Ingin Kukatakan Sesuatu

Aku Memang Bosnya!



Aku Memang Bosnya!

Inggris adalah wilayah Sean. Kakek dan orang tua Sean, semuanya tinggal di sini. Aset serta kekuatan utama keluarganya juga berada di sini.     

Memang sudah seharusnya Sean yang berkuasa di sini! Namun, ketika datang ke barnya sendiri di Inggris, dia malah dianggap pembohong dan dipaksa meminta maaf!     

Pada saat ini, tiba-tiba Maureen terlihat berdiri dari tempat duduknya dengan ekspresi serius. Dia melepas jam tangan mahal di pergelangan tangannya dan meletakkannya di meja bar.     

Maueen berkata, "Maaf. Awalnya hari ini aku sudah bilang ingin mentraktir kalian minum-minum, tapi aku tidak melakukannya. Uang tunai yang aku bawa tidak terlalu banyak. Anggap saja jam tangan ini sebagai uang untuk membuka empat botol anggur ini."     

"Aku sudah mengecewakan kalian dan sudah membual. Kalian bisa menertawakanku sesuka kalian. Aku meminta maaf pada kalian. Tapi, aku tidak akan pernah memaksa suamiku untuk meminta maaf pada kalian!" tegas Maureen, "Sayang, ayo kita pergi!"     

Sambil berkata, Maureen Meraih tangan Sean dan bersiap untuk membawanya keluar dari sini.     

Maureen biasanya tampak lembut. Tetapi, ketika terjadi sesuatu, dia tetap memiliki aura penguasa dan keangkuhan wanita kota. Dia tahu bahwa Sean juga pria yang memiliki harga diri tinggi dan tidak akan pernah mau meminta maaf pada siapa pun dengan begitu saja.     

Pada saat ini, Sean merasa sangat tersentuh.     

Lagi-lagi, Sean teringat bahwa ketika masih bersama Giana sebelumnya, dia menangkap basah Giana dan Cahyadi menyewa kamar bersama dan tanpa sengaja menjatuhkan makanan yang dipesan Cahyadi. Pada kasus ini, Giana bahkan meminta Sean untuk meminta maaf pada Cahyadi.     

Situasi Maureen saat ini tampaknya sama seperti pada saat itu. Bahkan meski sudah menyinggung teman kuliahnya, dia masih tidak ingin membiarkan suaminya menundukkan kepalanya. Namun, Sean justru tidak pergi.     

Sean meraih Maureen dan berkata, "Sayang, bar ini milikmu. Tidak ada yang boleh menertawakanmu! Kalau ada yang harus pergi, itu mereka!"     

Jingga mengamuk, "Di saat seperti ini, kamu masih saja berpura-pura!"     

Tepat pada saat itu, seorang pria kulit putih setengah baya yang gemuk masuk. Dia melihat Sean dan Maureen, mengeluarkan ponselnya untuk membandingkan foto, lalu segera membungkuk 90 derajat.     

"Tuan Sean, Nyonya Sean, selamat datang pada kedua Bos untuk inspeksi pekerjaan! Saya Bob, penanggung jawab Churchill Bar."     

Sean memandang Bob. "Kamu yang bertanggung jawab di sini?"     

Tidak heran suami Jingga tidak mengenalnya. Ternyata dia sama sekali bukan orang yang bertanggung jawab di sini. Dia seorang pembohong!     

Jingga menanyai Bob, "Omong kosong apa yang kamu bicarakan! Bar ini milik suamiku! Kamu penanggung jawab tempat yang mana? Hah?!"     

Bob melirik Mike Tanner.     

"Oh? Tuan ini? Kamu yakin bar ini milikmu?" tanya Bob, "Aku mengambil alih bar ini lima tahun lalu. Dua tahun lalu, bar ini dijual pada Green King Bar Group milik Tuan Sean dan Nyonya Sean. Di sini bahkan masih ada fotoku dan teman-temanku yang tergantung di dinding selama lima tahun terakhir. Aku juga bisa menunjukkan kontrak untuk membuktikan diri. Bolehkah aku bertanya, apa dasar yang kamu miliki untuk mengatakan bahwa bar ini milikmu?"     

Mike Tanner tercekat dan tidak berbicara untuk waktu yang lama.     

Jingga mulai panik dan terus mendesak, "Sayang, cepat katakan! Bukannya kamu sudah membeli bar ini?"     

Mike Tanner akhirnya menjelaskan, "Sayang, maaf. Kamu memintaku untuk membeli bar ini kemarin. Aku sudah mengutus asistenku untuk bertanya. Bar di sini diakuisisi oleh group besar, jadi tidak dijual. Aku kira kamu hanya mengundang teman-temanmu untuk minum di sini, jadi aku menghabiskan sejumlah uang untuk menyuap pelayan di sini."     

