Ingin Kukatakan Sesuatu

Mendaftarkan Pernikahan!



Mendaftarkan Pernikahan!

0Tinggal di rumah pihak wanita setelah menikah. Ini adalah hal yang memalukan bagi pria manapun.     
0

Sean telah menjadi menantu keluarga Wangsa selama tiga tahun. Dia semakin tahu betapa memalukan dan hinanya menjadi menantu yang tinggal di rumah pihak wanita.     

Bibi Maureen tertawa. "Usulan Kakak Ipar bagus. Kita harus membiarkan keluarga Yuwono yang memiliki tuntutan tinggi ini tinggal di rumah keluarga Susetia kita sesudah menikah! Hahaha! Lihat saja apakah mereka berani memandang rendah keluarga kita lagi. Selain itu, anak ini cukup tampan. Dia memang berpotensi sebagai gigolo! Haha."     

Tanpa pengalaman menjadi menantu yang tinggal di rumah pihak wanita selama tiga tahun, mungkin Sean akan sangat kesal saat ini. Namun, dia sekarang sangat tenang.     

Sean bahkan menikahi istri yang licik seperti Giana dan bahkan ibu mertua yang luar biasa seperti Lana Surya. Dia bahkan sudah melayani mereka selama tiga tahun. Mana bisa Maureen dan Lianny dibandingkan dengan ibu dan anak yang jauh lebih parah itu, kan?     

Sean memandang Lianny dan berkata, "Baik. Saya setuju untuk tinggal di rumah keluarga Susetia kalian sesudah menikah!"     

Prok! Prok! Prok!     

Marvin bertepuk tangan dan tertawa, "Kak, Kakak sangat keren! Kakak memang wanita Bogor kami! Benar-benar mendominasi! Orang lain keluar dari rumah setelah menikah, tapi Kakak malah membawa pulang laki-laki setelah menikah!"     

"Aku akan memberitahu semua orang yang aku kenal agar mereka semua datang ke pernikahan kakakku dan melihat bagaimana keluarga Susetia kami membuat mempelai wanita tinggal di rumah pihak wanita! Hahaha," ujar Marvin.     

"Panggilkan orang kemari!" Marvin memanggil bawahannya untuk membantunya berdiri dan duduk di kursi roda. Sepertinya dia bersiap untuk pergi.     

Ketika bawahannya mendorongnya melewati Sean, Marvin yang duduk di kursi roda berkata pada Sean, "Penampilanmu hari ini lumayan juga. Jika kamu kekurangan uang, kamu bisa mencariku."     

Setelah berbicara, Marvin didorong bawahannya dan pergi lebih dulu.     

Michelle berdiri dan keberatan, "Meski tinggal di rumah pihak wanita, tetap tidak boleh! Kak Chevin sudah bertunangan dengan Kak Maureen. Semua orang di Bogor tahu itu. Selain itu, kita bahkan sudah menerima uang hadiah. Jika kita mengubah mempelai laki-laki dan membiarkan Kak Maureen menikahinya, bahkan suaminya tinggal di rumah pihak wanita, apa yang akan dipikirkan orang-orang keluarga Laksono?"     

Suhendra menyahut, "Michelle, kamu terlalu banyak berpikir. Situasi keluarga Laksono saat ini tidak dapat dijamin. Bahkan jika kita tidak mengubah mempelai laki-laki, mereka juga tidak akan menikahi Maureen. Kakek akan memberi penjelasan pada Yohan. Kamu tidak perlu khawatir tentang ini."     

Melihat kakeknya tampak setuju dengan pernikahan ini, Michelle tahu bahwa tidak ada gunanya mengatakan apa-apa lagi. Dia hanya tidak ingin Sean tinggal di rumah keluarga Susetia.     

Michelle cemberut. "Lagi pula, aku tidak akan pernah memanggilnya kakak ipar!"     

"Sama," sahut Matthew.     

Setelah itu, kedua bersaudara itu pergi bersama.     

Suhendra tertawa. "Sean, sepertinya kamu tidak terlalu disambut di keluarga Susetia kami."     

Sean tersenyum pahit. Padahal, sebelumnya mereka begitu sangat menyambutnya.     

Suhendra tidak peduli apakah anak-anak itu menyetujui pernikahan ini atau tidak. Dia memiliki pandangan jangka panjang dan mengincar rahasia keluarga Yuwono, juga bantuan yang diberikan keluarga Yuwono pada keluarga Susetia setelah pernikahan.     

Suhendra memanggil dengan gembira, "Martin."     

Pada saat ini, pria paruh baya yang duduk di sebelah Lianny berdiri. Dia adalah ayah Maureen, Martin Susetia.     

"Ayah, apa yang bisa aku lakukan untuk Ayah?"     

Martin tidak pernah mengatakan apa-apa tentang pernikahan ini karena dia tahu bahwa dengan adanya Suhendra, apa yang dikatakannya tidak akan ada gunanya. Dalam keluarga ini, semua keputusan diambil Suhendra.     

Martin adalah orang yang tidak berambisi. Ambisinya sendiri sangat kecil dan tidak sebaik ayah Chevin, Yohan Laksono. Itu sebabnya keluarga Laksono berani memukul Maureen dan Sisi dengan tidak bermoral.     

