Istri Cantik-cantik Ganas

Ketahuan Dibuntuti



Ketahuan Dibuntuti

0Xu Pei memikirkan rencana suaminya dengan matang, lalu menoleh ke suaminya.     
0

"Mo Changwen, rencanamu bagus juga. Tidak ada pria yang tidak tergoda dengan perempuan. Aku tidak percaya Mo Jinrong pria yang setia."     

Xu Pei merasa ini ide yang bagus, apalagi dunia hiburan di bawah nama Grup Mo sedang membuka perekrutan calon bintang baru, tidak sulit untuk menemukan artis muda berusia 18 tahun yang cantik dan berkulit mulus.     

"Aku dengar Lan Anran lahir sebagai anak pembawa sial. Bisa jadi nanti dia bercerai dengan Mo Jinrong dan mati seperti yang dialami istri-istri Mo Jinrong sebelumnya." Mo Changwen berpikir, kalau misal rencananya ini gagal memisahkan Mo Jinrong dan Lan Anran, bisa saja nantinya mereka akan dipisahkan oleh kematian.     

"Mo Changwen, kamu tetap harus berhati-hati. Meskipun penting merebut posisi ahli waris, tetapi aku juga tidak ingin terjadi sesuatu padamu."     

Selama ini apapun perbuatan bejat yang dilakukan oleh Mo Changwen, Xu Pei tidak peduli dan berpura-pura tidak tahu. Namun, kalau menyangkut nyawa suaminya, dia tidak bisa tinggal diam.     

"Iya, tenang saja, Istriku. Memang Istriku yang paling sayang padaku." Mo Chang Wen terus memijat istrinya, dan tangannya terus ke bagian yang lain, Xu Pei pun tidak bisa menolak.     

"Ayo, Istriku."     

Mo Changwen menggendong Xu Pei dari sofa menuju ke kamar mereka di lantai atas.     

...     

Di rumah Keluarga Mo, Mo Jinrong dan Lan Anran tidur sampai matahari menyingsing. Mo Jinrong bangun dengan badan sakit, mungkin karena dia tidur di lantai yang keras, dia berdiri dan melihat Lan Anran yang masih tidur di kasur dengan posisi yang berantakan.     

Mo Jinrong tidak menyangka Lan Anran yang sikapnya lembut, ternyata gaya tidurnya jelek sekali.     

Kemudian Mo Jinrong keluar kamar.     

Nenek Mo sudah menyiapkan makan di lantai bawah.     

"Cucuku, bagaimana kabarmu semalam?" Tanya Nenek Mo sambil tersenyum.     

Mo Jinrong mengancingkan kancing terakhir di pergelangan tangannya dan membetulkan posisi kacamatanya.     

"Baik."     

"Kenapa kamu tidak membangunkan istrimu? Makanannya nanti dingin." Nenek Mo memarahi Mo Jinrong.     

Di kamar lantai atas, Lan Anran terbangun oleh pantulan sinar matahari yang tembus dari jendela. Dia mengusap-usap matanya, dan bangun dengan sempoyongan untuk mandi. Setelah selesai mandi, dia turun ke lantai bawah.     

Di lantai bawah sudah banyak pelayan yang berbaris menunggu Lan Anran.     

Lan Anran tidak terkejut, karena di kehidupan yang sebelumnya, dia juga mengalami yang sama. Para pelayan tunduk di hadapannya.     

Baru saja Lan Anran duduk, Mo Jinrong segera berdiri kemudian berkata, "Aku sudah selesai makan. Aku mau berangkat ke kantor."     

Nenek Mo sebenarnya sudah biasa dengan sikap cucunya, hanya saja sekarang ada cucu menantunya di sini, dia merasa tidak suka dengan sikap cucunya.     

"Anran baru saja bangun. Kenapa kamu tidak menunggu dia menyelesaikan sarapannya baru setelah itu kamu berangkat ke kantor?"     

Mo Jinrong tidak menjawab. Dia kembali duduk dengan kikuk gara-gara kejadian ciuman tadi malam.     

"Tidak apa-apa, nek. Jinrong sibuk. Nanti aku pulang sendiri saja." Kata Lan Anran dengan penuh pengertian.     

"Kamu istri yang pengertian. Anran, Nenek masih belum tahu kamu suka makanan apa. Nenek sudah menyiapkan Chinese Food dan Western Food, tinggal kamu pilih saja suka makanan yang mana." Kata Nenek Mo sambil tersenyum.     

"Terima kasih, nek." Lan Anran memulai sarapan paginya.     

Selesai makan, Lan Anran berpamitan pulang kepada nenek Mo. Nenek Mo terus berkata agar Lan Anran sering-sering datang berkunjung, dan Lan Anran menyanggupinya.     

"Tuan Muda, sandiwara pelayanmu benar-benar mirip denganmu." Kata Lan Anran saat di dalam mobil.     

Mo San hanya diam saja, dalam hati berkata, 'Tentu saja mirip, dia kan memang Tuan Muda yang sebenarnya, dia bukan sefang bersandiwara.'     

"Nona Lan, kamu turun di sini ya, karena kami mau pergi ke kantor." Kata Mo Jinrong.     

Lan Anran melihat mobil berhenti di depan rumah sakit. Kebetulan sekali, dia ingin menjenguk ibunya.     

Lan Anran turun dari mobil. Dia masuk ke dalam rumah sakit setelah memastikan mobil Mo Jinrong sudah pergi.     

Di dalam hati, Mo San bertanya kepada Mo Jinrong.     

"Tuan Muda, semalam tidak terjadi sesuatu di antara kalian kan?"     

"Apakah kamu berharap terjadi sesuatu di antara kami?     

"Tidak, hanya saja sepertinya Nyonya besar sangat menyukai Nona Lan." Kata Mo San.     

"Urus saja urusanmu sendiri. Apakah kamu sudah menyuruh orang mengikuti Anran?" Tanya Mo Jinrong.     

"Sudah. Tadi saat Nona Lan turun, sudah ada yang mengikutinya. Nona Lan dan keluarganya berada dalam pengawasan kita." Kata Mo San dengan yakin.     

"Baiklah. Ayo berangkat ke kantor." Kata Mo Jinrong dengan suara pelan.     

Sepanjang perjalanan, Lan Anran merasa tidak nyaman, seperti ada yang mengamatinya. Dia menoleh ke belakang tetapi dia melihat tidak ada orang. Sudah lama dia tidak merasakan perasaan aneh seperti ini.     

Karena panik, dia menghubungi pria gendut.     

"Halo, gendut, tolong bantu aku mengamati apakah ada orang yang membuntutiku? Aku berada di sekitar rumah sakit."     

Si pria gendut langsung memeriksa keadaan sekitar Lan Anran, dan memang benar ada orang yang membuntutinya.     

"Ada, bos. Tetapi sepertinya mereka tidak berniat untuk mencelakaimu." Kata si pria gendut.     

"Aku tidak suka diawasi. Bantu aku singkirkan mereka." Lan Anran berusaha agar tidak ada orang yang membuntutinya untuk menjaga rahasianya.     

"Aku khawatir tidak bisa, karena jumlah mereka banyak. Kalau dipaksakan akan menimbulkan kecurigaan."     

"Baiklah. Kalau begitu selama beberapa hari ini aku tidak boleh melakukan hal yang mencurigakan agar mereka segera pergi. Kamu bantu cari cara untuk menanyai mereka bekerja untuk siapa." Kata Lan Anran sambil berbisik di telepon lalu segera menutup ponselnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.