Ingin Kukatakan Sesuatu

Si Buta Memainkan Bach!



Si Buta Memainkan Bach!

0Ini bukan hanya pertunjukan pesta ulang tahun!     
0

Ketika diundang oleh Lianny, Howard, Yugo, Yoga, dan yang lainnya diberitahu bahwa mereka adalah calon suami Maureen berikutnya. Pertunjukan kali ini sebenarnya untuk memilih menantu laki-laki keluarga Susetia.     

Howard terus menunjukkan kemampuannya yang serba bisa dan pesona maskulinnya, yang semuanya ditunjukkan pada istri Sean, Maureen Susetia. Sebagai suami Maureen, bagaimana bisa Sean tahan dengan penampilan lawan jenis yang begitu berani ini?     

Howard tersenyum dan memandang semua orang yang memujinya, lalu berkata sambil tersenyum, "Terima kasih, semuanya. Sebenarnya, ini bukan gerakan slam dunk saya yang paling hebat. Slam dunk terhebat saya adalah Walking in The Air slam dunk!"     

"Walking in The Air slam dunk? Ya Tuhan! Bahkan dia bisa melakukan hal yang begitu sulit?"     

Para tamu terkejut dan banyak orang mengatakan bahwa mereka ingin melihatnya sekarang.     

Tiba-tiba Howard memikirkan sesuatu. Dia berinisiatif menghampiri Sean, lalu bertanya, "Sean, bisakah kamu kemari dan membantu saya? Kamu hanya perlu berdiri di bawah ring dan jangan bergerak. Saya akan melompati kepalamu dan melakukan dunk."     

Sejak awal Sean sudah tidak suka dengan Howard yang tukang pamer dan sok hebat di depan istrinya. Sekarang bocah ini malah berani membuat permintaan yang begitu menghina seperti ini! Dia ingin melompati kepala Sean dan melakukan dunk!     

Sean menggebrak meja dan membentak, "Howard, jika kamu punya nyali, katakan sekali lagi!"     

Howard, yang melihat Sean marah, tidak panik sama sekali. "Sean, kamu tenang saja. Kemampuan melompat yang saya miliki sangat hebat. Saya pasti bisa melompatimu dan melakukan dunk. Saya tidak akan menaiki lehermu. Haha."     

Sean bangkit berdiri dengan penuh amarah. "Beraninya kamu memprovokasiku? Kamu dari Jakarta, kan? Memangnya kamu tidak tahu aku siapa?"     

Bisa dibilang Sean adalah raja Jakarta di masa lalu!     

Setelah menjadi presiden direktur Grup Citra Abadi di Jakarta demi membalas dendam pada mereka yang ingin memasukkannya ke dalam daftar hitam, Sean hampir memonopoli semua bisnis di segala lapisan masyarakat. Selain itu, setidaknya sudah ada puluhan perusahaan yang bangkrut. Sejauh ini, banyak keluarga dan pebisnis di Jakarta sudah pernah mendengar nama Sean. Bahkan, wajah mereka menjadi pucat.     

Howard terlihat tertawa. "Memangnya kalau berasal dari Jakarta, harus tahu kamu siapa? Haha. Kamu ini terlalu memandang tinggi dirimu. Bukankah kamu ini hanya menjabat sebagai Presdir Grup Citra Abadi untuk beberapa saat dan hanya berurusan dengan beberapa bajingan saja?"     

"Setelah kembali ke Indonesia, aku mendengar cerita tentangmu dari temanku. Katanya kamu orang terkaya di Jakarta yang sangat berkuasa dan mendominasi. Kamu juga berhasil mendapatkan presdir wanita tercantik di Jakarta, Chintia Yandra. Haha. Maaf. Keluarga Tenggara selalu menjadi keluarga terkaya di Jakarta. Giliranmu tidak akan tiba," cibir Howard.     

Howard melanjutkan, "Selain itu, Chintia adalah wanita yang sangat saya kenal. Sebelum saya pergi ke luar negeri, dia sering mengundang saya untuk minum kopi, menonton film, dan pergi ke bar untuk minum. Dia juga menyatakan perasaannya pada saya dan bilang kalau dia ingin menjadi pacar saya, tapi saya menolaknya. Dia sangat cantik, tapi sayangnya dia sudah berusia 30 tahun dan yatim piatu. Mana mungkin dia pantas untuk saya?"     

 Sean langsung marah, "Omong kosong! Chintia mengejarmu?"     

"Kenapa tidak? Keluarga saya merupakan keluarga terbesar di Jakarta. Saya tampan dan juga muda. Selain itu, saya juga jenius yang serba bisa. Ada begitu banyak wanita yang mengejar saya dan salah satunya adalah Chintia. Memang ada yang aneh?" balas Howard.     

"Kamu tampan?"     

Sekarang Sean sedang mengenakan kacamata hitam dan dapat dengan jelas melihat penampilan Howard. Tubuhnya tidak buruk karena sering berolahraga teratur. Tetapi, wajahnya tidak bisa dibilang tidak sedap dipandang dan terlihat biasa-biasa saja. Bisa-bisanya pria tidak tahu malu ini memuji dirinya sendiri tampan?     

