Ingin Kukatakan Sesuatu

Giana, Apa yang Kamu Lakukan?!



Giana, Apa yang Kamu Lakukan?!

0Tampaknya setiap wanita yang ditemui Sean sejak menceraikan Giana, semuanya sangat pengertian.     
0

Maureen berkata dengan lembut, "Sudah larut, lebih baik kita… cepat istirahat saja."     

"Hmm."     

Melihat wajah Maureen yang sedikit malu, Sean sedikit terkejut. Ketika pertama kali bertemu Maureen, dia merasa Maureen adalah wanita yang dingin. Tidak disangka, setelah menjadi istrinya, dia menjadi sangat menempel padanya.     

Tidak lama kemudian, lampu di kamar Sean dan Maureen dimatikan. Sementara di seberang kamar mereka, lampu di kamar tempat Marvin dan Giana tidur, selalu menyala.     

Sekitar 40 menit kemudian, lampu di kamar Sean dan Maureen menyala lagi. Sebaliknya, lampu di kamar Marvin dan Giana pada saat ini mati.     

Sean menyalakan lampu, berjalan keluar kamar, dan berjalan ke kamar mandi di lantai dua karena ingin mandi. Secara kebetulan, sambil membawa senter ponsel di tangan kanannya, Giana datang ke kamar mandi. Kebetulan keduanya tidak sengaja bertemu.     

Saat ini sudah hampir tengah malam. Sean melihat Giana berpakaian sangat tipis, hanya mengenakan kamisol merah muda dan celana pendek. Dia terlihat waspada, seperti baru melakukan sesuatu yang buruk.      

Diam-diam Sean menyumpah dalam hatinya. Dia tidak menyangka akan bertemu Giana selarut ini, apalagi di saat seperti ini.     

Saat ini keduanya sama-sama ingin menggunakan kamar mandi. Tentu saja Sean yang seorang pria dewasa tidak mungkin berebut dengan Giana. Dia pun berkata, "Kamu saja yang pakai kamar mandinya. Aku mandi di bawah."     

Setelah berkata demikian, Sean memutar bola matanya dan bersiap untuk pergi.     

"Berhenti!" Giana tiba-tiba menghentikan Sean dan bertanya, "Sean, apa maksud pandangan matamu itu?"     

"Pandangan mata apa?" tanya Sean balik.     

Giana mendengus dingin. "Jelas-jelas kamu memandangku dengan jijik! Aku sudah menjadi istrimu selama tiga tahun. Kamu pikir aku tidak bisa melihatnya?"     

Sean tidak menyangkal, "Benar! Aku memang jijik padamu! Aku bahkan sangat memandang rendah dirimu! Begitu ingat kamu pernah menjadi istriku, begitu ingat kamu pernah menjadi wanita yang paling aku cintai, aku ingin muntah! Sekarang kamu sudah semakin murahan!"     

"Aku pernah menganggapmu sebagai wanita paling mulia dan suci di dunia. Bahkan meski kamu tidak membiarkanku menyentuhmu selama tiga tahun menikah, aku juga tidak mengeluh! Sebaliknya, perlakuanmu padaku saat itu membuatku merasa kamu semakin mulia dan berbeda dari wanita lainnya! Tapi, sekarang? Kamu bisa tidur dengan orang lain sembarangan! Sekarang aku benar-benar merasa diriku yang tiga tahun lalu sangat bodoh!" hina Sean.     

Giana sangat marah. Penghinaan dan makian yang Sean membuatnya merasa sangat malu.     

Plak!     

Giana menampar Sean dan membentak, "Kamu tidak berhak berkata seperti itu padaku!"     

Haha. Kamu berani berbuat, tapi tidak membiarkan orang lain mengatakannya?     

Plak!     

Sean membalas tamparan Giana. "Sekarang kamu tidak memenuhi syarat untuk memukulku! Bahkan jika kamu benar-benar bersama Marvin, aku kakak iparmu! Terlebih lagi, dia hanya mempermainkanmu dan sama sekali tidak mungkin menikahimu!"     

Tamparan Sean melukai harga diri, mental, dan fisik Giana. Dia membelalakkan matanya dan tampak marah.     

"Sean, kamu bajingan! Kamu boleh mencari wanita lain, tapi kamu tidak membiarkanku mencari laki-laki lain, kan? Oke! Aku akan membuatmu kehilangan muka di depan ayah mertua dan ibu mertuamu hari ini!"     

Setelah berbicara, tiba-tiba Giana berteriak di kamar mandi, "Ahhh! Tolong! Marvin, cepat selamatkan aku! Sean, apa yang kamu lakukan?! Jangan sentuh aku! Lepaskan aku! Tante Lianny, Om Martin, cepat selamatkan aku!"     

Sambil berteriak, Giana mengacak-acak rambutnya dan merobek pakaiannya sendiri. Sean sontak tercengang.     

Apa yang ingin Giana lakukan?!     

