Ingin Kukatakan Sesuatu

Tidak Ada lagi Yoga Liono di Dunia!



Tidak Ada lagi Yoga Liono di Dunia!

0Lianny tidak tahan melihat tangisan Yoga. Dia masih sangat menyukai anak ini, tetapi dia tidak menyangka Yoga akan menjadi pelaku yang sudah mencelakai Sean. Lianny juga tahu jelas seperti apa temperamen Suhendra. Mertuanya ini tidak akan melepaskan Yoga begitu saja.     
0

Sementara ketika Martin melihat ini, dia menendang Yoga dan memarahinya, "Beraninya kamu menyentuh menantuku?! Aku lihat kamu sama sekali tidak memandang keluarga Liono kami!"     

Suhendra memelototi Yoga dengan marah. Dengan identitas dan statusnya, dia tidak perlu mengatakan apapun pada generasi muda ini sama sekali.     

Suhendra memandang Sean dan berkata, "Sean, aku tahu kamu pasti ingin membunuhnya untuk menghilangkan kebencian di hatimu, tapi jika kamu sendiri yang melakukannya, itu akan sangat merepotkan. Bagaimana kalau Kakek saja yang menanganinya?"     

Sean mengangguk. Dia meminta Maureen memanggil Suhendra kemari memang karena ingin melihat bagaimana Suhendra menanganinya. Jika Suhendra seperti Lianny yang masih baik dan menoleransi pelaku yang sudah mencelakainya, dan bahkan masih ingin menjadikan Yoga menantu keluarga Susetia…     

Kalau begitu, maaf. Kelak dari keluarga Susetia, aku hanya akan mengakui Maureen seorang dan tidak mengakui yang lainnya! Persetan dengan kalian semua!     

Ketika Lianny melihat Suhendra akan menangani masalah ini dan Yoga lagi-lagi berlutut dan memohon sambil menangis padanya, dia semakin memohon belas kasihan untuk Yoga, "Ayah, Yoga menyakiti Sean karena masalah yang terjadi dengan Giana sebelumnya. Mereka semua hanya anak-anak. Jangan hukum mereka terlalu berat."     

Suhendra malah membentak Lianny, "Diam! Sean sudah bergabung dengan keluarga Susetia kita, itu artinya dia merupakan bagian dari keluarga Susetia! Aku tidak peduli dendam apa yang dimiliki Yoga pada Sean sebelumnya. Tapi, karena Yoga sudah berani tidak menganggap keluarga Susetia kita dan berani menyerang cucu menantuku, itu sama saja dengan menantang keluarga Susetia kita dan diriku, Suhendra Susetia!"     

Yoga buru-buru meraung, "Tidak! Saya tidak mungkin berani! Tuan Besar Suhendra! Saya sama sekali tidak berniat memprovokasi keluarga Susetia!"     

Suhendra berkata pada Martin, "Beri tahu Presdir Handika dari Proyek Penelitian dan minta dia mengirim seseorang untuk membawa kontrak sukarelawan percobaan manusia."     

"Baik!"     

Mendengar ini, Yoga langsung gemetar ketakutan. "Percobaan manusia? Tidak! Jangan! Saya tidak mau berpartisipasi dalam percobaan manusia! Saya tidak ingin menjadi kelinci percobaan! Saya masih ingin hidup dengan sehat! Tuan Besar Suhendra, masukkan saja saya ke penjara, Saya mohon! Saya bersedia menjalani hukuman 20 tahun penjara. Tidak. Saya bersedia dipenjara seumur hidup!"     

Suhendra mengabaikan Yoga. Sementara, Sean mengangguk lega. Tindakan pria tua ini sangat sesuai dengan keinginan Sean. Karena kali ini Yoga hampir menyebabkan Sean menjadi buta, orang sepertinya yang merupakan ancaman besar bagi hidup Sean tidak boleh dibiarkan. Sean berharap bahwa inti dari hukuman keluarga Susetia adalah Yoga tidak dapat lagi mencelakainya. Sementara, cara kerja Suhendra sangat cocok.     

Tidak lama kemudian, datang dua orang misterius dan memaksa Yoga untuk menekan sidik jarinya dan menandatangani kontrak. Kemudian, Yoga pun dibawa pergi.     

"Jangan! Suhendra, dasar berengsek! Bajingan!"     

"Seluruh keluarga Susetia berengsek! Maureen, dasar pelacur yang sudah ditiduri ribuan orang! Jalang!"     

"Sean! Bahkan jika aku menjadi hantu, aku tidak akan melepaskanmu! Aku akan meracunimu, memotong anggota badanmu, dan mengebirimu! Aku akan merebut semua wanita yang kamu suka!"     

Ketika Yoga dibawa pergi kedua orang itu, dia mengatakan banyak hal buruk. Mungkin itu juga kata-kata terakhirnya yang bisa didengar Sean.     

Setelah Yoga dibawa pergi, Suhendra berkata pada Sean, "Mengenai keluarga Liono, Kakek sendiri yang akan memberi tahu mereka. Meski mereka marah sekalipun, tidak akan ada gunanya. Berdasarkan apa yang Kakek tahu tentang Yuangga, dia tidak akan berani melawan keluarga Susetia. Bukankah Yoga punya seorang kakak laki-laki? Kamu tenang saja. Kakek akan mencari orang untuk mengawasi bocah itu sehingga dia tidak akan memiliki kesempatan untuk mencelakaimu lagi."     

