Ingin Kukatakan Sesuatu

Mencari Pelaku Sebenarnya!



Mencari Pelaku Sebenarnya!

0Tidak lama kemudian, pesawat pribadi itu mendarat di landasan bandara Soekarno-Hatta. Ketika pesawat baru saja mendarat, ada ratusan tentara yang memegang senjata di sekitar pesawat untuk melindungi tempat ini. Sementara, hampir semua keluarga Susetia datang ke bandara.     
0

Suhendra secara pribadi datang ke bandara untuk menemui Sean. Anak-anak dan cucu-cucunya, semuanya juga sudah tiba, termasuk Marvin yang duduk di kursi roda.     

Julius lah yang pertama turun dari pesawat. Begitu turun dari pesawat, dia terkagum-kagum dengan kekuatan Suhendra ketika melihat para tentara yang dipersenjatai dengan senjata api. Dia pun merasa sedikit takut.     

Julius segera berlari menghampiri Suhendra dan menjelaskan dengan panik, "Tuan Susetia, ini semua salah saya. Saya tidak menjaga keselamatan cucu menantu Anda dengan baik. Saya tidak tahu akan ada orang yang mencoba untuk mencelakainya. Saya benar-benar tidak menyangka seseorang akan berani menyentuh cucu menantu Anda. Selain itu, saya lihat Sean juga dilindungi oleh orang-orangnya, jadi seharusnya tidak ada masalah."     

Julius terbang jauh-jauh dari Surabaya untuk menunjukkan pada Suhendra bahwa kecelakaan Sean tidak ada hubungannya dengan dirinya.     

Sekarang Sean adalah menantu keluarga Susetia. Meskipun Julius menjalin hubungan dengan Suhendra sebelumnya, Sean lah keluarga Suhendra, sementara Julius hanyalah bawahannya dan tidak dapat dibandingkan dengan Sean sama sekali.     

Suhendra memandang Julius dengan ekspresi acuh tak acuh. Ketika mengetahui Sean buta, Suhendra juga sangat marah.     

Tadi malam, Maureen baru saja memberi tahu Suhendra. Pertama, Kakek Sean menyatakan bahwa pengalaman bisnis Sean sudah berakhir dengan sukses. Kedua, Sean juga akan membawa Maureen ke Inggris.     

Setelah Suhendra mengetahui berita itu, dia sangat girang hingga tidak tidur semalaman. Dia mengira akhirnya dia sudah bisa mengetahui rahasia keluarga Yuwono. Dia bahkan juga menyuruh Maureen pergi ke Inggris kali ini untuk menanyakan rahasia keluarga Yuwono. Namun, pagi ini Suhendra justru mendengar bahwa Sean buta.     

Julius saja khawatir Suhendra akan menyalahkannya atas insiden ini, jadi kenapa Suhendra tidak khawatir Charles juga akan marah pada keluarga Susetia karena ini? Indonesia adalah wilayah Suhendra, sementara cucu dari keluarga Yuwono mengalami kebutaan di sini. Bagaimana dia bisa menjelaskannya pada Charles Yuwono?!     

Suhendra memandang Julius dengan dingin. "Sudah diselidiki? Sebenarnya siapa yang menaruh racun itu?"     

"Saya sedang menyelidiki. Tapi, kemarin ada terlalu banyak orang di perayaan itu. Bos-bos yang hadir saja sudah berjumlah ratusan, jadi akan membutuhkan sedikit waktu," jawab Julius.     

Pada saat ini, John membantu Sean turun. Sean mengenakan kacamata hitam untuk menutupi wajahnya. Sepertinya dia tidak ingin orang lain menyadari bahwa dia buta.     

Sementara, Maureen berlari ke depan dan meraih tangan Sean, lalu bertanya khawatir sambil menangis, "Sean, bagaimana keadaanmu? Apa matamu benar-benar tidak bisa melihat? Jangan membuatku takut…"     

Suhendra buru-buru menghampiri dan memegang tangan Sean yang lain. "Sean, jangan khawatir. Kakek sudah menemukan dokter mata terbaik di Indonesia. Kakek pasti akan menyembuhkanmu!"     

Sean mengangguk.     

Sesudah itu, Sean dibawa ke rumah sakit. Setelah diperiksa dengan cermat, orang-orang dari keluarga Susetia datang ke kantor Profesor Wisnu, dokter spesialis mata.     

"Profesor Wisnu, bagaimana mata Sean? Apa bisa disembuhkan?" tanya Suhendra dengan tidak sabar.     

Profesor Wisnu menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Mata pasien tidak rusak. Setelah analisis komprehensif dari pemeriksaan di rumah sakit Surabaya dan pemeriksaan kami, kebutaan ini disebabkan oleh racun yang dicampurkan pada alkohol yang diminumnya tadi malam. Tapi, sejauh yang saya tahu, tidak ada obat yang bisa menyebabkan kebutaan."     

"Mungkinkah keracunan metanol?" tanya Martin.     

