Ingin Kukatakan Sesuatu

Menginterogasi Maureen!



Menginterogasi Maureen!

0Sean keluar dari kamar sambil membawa foto-foto ini.     
0

John yang bersembunyi pun keluar ketika melihat Sean keluar dari rumah Gunardi. Dia segera menghampirinya dan bertanya, "Tuan Muda Sean menemukan sesuatu?"     

Wajah Sean jelas jauh lebih marah daripada ketika masuk tadi dan sejak awal John juga sudah bisa melihatnya.     

Sean berkata dengan marah, "Segera seret Gunardi si bajingan itu padaku dari rumah sakit untuk menemuiku!"     

Ketika John mendengar ini, dia segera menyadari apa yang telah terjadi dan segera menjawab, "Baik!"     

...     

Setelah itu, Sean menyetir sendiri dan pulang duluan.     

"Tuan Muda, kenapa kembali secepat ini?"     

Susi si pembantu membuka pintu untuk Sean sambil tersenyum. Sementara, wajah Sean terlihat datar. Dia mengabaikannya dan langsung berjalan menuju kamar.     

Ketika Susi menyadari ada yang tidak benar dengan Sean dan sepertinya wajahnya tampak sangat marah, Susi pun mengikutinya dengan langkah kecil sambil berkata, "Tuan Muda ingin mencari Nona? Nona sedang membawa Sisi ke rumah Tuan Besar."     

Sean menyahut dengan muram, "Maureen tidak di rumah?"     

Susi mengangguk. "Ya. Sepertinya Tuan Besar menemukan seorang guru melukis untuk Sisi, jadi Nona membawa Sisi pergi menemui guru itu."     

Sean meninggalkan rumah tanpa mengucapkan sepatah kata pun dan pergi ke rumah orang tua Maureen.     

...     

Ketika tiba di rumah orang tua Maureen, seluruh ruang tamu sangat ramai. Tak hanya ada ibu Maureen, Lianny Hanindita, tapi Maureen dan Sisi. Ada juga Marvin dan Giana serta Michelle dan Matthew.     

"Tuan Muda datang!" seru pelayan rumah keluarga Susetia, membuat semua orang menyadari kedatangan Sean.     

Maureen sangat terkejut. Dia tidak menyangka Sean akan datang menemuinya di sini.     

Sean keluar pagi-pagi dan Maureen bahkan mengira suaminya akan kembali sangat larut, jadi dia membawa Sisi ke sini untuk menemui guru melukis.     

Maureen tahu Sean tidak suka datang ke sini karena sekarang Giana tinggal di rumah orang tuanya. Terakhir kali Sean bertemu Giana, pagi-pagi buta mereka sudah bertengkar…     

Maureen buru-buru menghampiri Sean dan berkata dengan ramah, "Suamiku, kenapa kamu di sini? Kamu tidak perlu datang ke sini secara langsung. Cukup telepon aku saja, aku pasti akan langsung membawa Sisi kembali."     

Ketika mendengar kata-kata ini, Michelle sangat tidak senang,     

"Kak Maureen, lihat apa yang Kakak katakan. Kenapa dia tidak bisa datang? Dia menantu keluarga Susetia kita. Jika ingin bertemu denganmu dan Sisi, sudah seharusnya dia datang mencarimu! Selain itu, bahkan jika dia bukan menantu yang tinggal di rumah pihak wanita, bukankah normal bagi menantu untuk mengunjungi rumah mertuanya? Kenapa? Apa karena aku di sini? Apa aku sebegitu mengganggu kalian?"     

Michelle tahu Sean membencinya, jadi dia mengira kata-kata Maureen ditujukan padanya, karena dia kebetulan sedang ada di sini.     

Tentu saja tanpa Maureen repot-repot menjelaskan, Giana berinisiatif angkat bicara, "Kak Michelle, jangan diambil hati. Bukan karena Kakak, melainkan aku. Kemungkinan Kak Maureen tidak ingin suaminya datang karena tahu aku ada di sini."     

Michelle dan Giana baru menghabiskan beberapa jam bersama untuk waktu yang singkat, tetapi mereka sudah akrab. Mungkin Michelle merasa puas karena Giana pernah mengkhianati Sean, jadi dia memperlakukannya dengan sangat baik dan menganggapnya sebagai teman.     

Michelle segera berkata dengan tidak tulus, "Oh? Adik Giana begitu cantik seperti ini, tapi bisa-bisanya ada yang tidak suka melihatnya? Giana, biar aku menjadi orang pertama yang membelamu."     

Tiba-tiba Marvin yang sedang minum teh merasa suasana di sini menjadi tidak menyenangkan. Dia pria dewasa yang membenci wanita yang memiliki arti terselubung dalam ucapannya. Tidak seperti pria yang ketika melihat seseorang yang tidak menyenangkan, akan langsung memaki dan berkelahi.     

