Ingin Kukatakan Sesuatu

Menelusuri Kebenaran!



Menelusuri Kebenaran!

0"Ibu Mertua, karena kamu sudah mengaku bahwa kamu yang mencelakaiku, jangan salahkan aku jika menggunakan obat ini padamu! Aku harap apa yang kamu katakan hanya kata-kata emosi. Jika itu benar…"     
0

Wajah Sean terlihat kejam. Lianny adalah ibu Maureen, sedangkan Maureen adalah istrinya, wanita yang paling dipedulikannya selain Chintia.     

Jika Lianny benar-benar melakukan ini, Sean tidak mungkin membunuhnya. Namun, Sean pasti akan menghukumnya hingga membuat Lianny tidak bisa menyentuhnya lagi seumur hidupnya.     

Pada saat ini, Maureen yang berlari keluar dari kamar Lianny sambil menangis tidak langsung kembali ke kamar Sean, tetapi pergi ke kamar mandi. Dia menghubungi Marvin sambil menangis.     

"Marvin, kamu tahu Ibu yang sudah meracuni Sean? Kamu juga bersekongkol dengan Ibu?" tanya Maureen.     

Marvin tampak bingung dan balik bertanya, "Kak, apa yang Kakak bicarakan? Apa maksud Kakak dengan Ibu yang sudah meracuni Sean?"     

Maureen menangis. "Ibu baru saja memberitahuku bahwa Ibu yang sudah meracuni Sean hingga buta!"     

Marvin sontak terkejut. "Apa?! Mana mungkin? Ibu bahkan tidak berani membunuh ayam. Paling-paling dia hanya akan menampar Sean untuk melampiaskan amarahnya. Ibu sama sekali tidak mungkin bertindak kejam seperti ini. Apa Kakak masih tidak paham karakter Ibu kita? Jangan-jangan Kakak bertengkar dengan Ibu lagi sampai ibu berbicara begitu?"     

Sekarang air mata Maureen pun mulai berhenti. "Hmm."     

"Hei. Bisa-bisanya Kakak menganggap ibu kita seorang penjahat? Kakak juga ada-ada saja."     

Maureen berpikir dengan hati-hati. Dia juga merasa bahwa apa yang dikatakan ibunya barusan hanyalah emosi belaka dan tidak dapat dianggap serius.     

Awalnya Maureen bahkan sangat khawatir. Jika Lianny benar-benar mencelakai Sean, apa yang harus dia lakukan?     

Di satu sisi, itu ibunya sendiri. Sementara di sisi lain, Sean juga suaminya sendiri. Maureen jatuh ke dalam masalah yang sama seperti Chintia dulu.     

Sekarang setelah tahu ibunya sengaja mengucapkannya untuk membuatnya marah, Maureen menyeka air matanya dan kembali ke kamar.     

"Maureen, kenapa kamu menangis?"     

Sean menatap mata merah Maureen, lalu mengulurkan tangan dan mengusap-ngusap air mata Maureen. Di ruangan yang hanya ada mereka berdua, Sean tidak lagi harus berpura-pura buta.     

Maureen menyangkal, "Tidak, kok."     

Maureen tidak berencana memberi tahu Sean apa yang baru saja terjadi. Namun, sebenarnya Sean sudah mengetahuinya. Sean tahu Maureen juga merasa sangat serba salah saat ini, jadi dia tidak terus bertanya.     

"Tidurlah, sayang." Sean meraih tangan Maureen dan membujuknya untuk beristirahat.     

Sean hendak memberi obat pada Lianny, jadi dia hanya memiliki kesempatan untuk melakukannya setelah Maureen tertidur.     

Sean tahu malam ini Lianny akan begadang karena ingin memilih 'menantu berikutnya'. Dia harus menyiapkan dokumen pribadi para kandidat ini, memilahnya, dan menunjukkannya pada Suhendra. Sean memperkirakan bahwa dengan cara kerja Lianny, sepertinya dia tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya sampai jam dua pagi.     

Lianny dan Maureen sama-sama wanita yang pergerakannya lambat. Bahkan ketika mereka keluar, mereka harus bersiap-siap untuk waktu yang lama. Merias wajah, memilih pakaian, mengambil barang-barang bawaan, memasak, atau melakukan hal lain, semuanya dilakukan dengan setengah dari kecepatan orang lain.     

Tidak lama kemudian, sudah pukul setengah satu subuh.     

Pada saat ini, hampir semua orang di rumah Suhendra sudah tidur. Maureen juga sudah tidur pulas. Hanya lampu di kamar tidur Lianny yang masih menyala.     

Karena ruangan tempat Sean dan Lianny sama-sama berada di lantai dua dan tidak berjauhan, Sean dapat mengetahui pergerakan Lianny.     

Tidak lama kemudian, Lianny keluar dari kamar dan sepertinya akan mandi. Lianny melepas celana dan atasan yang dipasangi alat penyadap Sean, lalu menggantinya dengan piyama kancing sutra berwarna merah.     

