Ingin Kukatakan Sesuatu

Sean Pembohong?



Sean Pembohong?

0Maureen panik ketika mendengar bartender berkata seperti itu. Tanpa diduga, dia sudah mengungkapkan identitasnya, tetapi pelayan bar ini tetap tidak merespons sama sekali.     
0

"Bukannya aku tidak mau bayar. Maksud saya, bukankah Churchill Bar ini milik perusahaan Green King Bar Group? Sementara, saya pemegang saham terbesar dari Green King Bar Group. Sebagai bos, seharusnya saya punya hak untuk menggunakan beberapa botol anggur di toko saya, kan?" kata Maureen.     

Maureen berbicara sangat lambat dan lembut, mungkin karena jarang berbicara bahasa Inggris.     

Sementara Jingga, yang melihat ini, berkata pada Maureen, "Maureen, kamu bosnya. Untuk apa kamu begitu sopan pada seorang pelayan?"     

Setelah itu, Jingga berteriak pada bartender, "Hei! Itu bosmu! Bar ini miliknya! Terserah kami mau memesan alkohol apa!"     

Bartender itu tertawa. "Apakah kalian berempat geng penipu dari Asia yang ingin datang untuk minum gratis? Jika kalian ingin minum gratis, kalian bisa cari tamu di bar. Mereka bisa mentraktir kalian minum, tapi kalian harus menghabiskan malam bersama mereka."     

"Jangan berpikir untuk minum anggur berkualitas seharga ribuan Pound. Wanita Asia seperti kalian adalah yang paling murah. Paling-paling setelah menemani tidur semalam, kalian hanya bisa minum alkohol seharga puluhan Pound," cibir bartender itu.     

Sarkasme dan hinaan bartender membuat Jingga dan yang lainnya marah besar. Bahkan, Jingga dan Mega menggebrak meja bar dengan marah.     

"Apa katamu?! Siapa yang mau menemani tidur? Cepat minta maaf pada kami sekarang juga!"     

Bartender itu menyeka gelas, lalu menunjuk Maureen dan berkata sambil tersenyum, "Wanita ini yang duluan berbohong. Bar Churchill kami tidak ada hubungannya dengan Green King Bar Group. Pemilik bar kami bernama Mike Tanner."     

Maureen mengepalkan tangannya erat-erat. Dia merasa sangat kesal. Jika bukan karena dirinya, dia dan teman-teman kuliahnya tidak akan dihina seperti ini. Tetapi, ketika mendengar kata-kata bartender, Maureen sangat bingung.     

Bukankah bar ini dikuasai perusahaan grup bar? Tapi, Sean jelas-jelas mengatakan bahwa bar besar dan kecil di Inggris semuanya berada di bawah grup bar.     

Tanpa disangka, saat ini Jingga tiba-tiba menyahut, "Mike Tanner? Mike Tanner, Presdir Inco Corporation?"     

Bartender itu menjawab, "Ya, Tuan Tanner yang itu. Kamu kenal dia? Dia pemuda kaya yang paling menonjol di Inggris! Sebelum berusia 30 tahun, dia sudah memiliki aset miliaran Pound!"     

Mega tiba-tiba bergumam, "Kenapa aku merasa nama ini terdengar tidak asing?"     

"Mike Tanner adalah suamiku!" jawab Jingga.     

Belinda tiba-tiba tersadar, "Oh, iya! Nama suamimu Mike Tanner! Ternyata bar ini milik suamimu?"     

Maureen sontak tercengang. Awalnya dia disebut sebagai Ratu Bar. Karenanya, dia setuju untuk membawa teman-teman kuliahnya kemari dan akan mentraktir. Namun, tidak disangka bos bar ini ternyata berubah menjadi Jingga?     

Jingga segera mengeluarkan ponsel dan membuat panggilan.     

"Halo, sayang? Aku mau tanya, apa kamu membeli Churchill Bar? Kamu benar-benar membelinya? Kenapa kamu tidak memberitahuku? Aku di Churchill Bar sekarang. Bartender di sini menghina teman-teman kuliahku. Aku ingin kamu segera memecatnya!"     

Setelah menutup telepon, Jingga tersenyum dan berkata pada ketiganya, "Astaga. Ternyata bar ini benar-benar milikku. Hah… Semua gara-gara suamiku yang terlalu kaya. Tidak ada angin, tidak ada hujan, malah membeli sebuah bar, kilang anggur, dan sebagainya. Aku tidak tahu apa-apa."     

Maureen, Mega, dan Belinda menatap ekspresi teman lama mereka ini. Mereka curiga, apakah Jingga sengaja bersandiwara?     

Kebetulan sekali kamu memilih barmu yang dibeli suamimu, tapi kamu malah tidak tahu?     