Sementara, Sean menutup telinga terhadap apa yang dikatakan Giana dan Michelle. Dia benar-benar mengabaikan percakapan mereka. Dia bahkan mengabaikan istrinya, Maureen, dan langsung melangkah maju untuk meraih tangan Sisi.     

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Sean meraih Sisi dan berjalan keluar. Adegan ini mengejutkan semua orang.     

Apa yang Sean lakukan?     

Lianny sontak berkata, "Sean! Dasar menantu tidak tahu sopan santun! Kamu bahkan tidak menyapa mertuamu ketika bertemu? Di matamu, apa kamu masih menganggapku sebagai ibu mertuamu?!"     

Lianny merasa sangat kesal karena diabaikan begitu saja. Dia merasa Sean pasti masih kesal karena tamparannya terakhir kali.     

Michelle baru saja mendengar tentang ini. Dia pun mencibir, "Semua orang bilang, pasangan suami istri tidak boleh bertengkar lebih dari semalam, terlebih lagi mertua dan menantu. Sean, kamu tidak mungkin menyimpan kebencian sampai sekarang karena ibu mertuamu menamparmu, kan? Benar-benar kikir."     

Di tempat kejadian, hanya Maureen yang melihat ada yang salah dengan Sean. Bukan karena apa yang terjadi terakhir kali, Sean sengaja memasang wajah tidak enak pada keluarga Maureen. Sean bukan orang yang tidak memiliki tata krama seperti itu dan juga tidak akan melakukan hal kekanak-kanakan seperti itu.     

Maureen mengejar Sean sampai ke halaman, lalu berlari dengan cepat ke depannya dan bertanya, "Suamiku, kamu mau bawa Sisi ke mana?"     

Sean tidak menyembunyikannya dari Maureen dan menjawab, "Laboratorium Tes DNA!"     

Tiba-tiba kepala Maureen serasa akan meledak.     

"Laboratorium… Tes DNA? Kamu ingin membawa Sisi untuk tes DNA lagi? Kenapa?"     

Orang-orang keluarga Susetia di belakang tak kalah tercengang.     

Michelle tampak bingung. "Bukankah Sean sudah pernah membawa Sisi untuk tes DNA? Kenapa dia mau melakukannya lagi?"     

Giana tertegun sejenak, lalu senyum muncul di wajahnya. Dia merasa sangat gembira di dalam hatinya.     

Aku tahu! Sean pasti tahu Maureen berselingkuh dengan laki-laki lain, jadi dia curiga bahwa laporan tes DNA yang lalu dipalsukan! Ternyata Maureen bukan wanita baik-baik! Aku punya kesempatan lagi!     

Di luar rumah, ketika Sisi mendengar bahwa dia akan pergi ke laboratorium tes DNA lagi, dia segera melepaskan tangan Sean.     

"Jangan, Ayah. Aku tidak suka pergi ke sana. Aku tidak ingin pergi ke sana."     

Maureen langsung bertanya, 'Suamiku, apa yang terjadi? Bisakah kamu memberitahuku?"     

Sean sendiri ingin menanyai Maureen secara langsung. "Aku tidak ingin mempermalukanmu di depan keluargamu. Kita bicarakan di rumah!"     

Sambil berkata, Sean berjalan keluar dari rumah terlebih dahulu, sementara Maureen juga menggendong Sisi dan mengikutinya.     

Di ruang tamu, orang-orang keluarga Susetia yang tersisa di dalam kebingungan.     

"Ada apa ini? Apa kita perlu ikut memeriksa ke sana?" Michelle bertanya-tanya.     

———     

Sean melaju dengan cepat dan membawa Maureen kembali ke rumah.     

Setelah tiba di rumah, Maureen menyerahkan anaknya pada Susi, kemudian kembali ke kamar mereka bersama Sean.     

Maureen bisa melihat bahwa Sean sangat marah, jadi dia berinisiatif untuk memegang tangan Sean dan bertanya dengan lembut, "Suamiku, apa yang terjadi?"     

Sean langsung menepis tangan Maureen dan langsung balik bertanya, "Maureen, katakan padaku dengan jujur. Apakah Sisi benar-benar anakku?"     

Kalimat ini langsung membuat Maureen linglung.     

"Tentu saja Sisi anakmu. Seumur hidupku, satu-satunya laki-laki yang pernah…"     

"Cukup!" Sean tiba-tiba berteriak, "Jangan bilang akulah satu-satunya bagimu! Jangan bilang kamu hanya mencintaiku! Aku tidak ingin mendengar kebohonganmu lagi!"     

Maureen benar-benar terlihat linglung. Baru saat itulah dia menyadari Sean sedang meragukan kesetiaannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.