Istri Cantik-cantik Ganas

Merencanakan Strategi



Merencanakan Strategi

0Wajah Nyonya Besar Mo yang penuh dengan kerutan, terlihat sangat terkejut.     
0

"Maksudmu Mo Shengli masih hidup?"     

"Apakah Tuan Muda tidak salah mengenali orang? Dia sudah menghilang lama, bagaimana mungkin dia masih hidup? Kalau dia masih hidup, kenapa dia tidak pulang menemui Nyonya?"     

Bibi Wu juga ikut terkejut. Pertanyaan yang dilontarkan Bibi Wu, sama dengan isi hati Nyonya Besar Mo.     

"Aku tidak salah mengenali orang. Aku benar-benar mengenal dengan jelas suara paman. Dia belum mati, dia juga mengatakan padaku bahwa dia akan menemui kita di rumah Nenek."     

Sebenarnya Mo Jinrong tidak ingin mengatakan hal ini kepada neneknya, tetapi dia takut terjadi sesuatu kepada neneknya, jadi dia harus memberi tahu neneknya tentang hal ini.     

"Dia… Dia belum mati! Benarkah dia masih hidup?"     

Nyonya Besar Mo terlihat emosional, ini menunjukkan dia seakan belum bisa mempercayai kenyataan.     

"Kenapa dia tidak pulang selama ini?"     

Nyonya Besar Mo menangis. Dia merasa sudah kehilangan dua anak. Kini salah satu anaknya lahir kembali, seperti harapannya muncul kembali. Belum pernah Nyonya Besar Mo merasa seantusias ini.     

"Nenek, masalah ini sudah terjadi sangat lama. Kita juga tidak tahu, paman sudah seperti apa sekarang. Kita perlu berhati-hati, kelihatannya ada sesuatu yang dia sembunyikan dari kita." Kata Mo Jinrong mengingatkan.     

Nyonya besar Mo mengusap air mata, dia berkata dengan yakin.     

"Tidak mungkin! Meskipun dia bukan anak kandungku, aku mengenalnya dengan baik, dia sudah aku anggap sebagai anakku sendiri. Dia tidak mungkin ingin melawan Keluarga Mo dan hendak mencelakaiku. Tenang saja."     

Mo Jinrong tidak tega ingin mengatakan kepada neneknya bahwa pamannya kini sudah berubah.     

"Nyonya Besar, lebih baik Nyonya tetap berhati-hati." Kata Mo San mengingatkan.     

"Bibi Wu, tiga hari lagi aku mau mengadakan perjamuan. Suruh bagian dapur menyiapkan bahan masakan untuk tiga hari lagi. Aku masih ingat semua masakan yang dia sukai. Aku akan menuliskan resepnya, kalian segera beli bahannya."     

Nyonya Besar Mo kelihatan sangat senang. Meskipun dia tidak tahu kenapa putranya ini bersembunyi darinya, tetapi dia masih percaya putranya tidak berubah.     

Pengurus rumah lain masuk kemudian melapor.     

"Nyonya Besar, Nyonya Muda datang."     

"Suruh dia cepat masuk. Aku ingin memberi tahu dia kabar baik ini."     

Nyonya Besar Mo semakin senang, melihat cucu dan cucu menantunya datang, ditambah lagi beberapa hari lagi, putranya akan kembali pulang. Ini kebahagiaan ganda bagi Nyonya Besar Mo.     

"Nenek, kenapa Nenek terlihat sangat bahagia sekali hari ini?"     

Lan Anran datang sambil membawa satu kresek Kue Kacang, dia meletakkan Kue Kacang di atas meja. Lan Anran menduga ada kabar yang membahagiakan, sehingga sang nenek tersenyum lebar.     

"Kamu merasakan ya? Aku beri tahu kabar bahagia kepadamu, pamanmu Mo Shengli, yang dulu pernah aku ceritakan padamu, beberapa hari lagi dia akan pulang, dia ternyata masih hidup." Nyonya Besar Mo menarik tangan Lan Anran mendekat.     

Lan Anran terkejut, lalu menoleh ke arah Mo Jinrong. Saat kedua mata mereka saling berpandangan, Lan Anran sudah mengerti apa yang sebenarnya terjadi.     

"Nenek, aku membawakan Kue Kacang untukmu. Kue Kacang yang aku berikan kepada Nenek sebelumnya pasti sudah habis."     

Lan Anran memotong Kue Kacang menjadi potongan kecil, lalu menyuapkan ke Nyonya Besar Mo.     

Nyonya Besar Mo mengunyah dengan perasaan berbunga-bunga.     

"Nenek, aku lapar. Apakah ada makanan?" Tanya Lan Anran dengan sengaja.     

"Aku juga lapar. Tunggu ya, aku akan ke dapur, untuk meminta mereka menyiapkan makanan untuk kalian dan untuk perjamuan malam yang khusus aku siapkan untuk menyambut kedatangan paman kalian. Kamu mengobrolah dulu dengan Jinrong."     