Howard menjawab dengan tidak tahu malu, "Benar! Saya ini lebih tampan jauh darimu. Sayangnya, kamu buta dan tidak punya kesempatan untuk melihat ketampanan wajah saya!"     

Howard si bajingan ini berani membual hanya karena Sean buta agar Sean merasa orang yang ada di depannya ini pria sempurna yang tidak memiliki kekurangan dalam segi apa pun. Dengan begitu, Sean akan segera mundur dan menyerah pada Maureen. Sayangnya dari awal Sean sudah melihat seperti apa wajahnya.     

Howard berkata dengan penuh kemenangan, "Sean, saya laki-laki sempurna yang memiliki penampilan, kemampuan, talenta, dan latar belakang keluarga. Hanya laki-laki seperti saya yang layak untuk Nona Maureen."     

"Sejak zaman dulu, hanya pahlawan yang pantas untuk wanita cantik. Saya sudah lama mengagumi Nona Maureen. Itu sebabnya saya menolak banyak wanita hebat, termasuk Chintia. Alasan mengapa saya tidak datang untuk mengejar Nona Maureen lebih awal adalah karena saya ingin terus memperbaiki diri. Ketika saya sudah menjadi laki-laki yang sempurna suatu hari nanti, saya akan kembali menemui Nona Maureen," lanjut Howard.     

"Sean, jika hari ini kamu tidak buta, saya bisa bersaing secara terbuka denganmu. Saya akan membuatmu malu dan menyerah pada Nona Maureen. Sayang sekali kamu sudah menjadi orang cacat, jadi saya juga tidak perlu menindasmu. Kamu sendiri saja yang menyerah dan jangan menjadi batu sandungan bagi Nona Maureen!"     

Di depan keluarga Susetia dan semua tamu, Howard memprovokasi Sean bahwa dia ingin merebut istri Sean. Namun, ketika mendengar kata-kata tidak sopan Howard, orang-orang dari keluarga Susetia tidak berbicara sama sekali. Ini sama saja dengan persetujuan bahwa Howard dapat merebut Maureen.     

"Sepertinya keluarga Susetia sudah bersiap mengganti menantu mereka. Kalau tidak, Howard tidak mungkin berbicara dengan Sean seperti ini."     

"Benar! Pantas saja ada penampilan tambahan di pesta ulang tahun ini. Sepertinya orang-orang yang tampil ini, semuanya merupakan kandidat calon menantu."     

"Pantas saja. Bagaimanapun juga, Sean sudah buta. Sudah seharusnya mereka menelantarkannya."     

"Sayang sekali. Katanya saat Sean masih sehat, dia juga orang yang serba bisa. Jika bisa dibandingkan, kemungkinan dia juga tidak kalah dari si Howard Tenggara ini!"     

Semua mata penonton tertuju pada Sean. Sean hanya memiliki dua pilihan sekarang, mengalahkan Howard dan membuat semua orang menyadari bahwa dia lebih kuat dari Howard. Atau, melepaskan Maureen.     

"Apa kamu ingin bersaing dengan saya? Baiklah. Jarang ada orang di Indonesia yang serba bisa seperti saya. Saya akan memberikan kesempatan ini padamu!" balas Sean.     

Howard terkejut. "Kamu ingin bersaing denganku? Bersaing apa? Kamu bahkan sudah buta dan tidak bisa melihat!"     

Sean tersenyum dan menjawab, "Benar, sekarang aku memang sudah buta, tapi seharusnya menang darimu bukanlah masalah."     

Yoga turut menjadi penasaran.     

"Barusan kamu menampilkan permainan piano dan slam dunk, jadi biarkan aku juga menampilkan dua hal itu terlebih dahulu," kata Sean, lalu beralih pada Maureen, "Istriku, tolong tuntun aku ke piano."     

"Ya!"     

Maureen sendiri muak dengan Howard si pria narsis ini. Padahal, awalnya Maureen merasa slam dunk Howard cukup keren. Tidak disangka dia malah mengatakan begitu banyak hal yang begitu keterlaluan pada Sean. Bahkan dia juga mengatakan bahwa dirinya memiliki ketampanan yang tiada taranya. Ini benar-benar menjijikkan.     

Semua orang terkejut.     

"Apa yang Sean ingin lakukan? Apakah dia akan bermain piano juga?"     

"Katanya pianis internasional, Dwiki Dhermawan, adalah juniornya. Kemampuan bermain pianonya pasti lebih hebat dari Howard!"     

"Tapi, sekarang dia buta. Dia sudah tidak bisa melihat. Apakah sekarang dia ingin menunjukkan penampilan permainan piano tanpa melihat?"     

Maureen tersenyum. Sekarang hanya dia satu-satunya orang yang tahu bahwa sebenarnya Sean tidak buta. Dia tahu suaminya tidak akan mempermalukan dirinya sendiri dan akan mengejutkan semua penonton.     

Howard melihat Sean duduk di samping piano dan bertanya dengan suara yang keras, "Sean, lagu apa yang akan kamu mainkan?!"     

"Bach in G minor," jawab Sean.     

Wajah Howard langsung berubah ketakutan. "Jika kamu bisa memainkan lagu ini dalam keadaan buta, saya akan berlutut dan bersujud padamu dan menyembahmu sebagai guru saya!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.