Menantu Pungut

Istri Kedua



Istri Kedua

0Langit seolah runtuh bagi Aaron Liu. Baru sebentar saja dia membayar es krim itu, istrinya sudah menghilang begitu saja. Rasa cemas dan juga ketakutan menyeruak masuk ke dalam hatinya. Pria itu sudah berpikir macam-macam mengenai menghilangkannya sang istri.     
0

"Lily! Lily!" Aaron Liu berteriak lagi dalam wajah yang sangat frustrasi. Ia sudah berpikir jika Jiang Lily sudah diculik oleh seseorang selama duduk sendirian di sana. Namun tak berapa lama ....     

"Mengapa kamu berteriak seperti itu, Aaron? Apakah kamu pikir aku tuli?" ketus Jiang Lily yang tiba-tiba muncul di belakang suaminya.     

Aaron Liu langsung berbalik dan memeluk istrinya. Ia sangat lega bisa kembali bersama Jiang Lily. Pria itu sudah seperti seorang pria yang kehilangan segalanya. Bahkan tanpa ia sadari, air mata sudah mengalir tanpa permisi.     

Tak peduli akan beberapa orang yang memperhatikan mereka, Aaron Liu hanya ingin mendekap erat sang istri. Ia sangat lega bisa kembali bertemu dengan sosok perempuan yang sebentar lagi akan menjadi ibu dari anak-anaknya.     

"Kupikir kamu hilang, Lily. Aku sudah berpikir macam-macam mengenai keberadaanmu," jelas Aaron Liu tanpa melepaskan pelukan itu. Ia masih ingin memeluk Jiang Lily dengan erat.     

"Bodoh! Aku hanya ke toilet sebentar. Mana ada orang yang menculik di tempat umum dan cukup ramai." Jiang Lily bisa melihat segala kecemasan Aaron Liu atas dirinya. Ia semakin yakin jika pria itu sangat peduli dengan keselamatannya. "Sebaiknya kita kembali ke hotel sekarang!"     

Jiang Lily menarik tangan suaminya. Ia tak ingin jika mereka berdua menjadi pusat perhatian. Ia juga melupakan es krim yang tadi begitu diinginkan. Melihat Aaron Liu begitu panik, perempuan itu langsung teralihkan.     

Sampai di hotel, pasangan itu duduk di sebuah kursi besar yang terletak tak jauh dari jendela kamar hotel itu. Jiang Lily masih memperhatikan suaminya. Ia menjadi begitu mencemaskan kondisi dari pria di sebelahnya itu.     

Entah mengapa, Jiang Lily merasa jika Aaron Liu cukup syok akan kejadian itu. Cukup mengejutkan jika suaminya akan merespon sedikit berlebihan seperti itu.     

"Rasanya aku takut jika ada seseorang membawamu pergi dari sana. Coba bayangkan! Bagaimana aku bisa mengatasinya?" Aaron Liu menunjukkan wajah cemberut. Ia masih saja cemas meski Jiang Lily sudah berada di hadapannya.     

"Aku tak akan berada jauh darimu, Aaron. Rasanya aku tak bisa hidup tanpa kamu." Jiang Lily mengatakan hal itu dengan wajah sangat serius. Ia benar-benar tulus menyatakan perasaannya pada sang suami.     

Pria itu merasa sangat bahagia, ia mendekatkan dirinya dan memberikan sebuah kecupan penuh kasih sayang pada istrinya. Tak jauh berbeda dari Jiang Lily, Aaron Liu juga merasakan hal yang sama. Ia benar-benar mencintai sosok perempuan yang dulu pernah mati-matian menolak dirinya.     

Namun, segalanya telah jauh berbeda. Mereka berdua saling mencintai satu sama lain. Bahkan pasangan itu seolah tak terpisahkan oleh apapun. Kehadiran seorang bayi di dalam perut Jiang Lily, telah berhasil membuat Aaron Liu jauh lebih berani dalam menghadapi segala persoalan.     

Di hari berikutnya, Aaron Liu bersama kedua perempuan cantik itu bertolak ke bandara. Mereka akan segera meninggalkan kota itu dan kembali pada kesibukan masing-masing.     

Ada banyak hal yang harus mereka urus sebelum memulai kembali bisnis fashion milik Keluarga Jiang. Apalagi ... mereka semua harus mempersiapkan sebuah konsep baru untuk JL Fashion.     