"Jingga, kamu tidak sengaja ingin mempermalukan teman lamamu, kan?" tanya Belinda.     

Sekilas Belinda bisa melihat bahwa Jingga sedang berpura-pura. Ini semua dilakukannya untuk mempermalukan Maureen dan mengekspos suaminya.     

Tentu saja Belinda dan Mega senang bisa mengekspos Sean yang seorang pembohong. Tetapi, jika seperti ini, Maureen akan sangat malu dan terhina.     

Jangankan pertemanan, tapi sekarang Belinda dan Mega bekerja di Indonesia. Banyak hal yang harus bergantung pada keluarga Susetia, jadi mereka tidak mungkin menertawakan Maureen. karena itu, Belinda juga sengaja membela Maureen.     

Jingga buru-buru menjawab, "Aduh! Mana ada! Maureen, tolong jangan salah paham! Aku benar-benar tidak tahu kalau bar ini milikku. Sungguh!"     

Maureen tersenyum canggung. "Sudah, sudah. Tidak perlu dibahas lagi. Aku percaya padamu."     

Maureen tahu Jingga selalu cemburu padanya ketika masih kuliah. Dia iri karena Maureen lebih cantik darinya dan iri karena Maureen memiliki latar belakang keluarga yang lebih baik daripada dirinya.     

Pada saat ini, bartender tiba-tiba menjawab panggilan, kemudian segera meminta maaf pada Jingga, "Maaf, Nyonya Tanner. Saya minta maaf atas apa yang saya katakan barusan! Saya harap Anda dapat bermurah hati untuk memaafkan saya kali ini. Jangan pecat saya!"     

Jingga mendengus dingin. "Kamu sudah menghina teman-temanku, tapi kamu masih ingin terus bekerja di barku? Apa yang kamu pikirkan?! Segera pergi dari sini sekarang juga!"     

Jingga tidak berbelas kasihan sedikit pun.     

Bartender itu membungkuk dengan hormat pada keempatnya dan memohon maaf lagi, "Maaf, maaf. Saya minta maaf pada Anda semua karena sudah mengganggu suasana pertemuan Anda. Saya akan pergi sekarang juga."     

Setelah berbicara, bartender itu pergi.     

Mega memuji dengan gembira, "Jingga, sangat mendominasi! Sudah seharusnya dia diusir karena sudah menghina kita!"     

Belinda menyahut, "Untungnya, salah satu dari kamu dan Maureen adalah bosnya. Jika tidak, hari ini tidak ada yang bisa kita lakukan saat dihina bartender tadi."     

Maureen turut mengucapkan terima kasih, "Terima kasih, Jingga."     

Sulit bagi Maureen untuk mengucapkan kata-kata ini. Awalnya, seharusnya dia yang menjadi bos di sini. Jika sesuatu terjadi, seharusnya dia yang memecahkan masalah untuk para teman-temannya. Tapi, sekarang semua lampu sorot sudah direbut oleh Jingga.     

Jingga sangat senang dan berkata pada bartender wanita lain, "Buka empat botol anggur merah paling mahal di sini!"     

"Baik, Bos."     

Bartender wanita sangat patuh dan menyiapkan gelas anggur merah untuk mereka berempat.     

Maureen segera berkata, "Maaf, saya tidak minum. Berikan saya minuman ringan saja."     

"Hah? Kenapa kamu tidak minum?" tanya Jingga.     

"Aku harus bertemu keluarga Sean nanti. Tidak sopan jika ada bau alkohol saat baru pertama kali bertemu," jawab Maureen.     

Jingga berkata tanpa daya, "Maureen, kenapa kamu masih memedulikan suamimu yang pembohong itu? Kamu bahkan masih ingin bertemu orang tuanya? Dia saja pembohong, jadi untuk apa masih menemui orang tuanya?"     

Mega menyahut, "Iya, Maureen. Bukankah suamimu bilang Churchill Bar milik keluarga Yuwono-nya? Dia juga mengatakan bahwa semua pub di Inggris milik keluarga mereka. Mereka begitu murah hati di hari pernikahan kalian dan memberi semuanya padamu. Tapi, ketika sampai di sini, kamu baru menyadari bahwa itu sama sekali bukan milikmu!"     

Belinda ikut menimpali, "Aku juga merasa Sean tidak seperti orang kaya. Menjemput di bandara saja menggunakan Bentley tua. Entah itu mobil bekas atau sewaan, bahkan masih tidak sebagus mobil yang baru kamu beli."     

Dipertanyakan dan diejek teman-teman baiknya seperti ini membuat Maureen sangat sedih! Mungkinkah Sean… benar-benar seorang pembohong?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.