Kebenaran akhirnya terungkap. Ternyata setelah Jingga tahu Maureen akan datang ke Inggris kemarin, dia secara khusus meminta suaminya untuk membeli bar ini.     

Barusan ketika Jingga masuk, bisa-bisanya dia berpura-pura tidak tahu apa-apa!     

"Jingga, kamu sudah keterlaluan! Jelas-jelas bar ini milik Maureen, tapi kamu malah tidak percaya padanya! Jelas-jelas kamu sudah mencoba membeli bar, tapi kamu masih berpura-pura tidak tahu. Kita ini teman kuliah. Perlakuanmu ini sudah tidak menghormati Maureen!" kata Belinda.     

Mega tidak membela Jingga lagi. "Aku bilang juga apa? Kapan Maureen pernah membual!? Kalau dia bilang seluruh bar yang ada di Inggris miliknya, itu sudah pasti miliknya!"     

Wajah Jingga terlihat malu. Dia tidak menyangka suaminya yang bodoh akan mengacaukan segalanya di depan teman-teman kuliahnya ini.     

Jingga berhenti berdebat. "Maureen, aku dan kamu sudah berteman bertahun-tahun. Mana mungkin aku mempermalukanmu? Aku ini khawatir kamu ditipu! Itu sebabnya aku menyuruh suamiku membeli bar ini agar kamu bisa melihat dengan jelas wajah asli suamimu yang sesungguhnya!"     

Sean mendengus dingin dan menatap Jingga. "Sekarang apa kamu sudah lihat?"     

"Jangan terlalu sombong! Aku percaya bar ini memang ada hubungannya denganmu, tapi ada begitu banyak bar di Inggris dan entah di London saja ada berapa banyak. Pasti tidak mungkin semua bar ini milik keluargamu!" Jingga mengelak.     

Sean tersenyum dan berkata, "Aku paling suka membuat orang yang tidak pernah melihat dunia jadi membuka matanya. Malam ini aku akan membuktikannya. Tapi, perilaku keterbelakangan mentalmu sudah membuat istriku menangis dan aku sangat marah. Jadi, jika aku membuktikan bahwa aku tidak membual, aku ingin kamu meminta maaf pada istriku. Selain itu, aku juga ingin kamu menampar dirimu sendiri!"     

Awalnya ketika melihat wajah Jingga yang begitu terawat dengan baik, Sean merasa menyukainya. Tapi, sekarang ketika melihat wajah ini lagi, dia ingin menambahkan bekas tamparan pada wajahnya yang mulus ini.     

Jingga terprovokasi dan langsung menjawab, "Oke! Asalkan kamu tidak membual, aku bisa menampar diriku sendiri dan memanggil 'Ayah'!"     

Sean tersenyum. "Kalau begitu, kita sepakat. Aku harap kamu tidak menarik ucapanmu sendiri."     

Setelah berbicara, Sean segera menghubungi Louis.     

"Louis, aku beri kamu waktu dua jam. Setelah dua jam, aku ingin semua bar di London memiliki huruf 'MS' dan menggantung foto istriku," perintah Sean.     

Louis menjawab, "Tidak butuh dua jam. Ini bisa diselesaikan dalam satu jam."     

Jika Louis yang turun tangan, Sean merasa tenang.     

"Semuanya, kalian tidak keberatan menunggu satu jam, kan?" tanya Sean.     

"Tidak, tidak! Kami juga belum selesai minum," jawab Belinda.     

"Iya! Empat botol anggur yang dibuka Jingga untuk kami, seharusnya dianggap sebagai Maureen yang mentraktir kami, kan? Terima kasih, Kak Maureen!" kata Mega.     

Belinda memandang Bob sang penanggung jawab bar dan berterima kasih padanya, "Tuan Bob, kami juga berterima kasih padamu. Kami minum empat botol anggur paling mahal di bar kalian. Haha."     

Bob masih tidak tahu hubungan antara Mega dan Sean. Dia memandang Sean dan Maureen, lalu bertanya, "Bos, mereka…"     

"Oh, mereka teman kuliah saya. Saya secara khusus mengundang mereka kemari," jawab Maureen.     

Bos segera berkata, "Keempat botol ini yang paling mahal di lemari anggur yang ditempatkan di luar, tetapi bukan yang paling mahal di bar. Di lemari anggur yang ada di dalam, saya masih memiliki sebotol Louis XIII. Saya akan mengambilnya sekarang untuk Bos minum bersama teman kuliah Bos."     

Maureen merasa tidak enak. "Apa tidak apa-apa?"     

Bob menjawab sambil tersenyum, "Nyonya Sean, semua alkohol yang ada di sini milik Nyonya. Tentu saja Nyonya bisa minum sebanyak yang Nyonya mau!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.