Ingin Kukatakan Sesuatu

Kamu Buta!



Kamu Buta!

0Sean menahan tawanya. Dia teringat akan apa yang terjadi malam itu, lalu berkata, "Tidak, Yah. Ibu Mertua sangat baik padaku…"     
0

Ketika teringat tamparannya pada Lianny, Sean masih merasa sangat puas.     

Sebagai menantu Lianny, entah apapun perlakuan dan perkataan keterlaluan yang pernah Lianny perbuat padanya, Sean juga tidak bisa memukul orang yang lebih tua, apalagi seorang wanita. Jadi, bisa membalas dendam secara diam-diam adalah hal yang menyenangkan.     

"Maureen, duduklah. Akan ada pertunjukkan. Kenapa kamu tidak menontonnya? Aku juga ingin tahu seberapa banyak rekan-rekan di Indonesia yang lebih baik daripada diriku!" kata Sean.     

Suhendra mengangguk lega, tetapi tidak menyangka Sean memiliki pikiran seperti itu. Butuh rasa percaya diri yang seberapa kuat untuk duduk di sini dan menikmati pertunjukan lawannya?     

Pertama-tama, pertunjukan dilakukan oleh pemuda-pemuda Bogor yang menjadi tuan rumah. Sebagian besar pertunjukannya tidak bersemangat dan tidak menarik. Tentu saja tidak dapat menarik perhatian putri kaya raya seperti Maureen.     

Jika mengesampingkan pesona pribadi dan berbicara tentang latar belakang keluarga mereka, itu akan semakin kurang menarik bagi keluarga Susetia. Di Bogor, siapa yang bisa dibandingkan dengan keluarga Susetia?     

Setelah itu, beberapa tuan muda dari kota lain menunjukkan bakat mereka, tetapi mereka hampir tidak bisa lolos. Pada akhirnya, hanya ada tiga yang tersisa yaitu Yugo dari Surabaya, Howard dari Jakarta, dan Yoga dari Banten.     

Kompetisi bakat ini pada dasarnya ditujukan untuk memilih suami bagi Maureen dan menantu laki-laki bagi keluarga Susetia, tetapi itu masih pertunjukan untuk menghormati Suhendra. Jadi, ketika giliran Yugo, Yugo berinisiatif menghampiri Suhendra dan berbicara dengan hormat     

"Tuan Besar Suhendra, pertunjukan bakat dan sejenisnya bukanlah keahlian saya. Saya ini tidak suka hal-hal yang ribut seperti ini. Karena Ayah saya berkutat dengan pemerintahan, saya mendapat pengaruh dari teman-teman ayah saya yang ada di sekitar saya. Sejak kecil, saya lebih tertarik pada fengsui dan membaca wajah orang."     

Banyak orang di pesta juga tahu bahwa pengalaman hidup Yugo cukup kuat di daerah setempat. Mereka pun memujinya,     

"Tuan Muda Yugo mengerti fengsui dan bisa membaca wajah orang di usia yang begitu muda. Luar biasa."     

"Iya! Pantas saja karier ayah Tuan Muda Yugo begitu lancar di pemerintahan."     

Suhendra tersenyum dan berkata, "Yugo, karena kamu tahu cara membaca wajah, maukah kamu membacakan wajah saya?"     

Yugo buru-buru menundukkan kepalanya. "Saya tidak berani! Tanpa perlu membaca wajah Tuan Besar Suhendra, Anda pasti panjang umur! Selain itu, keluarga Anda akan terus makmur."     

Mana berani Yugo membaca wajah Suhendra? Bukankah itu sama saja dengan cari mati? Di zaman kuno, orang-orang yang bisa membaca wajah tidak akan berani membaca wajah para pemimpin.     

Dulu ada seorang ahli metafisika yang pernah membaca wajah pemimpinnya. Si pemimpin itu bertanya padanya, "Menurutmu, aku bisa hidup berapa lama?"     

Ahli itu sudah memiliki jawaban di dalam hatinya, tetapi dia masih berlutut di tanah dan menjawab, "Anda akan berumur panjang!"     

Si pemimpin kemudian bertanya lagi, "Menurutmu berapa tahun aku bisa menjadi pemimpin?"     

Ahli pun menjawab, "Di saat matahari terbit dari barat!"     

Pemimpin itu pun sangat senang karena matahari tidak mungkin terbit dari barat. Ini menunjukkan kalau dirinya akan terus menjadi pemimpin dari generasi ke generasi. Tapi, dia tidak tahu bahwa sebenarnya ada seseorang yang akan merebut kepemimpinannya. Kemudian, ketika kekuasaannya mencapai puncak, orang itu menggulingkan kekuasaan si pemimpin dan mengambil posisi si pemimpin itu.     

