Ingin Kukatakan Sesuatu

Terlalu Berpuas Diri!



Terlalu Berpuas Diri!

0Kata-kata Sean membuat Lianny, Michelle, dan yang lainnya tercengang. Mereka tidak percaya apa yang barusan mereka dengar. Sean bahkan setuju laki-laki lain meminta nomor Maureen!     
0

Beberapa kandidat calon menantu baru saja diberi pelajaran Sean dan menjadi hancur berkeping-keping, tapi kenapa sikap Sean berubah ketika berhadapan dengan Yoga? Apa karena sebelumnya Sean dan Yoga sudah saling mengenal? Tapi, hubungan mereka berdua dulu juga tidak baik.     

Maureen sedikit terkejut, tetapi suaminya sudah berkata, jadi lebih baik dia mendengarkannya.     

"Oh, baiklah."     

Maureen mengeluarkan ponselnya dan memberikan nomornya pada Yoga.     

Michelle yang melihat hal ini pun tertawa dan berkata, "Sean, akhirnya kamu sadar dan menyerah atas inisiatifmu sendiri. Ini baru benar! Mencintai seseorang, tidak harus memilikinya. Melihatnya bahagia saja sudah cukup… Oh, maaf. Aku lupa kamu tidak bisa melihat. Haha."     

Lianny sendiri sangat senang. Akhirnya dia tidak harus berhadapan dengan Sean si menantunya ini setiap hari.     

Tidak lama kemudian, pesta ulang tahun pun berakhir. Sean dan Maureen mengendarai mobil yang sama yaitu Bentley Continental putih yang baru dibeli.     

Di dalam mobil, Maureen menyetir sambil bertanya, "Sayang, kenapa kamu menyuruhku memberikan nomorku pada Yoga? Selain itu, seingatku kamu dan Yoga bukan teman, tapi hari ini kelihatannya hubunganmu dengannya cukup baik."     

"Aku curiga Yoga adalah orang yang menyuruh orang untuk meracuniku," jawab Sean.     

"Apa?" Seketika Maureen mengurangi kecepatannya. "Kalau begitu, apa maksudmu menyuruhku memberikan nomorku padanya? Kamu ingin aku mencari tahu sesuatu mengenai dirinya?"     

Sean menggelengkan kepalanya. "Orang ini sangat pintar. Dibandingkan dulu, sekarang dia lebih merendahkan diri. Akan sangat sulit bagimu untuk menemukan bukti darinya. Hari ini aku mengobrol berdua dengannya sebentar. Aku bilang padanya kalau kita akan segera bercerai. Bahkan aku juga bilang kalau aku bersedia memercayakanmu padanya."     

Maureen buru-buru menyalakan lampu sein kanan dan menepi untuk berhenti. "Sayang, kamu bukannya mau menyerahkanku padanya, kan?"     

Sean tersenyum dan menjawab, "Tentu saja tidak. Lagi pula, aku tidak benar-benar buta. Aku menyebutkan satu syarat padanya, yaitu menyuruhnya untuk mencari pelakunya. Jika dia benar-benar bisa melakukannya, itu artinya dia pasti akan mengungkap kesalahannya sendiri!"     

Sean memegang tangan Maureen dan berkata, "Jangan khawatir, sayang. Aku tidak akan membiarkan dia menyentuh sehelai rambutmu."     

"Hmm." Maureen sendiri tidak mau berhubungan dengan Yoga. "Kalau begitu, aku akan menyuruh Susi menggunakan WhatsApp-ku untuk sementara. Biar dia yang mengobrol dengan Yoga."     

"Ya, oke."     

———     

Pada saat ini, Yoga kembali ke Mercedes-Benz Big G tempat Fendy berada di tempat parkir hotel.     

"Hahahaha…" Begitu pintu dibuka, Yoga tertawa.     

Fendy sedang berbaring dan beristirahat. Ketika melihat Yoga kembali dengan gembira, dia segera bangkit dan bertanya, "Yoga, ada apa? Kenapa kamu begitu senang?"     

"Kak, Sean si bocah itu bersedia memberikan Maureen padaku!" jawab Yoga dengan girang.     

"Apa? Sean berinisiatif memberikan istrinya padamu?" Fendy merasa ada yang tidak beres.     

Yoga tersenyum dan menjawab lagi, "Ya, orang buta itu bilang kalau dia tidak ingin menjadi batu sandungan bagi Maureen, jadi dia berencana untuk menceraikannya. Dia tidak merasa tenang dengan semua kandidat lainnya dan merasa lebih mengenal diriku, jadi dia merasa aku layak bagi Maureen. Tapi, dia menyebutkan satu syarat, yaitu menyuruhku menangkap Cahyadi."     

Fendy keheranan. "Untuk apa menangkap Cahyadi?"     

Yoga tersenyum dan menjelaskan, "Ternyata Sean mengebiri Cahyadi sebelumnya, jadi sekarang curiga Cahyadi lah yang sudah mengakibatkan dia menjadi buta. Haha. Kesimpulan yang buruk."     

