacarmu itu?"     
0

Roh Deng Rumeng perlahan mulai pudar. Ia sudah tidak memiliki kekhawatiran lainnya.     

"Kini aku sudah meninggal. Ketika melihatnya, itu membuatku tidak mampu melupakannya."      

Deng Rumeng tersenyum sambil menundukkan kepala, dengan nada lembut ia berkata, "Di bawah kotak kayu itu masih ada tiga barang lagi. Rumeng berhrarap nona Pendeta bisa membantuku untuk menyerahkannya kepada Kak A Ming."     

Mendengarnya, Lu Sheng pun mencari tempat yang sepi untuk mengeluarkan kotak kayu tersebut.     

Dia mengamati kotak kayu tersebut dan ternyata kotak itu masih ada laci kedua.     

Ia membuka laci kedua itu. Lalu ia menemukan dua buah akta tanah. Salah satunya tanah tersebut luasnya sepuluh hektar. Semua akta tersebut atas nama Li Ming. Selain itu ia juga menemukan tusuk konde bermotif bunga Magnolia.      

"Kedua akta ini diberikan ibuku untuk kak A Ming. Tempatnya berada di daerahnya. Waktu itu dia tidak mau mengambilnya."     

"Tusuk konde ini adalah hadiah yang diberikan Ibu kepadaku. Aku enggan memakainya saat terburu-buru ketika keluar rumah, jadi tusuk konde itu tertinggal."     

Deng Rumeng seakan mengenang masa lalu. Bibirnya tersenyum tipis. Hanya saja air matanya mengalir tanpa berhenti.     

Nasib...     

Lu Sheng pun merasa kasihan.     

Lu Sheng tersenyum kepada Deng Rumeng, "Kamu tidak perlu khawatir, aku akan mengantar barangmu kepadanya"     

Deng Rumeng menganggukkan kepalanya, "Aku seharusnya sudah lama meninggalkan dunia ini. Hanya saja, masih ada yang menahanku. Kini semuanya sudah selesai. Maka sudah saatnya aku pergi. Sementara, Ayah dan Ibu mereka mungkin sudah menungguku, aku mau pamit dulu."     

Lu Sheng menganggukkan kepala.     

Tiba-tiba muncul sebuah lubang hitam di udara. Dua sosok hitam dan putih keluar dari lubang tersebut dengan memegang pedang penarik roh.     

Deng Rumeng berjalan mendekati mereka, kemudian menolehkan kepalanya ke arah Lu Sheng dan tersenyum. Ia membalikkan badannya lagi dan masuk ke lubang hitam itu.     

Kedua sosok hitam dan putih itu menyapa Lu Sheng dengan menganggukkan kepala mereka, kemudian ikut masuk ke dalam lubang hitam.     

Seketika lubang hitam itu pun lenyap dan keadaan sekitar pun kembali normal.     

"Aura barusan terasa cukup dingin. Apakah kamu merasakannya juga?"     

"Aku juga merasakannya tapi cuma sebentar. Aneh sekali!"     

Kedua orang itu menggosok lengan mereka kemudian berjalan melewati Lu Sheng.     

Lu Sheng melihat barang-barang yang ada di tangannya, lalu berjalan kembali ke arah jalan utama.     

Lu Sheng menanyakan arah menuju Wisma Yu. Orang baik yang ia tanya langsung mengantarnya ke sana.     

Lu Sheng mengetuk pintu utama Wisma Yu. Tidak lama kemudian pintu pun terbuka.     

"Nona cari siapa ya?"     

Yang membuka pintu adalah seorang ibu pembantu bertubuh gemuk. Usianya sekitar 40 tahunan.     

Lu Sheng tersenyum ramah, "Selamat siang, Bu. Saya mencari Nona Yu."     

Ibu pembantu itu pun berbicara dengan segan, "Ternyata tamu Nona Muda kami. Silahkan masuk dan ikuti saya."     

Wisma Yu lebih luas daripada Wisma Deng. Dapat dikatakan bahwa kedua keluarga ini bersahabat. Hubungan mereka sudah dekat sejak tiga generasi yang lalu.     

Deng Rumeng dan Yu Mingyue adalah sahabat sejak kecil. Sayangnya kini keluarga Deng sudah tidak ada.     

Yu Mingyue kini sedang menunggu di luar ruang tamu. Di dalam ruang tamu, A Ming sedang diobati oleh dokter.     

"Nona Muda, ada tamu untuk Anda!"     

Mendengar ada yang memanggilnya, Yu Mingyue pun mengangkat kepalanya. Ketika ia melihat Lu Sheng, ia pun mengerutkan keningnya dengan bingung.     

Lu Sheng tersenyum kepadanya, "Apa Nona Yu sudah melupakan aku?"     

"Apa kita pernah bertemu?" Tanya Yu Mingyue kebingungan.     

Tidak mungkin ia lupa akan gadis secantik itu bila memang ia pernah melihatnya.     

Tapi gadis di depannya ini sungguh asing sekali.     

Tanpa ragu, Lu Sheng berkata, "Apakah Anda masih ingat mengenai enam koin perak dan apel yang Anda beri untuk pengemis yang di jalan itu?"     

"Ah!" Yu Mingyue terkejut, "Kamu pengemis itu?"     

"Ya." Lu Sheng menganggukkan kepalanya, "Terima kasih waktu itu. Kalau bukan karena Anda, mungkin aku sudah mati di jalan."     

Ucapan Lu Sheng tersebut bernada canda.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.