Suhendra sangat berpikiran jauh sehingga Sean juga sangat puas dengan hasilnya. Dia pun hanya berkata, "Terima kasih."     

Pada saat ini, Lianny, ibu mertuanya, memutar bola matanya dan menatap Sean. Sean merasa tidak nyaman dengan sikap ibu mertuanya itu. Dia pun bertanya, "Kenapa menatap saya?"     

Lianny sangat marah hingga tidak sadar kenapa Sean bisa melihat. Dia pun langsung menjawab, "Aku memang menatapmu! Dasar menantu tidak berguna yang hanya bisa membuat masalah bagi keluarga kami! Karena masalahmu, kami dan keluarga Liono jadi bermusuhan!"     

"Meskipun keluarga Liono tidak akan berani berurusan dengan kami, mereka tetap saja keluarga yang memiliki kekayaan ratusan triliun. Ada banyak orang di keluarga kami. Jika diam-diam mereka ingin melakukan sesuatu, bagaimana kami bisa mengatasinya? Bukannya kamu sendiri sangat hebat? Bukannya kamu punya banyak anak buah? Urus saja musuhmu itu! Untuk apa kamu memanggil kami kemari?!" maki Lianny.     

Lianny merasa Sean hanyalah menantu yang terlantar dan akan segera diceraikan, jadi tidak sepadan jika benar-benar menyinggung keluarga dengan kekayaan 100 triliun untuk menantu yang terlantar ini. Namun, saat berbicara, wajah Lianny tiba-tiba berubah,     

"Tunggu sebentar. Sean… Kamu… Bagaimana bisa kami tahu kalau aku menatapmu?"     

Kata-kata Lianny membuat Suhendra, Martin, dan yang lainnya terkejut dan menyadari hal ini.     

Sean memandang Lianny sambil tersenyum, lalu berkata, "Saya tidak hanya tahu Anda menendang saya, tapi saya juga tahu bahwa pakaian yang Anda kenakan hari ini sangat cerah dan Anda juga mengenakan celana ketat. Hmph! Sudah berusia 40-an, tapi masih saja berpakaian seperti gadis berusia 20 tahun. Anda pikir Anda memiliki sosok tubuh yang bagus?"     

Di depan kakek dan ayah mertuanya, Sean menggoda ibu mertuanya, tetapi tidak ada tetua yang marah. Sebaliknya, Suhendra dan Martin sangat gembira.     

Suhendra mendorong Lianny dan kedua tangannya menekan tubuh Sean dengan penuh semangat. "Sean, matamu sudah sembuh? Kamu bisa melihat?"     

Marvin mencibir, "Menurutku, dia sama sekali tidak buta, Mana ada orang buta yang bisa memainkan lagu Bach dan melakukan slam dunk? Dari awal, aku sudah tahu kalau itu palsu!"     

Selama perjamuan ulang tahun dua hari yang lalu, ketika Sean buta dan melakukan slam dunk sambil melompati orang, itu membuat Marvin ketakutan. Jika memang benar, Marvin sangat ingin memuja Sean sebagai seorang pahlawan.     

Sean berkata dengan jujur, "Saya kehilangan penglihatan saya di Surabaya, tapi dalam perjalanan ke sini, saya langsung minum obat dan sembuh. Untuk mengetahui siapa yang membunuh saya, saya harus terus berpura-pura buta."     

Lianny sangat marah, "Bagus! Dasar kamu, Sean! Lupakan saja mengenai dirimu yang membohongi orang lain! Tapi, kamu bahkan membohongi istri, ayah dan ibu mertuamu! Apa kamu masih menganggapku sebagai ibu mertuamu? Hah?!"     

Sean menjawab dengan sangat terang-terangan, "Tidak."     

Lianny tercengang. Dia merasa sangat malu dan tidak menyangka Sean akan begitu terus terang.     

Maureen yang melihat keduanya bertengkar lagi pun tertawa sambil memeluk Lianny, lalu menghiburnya, "Bu, Sean juga tidak berbohong padaku. Dia langsung memberitahuku."     

Setelah mendengar ini, Lianny menjadi semakin marah dan memelintir telinga Maureen.     

"Bagus, ya! Kamu memang putriku! Bisa-bisanya kamu bersekongkol dengan Sean untuk membohongi Ibu dan membuat Ibu mempermalukan diri sendiri dengan memilih suamimu yang berikutnya?!"     

Martin buru-buru mengulurkan tangannya untuk menghentikan Lianny, meskipun dia tahu Lianny juga tidak mengerahkan kekuatan apa pun. Dia menepis tangan Lianny dan berkata, "Sudah. Jangan membuat keributan. Di saat-saat ini, kamu masih saja punya pikiran untuk memedulikan hal-hal sepele seperti ini!"     

Suhendra mengangguk puas, tetapi Martin mengerti apa maksudnya.     

Martin memandang Sean dan bertanya, "Sean, karena matamu baik-baik saja, apakah itu berarti kamu bisa pergi ke Inggris?!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.