Fendy berkata dengan penuh waspada, "Yoga, kamu harus berhati-hati! Si Sean ini bukan orang yang mudah. Mungkinkah dia menjebakmu?"     

"Tidak mungkin," kata Yoga, "Kakak tidak tahu kalau seluruh keluarga Susetia tidak menyukainya. Ibu mertuanya bahkan memilih menantu berikutnya untuk Maureen di depan umum dan tidak menggubris Sean sama sekali. Sean dan Maureen pasti akan bercerai. Selain itu, sekarang Sean curiga Cahyadi pelakunya. Asalkan aku bisa meyakinkan Cahyadi untuk disalahkan, selamanya dia tidak akan pernah mencurigaiku! Bukankah ini sangat bagus?"     

Fendy berpikir sejenak, lalu mengangguk. "Jika bisa seperti ini, tentu saja ini hal yang baik."     

Yoga menepuk pundak Fendy dan berkata, "Haha! Kak, jangan khawatir. Kali ini tidak akan ada masalah. Nanti saat aku sudah menyelesaikan masalah ini, aku akan menikahi Maureen dan membanggakan keluarga kita!"     

Fendy sendiri berharap Maureen bisa menjadi adik iparnya!     

"Oke, aku akan mengantarmu ke Jakarta untuk mencari Bibi. Dia pasti tahu di mana Cahyadi berada."     

Sambil berbicara, Fendy menginjak pedal gas dan mengantar Yoga ke Jakarta.     

———     

Di malam hari, Yoga datang ke sebuah perumahan biasa.     

"Yoga, minum dulu tehnya."     

Lusy membawakan secangkir teh untuk Yoga sambil tersenyum. Meskipun dia tidak lagi berpakaian seindah sebelumnya, Lusy memiliki sosok tubuh yang baik dan terlihat menarik dengan apa pun yang dikenakannya.     

"Terima kasih, Bibi," Yoga berterima kasih dengan sopan.     

Ayah Cahyadi, Singgih Pangestu, duduk di sofa, tetapi menonton televisi dan mengabaikan Yoga. Itu karena ketika dia pergi ke rumah keluarga Liono sebelumnya, orang-orang dari keluarga Liono tidak memperlakukannya sebagai tamu.     

"Bibi, Paman, kali ini aku datang karena ingin mengundang Cahyadi bergabung dengan Secepat Kilat Express sebagai wakil presiden direktur perusahaan," kata Yoga.     

"Apa? Wakil presiden perusahaan?"     

Singgih dan Lusy sama-sama terkejut. Mereka semua tahu bahwa Secepat Kilat Express baru-baru ini kembali mendominasi industri pengiriman ekspres.     

Singgih bertanya dengan tidak percaya, "Menyuruh putraku menjadi wapresdir perusahaan keluarga Liono kalian? Bukankah itu setara denganmu dan Fendy? Mungkinkah keluarga Liono kalian sebaik itu?"     

Sebagai anggota keluarga Liono, Lusy tidak terlalu percaya bahwa keluarga Liono akan berbuat seperti ini, meski dia sangat berharap ayahnya juga bisa menyayangi Cahyadi…     

"Paman, keluarga Liono kami juga mengalami kemunduran besar beberapa waktu lalu. Setelah banyak menderita, akhirnya kamu berhasil kembali ke masa-masa kejayaan kami. Kali ini kakekku juga mendapatkan pelajaran dari masalah ini bahwa keluarga seharusnya bersatu!" kata Yoga.     

Yoga meyakinkan, "Bibi adalah anggota keluarga Liono kami. Cahyadi bisa dibilang setengah anak dari keluarga Liono, jadi Kakek berharap Cahyadi juga bisa datang ke perusahaan untuk membantu. Semakin banyak orang akan semakin kuat, asalkan kita satu keluarga bersatu. Dengan begitu, kita tidak perlu takut akan serangan orang lain!"     

Lusy meneteskan air mata, lalu memegang tangan Singgih dengan emosional. "Akhirnya Ayah sadar! Akhirnya Ayah menerima kita."     

Singgih jelas sangat senang. Sekarang dia sudah bangkrut. Jika keluarga Liono bisa membantunya, tidak lama lagi dia bisa kembali ke masa-masa kejayaannya.     

Yoga yang melihat kebohongannya berhasil dengan begitu cepat pun segera bertanya, "Bibi, Paman, sekarang kakak sepupuku ada di mana? Aku ingin bertemu dengannya."     

"Dia pergi ke Thailand, tapi tidak memberitahukan pada kami di mana alamatnya. Katanya dia tidak ingin kami mencarinya," jawab Lusy, "Bibi akan memberikan nomor teleponnya yang sekarang padamu. Kalau kamu sudah sampai di sana, bujuk dia untuk kembali ke Indonesia. Katakan padanya kalau kedua anaknya sudah menunggunya."     

Lagi-lagi Yoga terkejut. "Cahyadi punya anak?"     

Rupanya Lusy orang yang tanggap. Bibinya ini berjaga-jaga dan membuat Cahyadi memiliki anak terlebih dahulu. Jika tidak, keluarga Pangestu tidak akan memiliki penerus.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.