"Jinrong, orang misterius itu memberiku waktu tiga hari untuk menemukan surat tanah milikmu. Aku ada ide, yaitu…" Lan Anran menyampaikan rencananya kepada Mo Jinrong.     

Mo Jinrong mengangguk, lalu dia tersenyum.     

"Apakah kamu tidak takut dia marah kalau dia sampai tahu kamu memberitahuku?"     

"Aku hanya diserahi tugas mencari, bukan tanggung jawabku memastikan keaslian dokumen. Jinrong, apakah kamu mau bekerja sama denganku?" Kata Lan Anran tersenyum.     

"Apa hadiahnya kalau aku bersedia bekerja sama denganmu?"     

Mo Jinrong menginginkan ciuman seperti sebelumnya. Selama ini dia menjauhkan diri dari perempuan, lalu dia merasakan sensasi dicium oleh seorang perempuan, dan rasanya memabukkan.     

Tanpa banyak kata, Lan Anran menarik Mo Jinrong, kemudian menciumnya.     

"Wow!"     

Mo San bersorak di belakang mereka, sebenarnya dia juga merasa iri.     

"Tuan Muda, Nyonya Muda, Kalian…"     

"Tutup mulutmu!"     

Mo Jinrong menatap tajam ke arah Mo San, kemudian dia menoleh lagi ke Lan Anran sambil tersenyum.     

"Hadiahnya lumayan. Setelah masalah ini selesai, aku ingin meminta lebih."     

Lan Anran merasa Mo Jinrong menjadi seperti Laki-laki nakal.     

"Laki-laki nakal! Kita masih harus memikirkan rencana selanjutnya. Nenek kelihatan sangat senang, aku tidak tega memberi tahu Nenek hal yang sebenarnya, bahwa orang misterius itu sebenarnya adalah Mo Shengli. Kalau Nenek tahu bahwa putranya sudah berubah, dia pasti sangat sedih."     

Lan Anran merasakan hatinya sakit saat memikirkan apa yang akan dirasakan Nyonya Besar Mo.     

"Aku menduga dia yakin bisa mendapatkan surat tanah dalam waktu tiga hari, karena itu dia berani untuk menemui nenek."     

Mo Jinrong merasa khawatir. Kalau pamannya benar-benar ingin mencelakai Keluarga Mo, maka dia sendiri yang turun tangan menangkap pamannya meskipun itu hal berat baginya. Karena di mata Mo Jinrong, dia lebih menyukai Mo Shengli, dibandingkan Mo Changwen, apalagi semasa kecilnya, dia mengingat pamannya sebagai orang yang paling baik.     

"Akan ada hari aku datang ke Grup Mo membuat kekacauan di sana. Kalau kamu ingin menangkapnya, maka kamu harus tega menangkap aku, dengan begitu, dia akan percaya." Kata Lan Anran memberi pesan.     

"Tapi…"     

"Kita melakukan ini demi Grup Mo. Jangan cemaskan aku, aku punya caraku sendiri." Kata Lan Anran.     

Nyonya besar Mo sudah selesai memberi perintah kepada orang dapur untuk membuat masakan, lalu dia kembali ke ruang tamu lagi dengan perasaan bahagia.     

"Anran, Jinrong, kalian tunggu sebentar ya. Sebentar lagi masakannya siap."     

"Nenek, sudah ada sidang putusan hukuman untuk paman Changwen. Pengadilan bertanya kepada Nenek, apakah Nenek mau datang untuk mendengarkan."     

Mo Jinrong tiba-tiba teringat kabar yang dia terima beberapa hari lalu. Gara-gara sibuk dengan pekerjaannya di perusahaan, dia sampai lupa menyampaikan kepada neneknya.     

"Aku tidak mau ke sana. Anak kurang ajar itu bukan anakku lagi."     

Hati Nyonya Besar Mo terasa sakit setiap mengingat apa yang dilakukan Mo Changwen. Sejak Mo Changwen masuk penjara, dia sudah tidak mau peduli lagi.     

"Nenek, Meskipun paman ada niatan merebut Grup Mo, tetapi dia tulus menyayangimu. Dia memang ingin mencelakaiku, tetapi aku sudah memaafkan dia, lagi pula dia juga sudah masuk penjara." Lan Anran sudah tulus memaafkan Mo Changwen.     

Dari kehidupan sebelumnya, Mo Changwen mengincar Mo Jinrong, tapi sejak Mo Changwen sudah dipenjara, Lan Anran sudah tidak menyalahkan dia lagi.     

"Anran, kamu memang anak baik. Sayangnya aku masih belum bisa memaafkan diriku. Ini salahku tidak mendidiknya dengan benar, sehingga dia tumbuh menjadi seorang pembunuh, dia bahkan hampir membunuhmu. Aku cukup mendengar putusan sidang dari Jinrong saja." Kata Nyonya Besar Mo dengan sikap tenang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.