Profesor Wisnu menjawab, "Metanol memang dapat menyebabkan kerusakan pada saraf optik, kemudian kebutaan di kedua mata. Selain itu, begitu mengalami kebutaan, tidak akan pernah bisa disembuhkan selamanya."     

"Saya ingat bahwa pada tahun 1980-an, beberapa orang menjual metanol sebagai alkohol kayu industri dengan harga tinggi, kemudian dicampur dengan air dan dijual sebagai minuman keras sehingga menyebabkan banyak kebutaan dan bahkan kematian. Tetapi, jika Tuan Sean meminum metanol, dia tidak mungkin hanya buta tanpa memiliki reaksi lainnya," terangnya.     

Professor Wisnu melanjutkan, "Jika keracunan metanol, seseorang akan mengalami sakit kepala, kelelahan, kesadaran berkurang, dan bahkan kematian. Tapi, Tuan Sean tidak memiliki gejala-gejala ini dan hanya mengalami kerusakan saraf optik. Saya menduga seseorang secara diam-diam mengembangkan obat yang secara khusus dapat menyerang saraf optik seseorang dan menyebabkan kebutaan!"     

Suhendra dan yang lainnya seketika ketakutan. Siapa orang yang begitu kejam hingga mengembangkan obat semacam itu?!     

"Apakah tidak ada cara untuk menyembuhkannya?" tanya Suhendra.     

Profesor Wisnu menggelengkan kepalanya. "Kami tidak menemukan obat khusus ini di tubuh Tuan Sean. Selain itu, sekarang tampaknya fungsi tubuh Tuan Sean baik-baik saja, tapi Tuan Sean masih tidak bisa melihat dengan jelas. Maaf, Tuan Besar Suhendra, sepertinya Tuan Sean…"     

Suhendra segera mengamuk, "Saya tidak ingin mendengar Anda mengatakan bahwa Anda tidak dapat menyembuhkannya! Anda harus menyembuhkan mata Sean!"     

Profesor Wisnu menundukkan kepalanya. "Saya akan berusaha melakukan yang terbaik."     

———     

Pada pukul sepuluh malam, Sean berbaring di kamar pasien. Sementara ini, dia harus tinggal di rumah sakit untuk melanjutkan pemeriksaan.     

Sekarang penglihatan Sean sudah pulih sepenuhnya, tapi dia juga harus bekerja sama dengan pemeriksaan dan perawatan ini. Itu karena dia ingin menemukan pelaku yang sebenarnya.     

Pada saat ini, Maureen masih di kamar pasien dan memegang tangan Sean untuk memberinya rasa aman. Sean bisa melihat Maureen sudah menangis begitu hebat.     

Barusan Sean terus menyuruh Maureen pulang ke rumah untuk beristirahat, tapi dia tidak mau, Dia bilang mulai dari sekarang, dia tidak akan meninggalkan Sean sedikit pun.     

Ketika kamar pasien kosong, tiba-tiba Sean membelai rambut Maureen, menatap Maureen dengan matanya yang sembab, dan berkata, "Bodoh. Lihat, kamu menangis hingga matamu bengkak. Sekarang kalau ada peringkat wanita tercantik di Bogor, aku rasa kamu bahkan tidak akan bisa masuk sepuluh besar."     

Tiba-tiba Maureen mengangkat kepalanya dengan wajah yang terlihat kebingungan.     

"Sayang, bagaimana kamu tahu kalau aku… Kamu bisa…"     

Saat Maureen hendak berbicara, Sean menghentikannya dengan ciuman yang jatuh tepat di mulutnya.     

"Ssst," Sean memberi isyarat pada Maureen, "Maureen, sebenarnya mataku sudah baik-baik saja pagi tadi."     

Maureen buru-buru memukul Sean.     

"Kenapa kamu tidak memberitahuku?! Kamu sudah membuatku khawatir seharian!"     

"Sekarang aku belum tahu siapa yang sudah mencelakaiku. Aku harus menangkapnya. Karena orang ini sudah mencelakaiku sekali, dia akan mencelakaiku untuk kedua kalinya. Aku ingin terus berpura-pura buta. Itu karena setelah aku buta, dia akan lebih mudah menyerangku. Maureen, jangan beritahu keluarga Susetia-mu tentang ini."     

Maureen mengangguk. "Hmm."     

Sean mengusap air mata di wajah halus dan cantik Maureen, lalu berkata, "Sayang, pulang dan tidurlah di rumah."     

Ketika tahu Sean baik-baik saja, akhirnya Maureen bersedia meninggalkan rumah sakit.     

Satu jam setelah Maureen pergi, Marvin masuk dengan kursi rodanya. Lampu di kamar pasien dinyalakan lagi, sementara Sean berbaring di tempat tidur dan tidak bangun.     

"Sean," Marvin memanggil Sean.     

Sean tidak menjawab, tetapi membalikkan tubuhnya.     

Melihat Sean belum tidur, Marvin bertanya, "Sean, kamu pasti mengira aku yang meracunimu, kan?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.