Saat itu sudah subuh dan suasana sangat sunyi sehingga gerakan apa pun dapat terdengar dengan jelas. Terlebih lagi, Giana berteriak sangat keras.     

Sean segera menutup mulut Giana. "Pelacur, berhenti berteriak!"     

Giana tetap bersikeras memfitnah Sean, jadi dia menggigit tangan Sean dengan keras dan terus berteriak.     

Tidak lama kemudian, Maureen mengenakan pakaiannya dan keluar dari kamar. Marvin juga duduk di kursi roda listrik dan menyelinap keluar kamar sendirian. Sementara, Martin dan Lianny turun dari kamar lantai tiga untuk memeriksa keadaan di bawah.     

Keempatnya datang ke kamar mandi di lantai dua dan melihat Sean dan Giana sama-sama berpakaian minim. Selain itu, pakaian Giana berantakan dan matanya berlinang air mata, seolah sudah terjadi sesuatu.     

Melihat Lianny datang, Giana segera menghampirinya.     

"Tante, Tante harus membelaku. Tadi aku datang ke kamar mandi. Siapa yang tahu kalau Sean, dia… dia ternyata ingin…"     

Wajah Marvin memerah karena marah.     

"Sean, dasar bajingan! Kamu baru saja menikah dengan kakakku, tapi keesokan harinya kamu sudah ingin selingkuh? Kamu masih manusia atau bukan, hah?!"     

Sean paling benci difitnah, terutama oleh wanita seperti Giana. Dia pun berteriak pada Giana, "Kamu bicara omong kosong! Sekarang saja setiap melihatmu aku merasa jijik! Mana mungkin aku ingin menyerangmu?!"     

Lianny tidak percaya akan bantahan Sean. Dia berjalan ke arah Sean, mengangkat tangannya, dan menampar Sean.     

Plak!     

Lianny sangat marah, "Sean! Kamu sudah menjadi menantu keluarga Susetia kami! Kamu sudah tidak punya hubungan dengan mantan istrimu! Giana ini pacar adik iparmu sekarang. Bagaimana bisa kamu menyerangnya?!"     

"Aku tahu. Kamu masih cemburu dengan apa yang dilakukan Marvin padamu sebelumnya, jadi kamu ingin membalasnya dengan cara yang sama? Tidak cukup kamu menembak Marvin, kamu masih ingin menyiksa anakku lagi?!" tuduh Lianny.     

"Aku tidak melakukannya!" sangkal Sean dengan putus asa.     

Maureen buru-buru berdiri di depan Sean. "Bu, Ibu belum tahu kebenarannya. Bagaimana bisa Ibu menuduh orang begini? Aku percaya Sean bukan orang seperti itu."     

"Kamu…"     

Saat Lianny hendak berbicara, tiba-tiba Martin berkata dengan tegas dan sungguh-sungguh, "Cukup! Jangan katakan apa-apa lagi! Semuanya, kembali ke kamar masing-masing dan jangan keluar lagi!"     

Martin, ayah yang selalu lembut dan tenang, sangat jarang kehilangan kesabarannya. Ketika semua orang mendengar dia berbicara dengan keras seperti ini, tidak ada yang berani mengatakan apa-apa. Mereka segera kembali ke kamar masing-masing.     

Lianny dan Martin kembali ke kamar di lantai tiga. Kemudian, Martin bertanya pada Lianny, "Apa kamu benar-benar percaya apa yang dikatakan Giana?"     

"Giana memang sangat cantik dan Sean mungkin memang memiliki cinta yang tersisa untuknya. Tapi, Sean pemuda yang menjanjikan dan berasal dari keluarga terhormat. Tidak peduli seberapa besar rasa sukanya pada Giana, dia tidak mungkin menyerang dengan sembarangan di kamar mandi rumah ayah mertua dan ibu mertuanya, kan?"     

Lianny mendengus dingin.     

"Aku tahu apa yang dikatakan Giana bohong. Aku sengaja melakukannya. Aku hanya ingin memukulnya dan melampiaskan amarahku untuk Marvin! Kamu sebagai seorang ayah, putramu sudah menjadi orang lumpuh, tapi kamu masih bisa ber-haha hihi bersama si pelaku seharian! Sebenarnya kamu masih menganggap Marvin putramu sendiri atau tidak, hah? Atau, kamu curiga aku sudah berselingkuh di belakangmu dan Marvin bukan anak kandungmu?"     

Martin berkata tanpa daya, "Jaga bicaramu! Bicaramu melantur! Istriku, masalah ini memang salah Marvin. Coba kamu pikir betapa kuatnya kekuasaan keluarga Yuwono. Syukurlah karakter Sean masih termasuk baik dan berpikiran terbuka. Jika masalah ini terjadi pada kakak tertua atau kakak keduanya, yang istrinya ditiduri Marvin, kamu pikir akan seperti apa jadinya?"     

Lianny berpikir sejenak dan teringat akan aura dan keagungan Tian Yuwono yang kuat, lalu dengan suara yang gemetar berkata, "Mungkin… Marvin sudah mati!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.