"Meskipun tanggal pernikahan pada 1 April tidak berubah, mempelai laki-lakinya berubah. Sebelumnya Maureen menikah dengan Chevin sehingga kita tidak perlu repot-repot mengurus pernikahan. Tapi, sekarang Sean yang menjadi menantu keluarga Susetia kita. Pernikahan ini harus diatur keluarga Susetia kita," kata Suhendra.     

Martin menjawab, "Ayah, aku mengerti. Aku akan pergi memesan tempat dan mengirim undangan pada para tamu."     

Suhendra mengangguk. "Pernikahan ini ingin aku gelar secara besar-besaran! Tidak boleh sederhana. Tidak masalah jika agak mewah, juga tidak masalah jika mengundang lebih banyak orang. Tamu yang diundang tidak harus berkedudukan terlalu tinggi. Undang saja mereka yang memiliki hubungan dan menghormati kita. Lagi pula, hanya menambah alat makan saja."     

"Ya, aku tahu," jawab Martin.     

Suhendra memandang Sean lagi. "Sean, Kakek juga bisa membiarkan 800 anak buahmu yang datang dari jauh menghadiri pernikahan! Tapi, bukankah kamu juga harus mengundang keluargamu? Bagaimanapun juga, kamu pihak laki-laki. Meskipun kamu bergabung dengan pihak mempelai wanita, kita tidak bisa membiarkan keluargamu tidak hadir sama sekali, kan?"     

"Saya akan menghubungi orang tua saya dan dua kakak saya. Saya akan berusaha membuat mereka semua datang," jawab Sean.     

Suhendra mengangguk dengan gembira. "Bagus. Kakek juga ingin bersulang dengan mereka! Tenang saja. Karena kamu menikahi cucuku, kamu dan Kakek adalah keluarga. Tidak peduli siapa keluargamu, aku, Suhendra Susetia, akan memperlakukanmu sebagai keluarga. Aku juga berani menjamin bahwa ketika mereka datang ke Bogor, tidak akan terjadi apa-apa."     

"Terima kasih," kata Sean.     

Suhendra melanjutkan, "Besok lusa adalah hari pernikahan. Kebetulan Maureen dan Chevin belum mendaftarkan pernikahan. Sean, daftarkan pernikahan dengan Maureen dulu."     

Sekarang setelah memutuskan untuk menikah, akta nikah harus diperoleh sebelum pernikahan berlangsung.     

Sean memegang tangan Maureen dan bertanya, "Apa kamu… bersedia pergi mendaftarkan pernikahan denganku?"     

Maureen tersenyum senang. "Aku bersedia."     

"Baiklah, Tuan Suhendra. Kami akan mendaftarkan pernikahan," kata Sean sambil menatap Suhendra.     

Wajah Suhendra tidak senang. "Masih memanggil Tuan Suhendra? Sudah saatnya kamu mengganti panggilan itu!"     

"Tuan Suhendra." Sean masih tidak memanggilnya Kakek.     

Suhendra tersenyum. Dia melambaikan tangannya dan tidak memaksa. "Ayo pergi. Ayo pergi."     

Setelah Sean dan Maureen pergi, Suhendra berkata pada Lubis yang ada di sebelahnya, "Lubis, jangan pergi dulu beberapa hari ke depan. Pergilah sesudah merayakan pesta pernikahan Maureen."     

"Baik."     

"Hmm. Sekarang temani aku ke taman untuk jalan-jalan."     

Keduanya tiba di taman belakang di belakang rumah. Lubis bertanya-tanya, "Tuan, kenapa Anda begitu bahagia ketika Nona Maureen menikah dengan Sean?"     

Suhendra tersenyum sambil menatap sinar matahari yang menyilaukan dan berkata, "Jika suatu hari kamu mengetahui rahasia keluarga Yuwono, kamu akan lebih bahagia daripadaku."     

Lubis bertanya lagi, "Keluarga Yuwono… Sebenarnya rahasia apa yang mereka miliki?"     

Suhendra menggelengkan kepalanya. "Mana aku tahu? Aku harus mengandalkan Maureen untuk memberitahukan rahasia ini padaku. Mulai dari sekarang, aku akan berusaha terus hidup dengan sebaik mungkin. Aku harus menunggu sampai hari di mana Maureen berhasil menyelidiki rahasia keluarga Yuwono!"     

Baru pada saat itulah Lubis mengerti bahwa ternyata Suhendra meminta Maureen untuk menikahi Sean, lebih dari sekedar membiarkan cucunya menikahi kekasihnya. Maureen masih menjadi pion Suhendra.     

———     

Sean dan Maureen keluar dari rumah Suhendra dengan Cadillac yang entah milik siapa. Tidak lama kemudian, mereka bertemu dengan barikade mobil John.     

John keluar dari mobil. Ketika melihat Sean baik-baik saja, dia bertanya sambil tersenyum, "Tuan Muda Sean, Anda ingin ke mana?"     

"Kantor Catatan Sipil," jawab Sean.     

John tampak terkejut. "Pencatatan Sipil? Untuk apa Anda ke sana?"     

Sean memegang tangan Maureen dan berkata, "Aku akan menikahi Maureen. Mulai sekarang, Maureen juga akan menjadi tuanmu!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.