"Apakah tak masalah jika kita langsung pergi tanpa bertemu dengan Nona Tiffany dulu?" tanya Lee Hana sebelum mereka menuju ke pesawat.     

"Aku sudah berusaha untuk menghubunginya. Sayangnya, ponsel Tiffany sedang tidak aktif," jawab Aaron Liu sembari memperhatikan sekeliling bandara.     

"Kita tunggu saja sebentar! Jika Nona Tiffany tak segera datang, lebih baik kita pergi saja." Jiang Lily juga tak mungkin pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun pada perempuan itu.     

Selama mereka semua tinggal di sana, Tiffany sudah sangat banyak membantu. Hal itulah yang membuat Jiang Lily berpikir untuk berpamitan sebelum meninggalkan kota itu.     

Jangan sampai membuat Tiffany berpikir jika mereka tak memiliki sopan santun. Setidaknya, mereka sudah berupaya untuk anak dari pemilik gedung itu.     

Beberapa saat menunggu Tiffany, perempuan itu tak kunjung terlihat di sekitar sana. Padahal sebentar lagi pesawat akan segera lepas landas. Mau tak mau, mereka semua pun bergegas masuk ke dalam pesawat tanpa bertemu dengan perempuan itu.     

Tak beberapa lama kemudian ....     

"Sial! Apakah pesawat mereka sudah lepas landas?" tanya Jiang Lily pada orang suruhannya yang diberikan tugas untuk mengantar Aaron Liu dan juga dua perempuan itu.     

"Baru saja berangkat lima menit yang lalu, Nona. Sejak tadi Tuan Aaron sudah berusaha untuk menghubungi Anda. Sepertinya ponsel Anda sedang tidak aktif," terang seorang pria yang kebetulan menjadi supir selama Aaron Liu ada di kota itu.     

"Mengapa aku sampai bangun kesiangan? Lebih sialnya lagi, ponselku juga kehabisan daya," gerutu Tiffany dengan begitu kesal. Seharusnya ia masih bisa bertemu dengan Aaron Liu sebelum mereka pergi.     

Sayangnya, kesempatan itu telah lenyap begitu saja. Tak ada hal apapun yang bisa dilakukannya selain menerima kepergian mereka semua. Rasanya tak rela melepaskan Aaron Liu yang pergi tanpa bertemu dengannya.     

Tiffany menjadi begitu sedih dan juga sangat terpuruk kali ini. Ia pulang ke rumahnya dengan suasana hati yang semakin buruk dari kemarin. Perempuan itu seolah tak ingin merelakan kepergian Aaron Liu.     

Begitu sampai di rumahnya, Tiffany langsung masuk ke dalam kamar dan juga melemparkan beberapa barang. Ia sangat kesal dan juga kecewa tak bisa melihat Aaron Liu sebelum pria itu pergi dari kota itu.     

"Apa yang sebenarnya terjadi dengan Tiffany? Apakah telah terjadi sesuatu padanya?" tanya ayah dari perempuan itu, Feng Mo.     

"Nona Tiffany sangat kecewa saat mengetahui Tuan Aaron telah meninggalkan bandara bersama dengan istri dan Nona Lee. Lebih buruknya lagi, hal itu terjadi karena Nona Tiffany bangun kesiangan dan secara kebetulan ponselnya mati," jelas seorang pria yang baru saja kembali dari bandara untuk mengantarkan kepergian Aaron Liu dan kedua perempuan tadi.     

"Mengapa kamu pergi begitu saja, Aaron!" teriak Tiffany sebelum ia meraih sebuah vas kaca di dalam kamarnya.     

Seketika ... terdengar suara benturan kaca yang mengenai dinding dari kamar Tiffany. Perempuan itu terdengar tak mampu mengendalikan dirinya sama sekali.     

Feng Mo menjadi sangat cemas dan langsung bergegas menemui anaknya. Ia tak ingin jika Tiffany sampai melakukan sesuatu yang berbahaya.     

"Apakah kamu sudah gila, Tiffany? Apakah hanya karena seorang pria kamu jadi seperti ini?" Sebelumnya, Feng Mo tak pernah menyaksikan anak perempuannya begitu kacau seperti saat itu.     

"Aku benar-benar mencintai Aaron, Pa! Tidak bisakah Papa berbicara padanya dan meminta Aaron menjadikan aku istri kedua?" desak Tiffany pada ayahnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.