Meskipun Yugo masih muda, dia tahu bahwa wajah orang besar seperti Suhendra tidak bisa dibaca sembarangan. Bahkan jika membacanya, dia juga tidak bisa mengatakan yang sebenarnya, jadi apa gunanya membaca wajahnya?     

Lianny merasa si Yugo ini cukup menggemaskan dan lembut. Dia memakai kacamata, tidak tinggi, dan terlihat seperti murid SMP. Meskipun tidak cocok dengan Maureen, dia memiliki latar belakang keluarga yang baik dan mudah dikendalikan, jadi sepertinya dia pilihan calon menantu yang baik.     

Lianny tersenyum dan berkata, "Yugo, bagaimana kalau kamu membaca wajah Maureen kami?"     

Yugo memandang Maureen dan langsung tersipu ketika melihat wajah kakak cantik yang mempesona ini. "Baik…"     

Yugo datang dan menyapa Maureen terlebih dahulu, "Ha… Halo, Kak Maureen…"     

Lianny tersenyum dan berkata, "Aduh! Kenapa memanggil Kak Maureen? Walaupun Maureen lebih tua beberapa tahun darimu, kalian masih termasuk seumuran, jadi panggil namanya langsung saja."     

Yugo memandang Maureen dan menelan ludah, lalu berkata, "Ma… Ma…"     

Si kecil Yugo ini tidak berani memanggil nama Maureen langsung di depan orangnya. Semua orang juga terkejut. Mereka tidak menyangka putra dari keluarga terkemuka ini begitu pemalu, bahkan merasa agak rendah diri ketika menghadapi perempuan.     

Ketika melihat Yugo tergagap, tiba-tiba Sean berkata, "Seharusnya kamu memanggilnya Nyonya Sean."     

Yugo tidak lagi gugup. Dia menatap Sean dan tersirat amarah dalam pandangan matanya. Yugo sangat gugup dan tidak berani bicara ketika harus menghadapi wanita cantik seperti Maureen. Tetapi, ketika menghadapi seorang pria, tidak ada masalah sama sekali.     

"Maaf, tapi aku sama sekali tidak mengenal Tuan Sean! Aku hanya tahu dia adalah Nona Maureen!" tukas Yugo.     

Sean melirik Yugo, tapi dia tidak menyangka pria yang tingginya hanya sekitar 166 cm ini berani berbicara dengan keras padanya. Dia pun bertanya, "Dengar-dengar Tuan Yugo ahli fengsui dan ahli fisiognomi?"     

Yugo mengangkat kepalanya dengan arogan. "Aku tidak berani disebut ahli, tapi jika kamu memanggilku ahli, aku juga tetap pantas!"     

Sean berkata sambil tersenyum, "Tuan Yugo, kebetulan aku juga mempelajari wajah, psikologi, ekspresi mikro, dan sebagainya."     

Yugo terkejut dan seperti tidak percaya. "Oh? Benarkah?"     

Sean mengangguk. "Karena kamu tahu cara membaca wajah, maukah kamu membaca wajahku?"     

Lianny berkata dari samping, "Dia kemari untuk membaca wajah Maureen! Apa yang bisa dibaca dari wajah laki-laki sepertimu?"     

Alasan Lianny meminta Yugo untuk membaca wajah Maureen adalah agar mereka memiliki komunikasi yang lebih dalam dan membuat Maureen jatuh cinta pada pria ini. Namun, Sean ada di tempat kejadian, jadi mana mungkin Sean membiarkan pria lain mendekati istrinya?     

"Tante, tidak apa-apa. Biar aku membaca wajahnya!" kata Yugo pada Lianny.     

Yugo lalu memandang Sean dan berkata, "Tuan Besar Suhendra dan banyak tetua ada di sini, tapi kamu masih memakai kacamata hitam? Itu sangat tidak sopan! Lepaskan kacamata hitammu. Dengan begitu, aku akan lebih gampang untuk membaca wajahmu!"     

Sean tidak takut Yugo bisa membaca kebutaannya yang hanya pura-pura. Dia tahu bocah ini tidak pandai membaca wajah orang. Dia pun melepas kacamata hitamnya, kemudian menatap suatu tempat tanpa bergerak.     

Yugo menatap Sean dan diam-diam bersukacita, "Bodoh! Sejak awal, aku sudah tahu kalau kamu tidak bisa melihat!"     

Setelah melihat lebih dekat, Yugo berkata dengan keras, "Mata Tuan Sean terlihat utuh seperti mata orang normal, tetapi pandangan matanya kosong dan persepsi visualnya terhadap lingkungan sekitarnya sangat lemah. Kalau saya tidak salah, Tuan Sean seharusnya buta! Kamu… tidak bisa melihat!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.