Karena pada tengah malam orang-orang sudah tidur, Lianny tidak peduli dengan pakaiannya dan tidak mengancing dua kancing teratas. Jika seorang pria melihatnya, takutnya sosok wanita paruh baya ini juga akan menyebabkan banyak pria mimisan.     

Lianny sangat cantik ketika masih muda dan sangat mirip dengan Maureen yang sekarang. Jika benar-benar mengesampingkan rasa muak dan penilaiannya terhadap karakter Lianny, Lianny benar-benar yang terbaik di antara wanita berusia 40-an.     

Lianny terlihat pergi ke kamar mandi di lantai ini sambil membawa pakaiannya. Diam-diam Sean segera berjalan keluar dari pintu kamarnya.     

Kali ini Sean lebih berhati-hati dari sebelumnya karena di mata keluarga Susetia, sekarang Sean buta. Dia tidak bisa melihat dan tidak bisa berjalan sendiri. Jadi, ketika kali ini dia keluar, dia tidak boleh dilihat oleh siapa pun. Jika tidak, penyamarannya akan terungkap.     

Ketika Lianny meninggalkan kamarnya, Sean segera membuka pintu dan masuk.     

Lampu di ruangan itu menyala. Sean mengamati sekilas dan mendapati teko dan cangkir teh di meja tempat Lianny menyortir dokumen.     

Sean menduga bahwa dengan efisiensi kerja Lianny yang lambat, seharusnya dia belum selesai menyortir dokumen-dokumen ini. Begitu selesai mandi, dia pasti akan kembali melanjutkan pekerjaannya. Jadi, dia pasti akan minum lagi saat kembali.     

Tinggal masukkan saja obatnya ke dalam teko.     

Sean tersenyum jahat. Dia berjalan dan melihat dokumen tentang 'generasi berikutnya' di atas meja. Sean sontak merasa penasaran, lalu mengambil dan melihatnya.     

Lagi pula, ibu mertuaku ini lambat dalam melakukan segala sesuatu. Kemungkinan butuh waktu satu jam untuk mandi, jadi aku tidak perlu buru-buru keluar.     

Sean pertama kali melihat dokumen Yoga yang dengan jelas menyatakan tinggi, berat, pendidikan, latar belakang keluarga Yoga, dan lain-lainnya. Tak disangka, Lianny bahkan memberikan nilai pada 'calon menantu' ini. Evaluasi Lianny terhadap Yoga ternyata 'Sangat Berbakat'.     

Sangat berbakat?     

Sean sangat cemburu ketika melihat penilaian ini. Lianny selalu mengatakan bahwa Sean tidak berguna dan membencinya. Sepertinya jika Lianny menilai dirinya, dia bahkan tidak akan masuk dalam rata-rata. Tapi, Lianny menilai Yoga dengan sangat baik, bahkan menilainya sangat berbakat?     

Sangat berbakat dari mananya? Karena menikah dengan janda? Mobil bergoyang dengan selebriti? Atau karena tidak bisa punya anak? Huh! Jika ibu mertuaku ini tahu Yoga tidak bisa punya anak, aku ingin tahu apa dia masih berpikir Yoga 'sangat berbakat' atau tidak!     

Sean mendengus dingin dan terus melihat yang lainnya.     

"Yugo Mahardjo? Latar belakang keluarganya tidak buruk. Ayahnya masih sangat muda dan masa depannya menjanjikan. Dia memiliki sumber daya dan kemampuan yang tidak aku miliki di Indonesia."     

Tapi, apa bocah ini murid SMA? Kenapa kelihatannya masih belum dewasa begini? Bisa-bisanya Lianny tega memilih anak kecil seperti ini!     

Howard Tenggara? Putra orang terkaya di Jakarta? Bukankah orang terkaya di Jakarta itu aku? Kenapa aku tidak ingat ada keluarga Tenggara di Jakarta?     

Jenius yang serba bisa? Haha.     

Penilaian Lianny tentang Yugo dan Howard juga sangat berbakat. Selain itu, ada lebih dari selusin dokumen para pria dan kebanyakan dari mereka adalah anak-anak dari keluarga kelas satu di Indonesia. Mereka semua berusia di bawah 25 tahun. Selain Yoga yang pernah menikah satu kali, yang lainnya belum pernah menikah.     

Tampaknya Lianny sengaja menurunkan persyaratan satu tingkat karena ingin menikahkan Maureen. Karena keluarga Susetia sesuai dengan keluarga teratas di negara ini, yaitu keluarga kelas satu super. Namun, pada keluarga yang sederajat, Maureen, sebagai wanita yang sudah menikah dan punya anak, tidak lagi layak mendapatkan anak dari latar belakang keluarga yang setara dan umur yang sama.     

Dengan seseorang seperti keluarga Liono, mereka pasti pantas untuk satu sama lain. Keluarga Liono tidak mungkin berani menolak pernikahan dan anak Maureen.     

Tepat ketika Sean sedang asyik membaca, tiba-tiba dia mendengar langkah kaki yang tidak ringan maupun berat.     

Suara sandal ini… Gawat! Ibu Mertua sudah kembali!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.