Ingin Kukatakan Sesuatu

Mengintai Marvin di Malam Hari!



Mengintai Marvin di Malam Hari!

0Melihat Manajer Huda yang bertingkah tidak jelas, Sean bertanya, "Ada apa, Manajer Huda?"     
0

Manajer Huda memandang Maureen dan terus meneguk air liurnya, meskipun Maureen menyembunyikan sosok tubuh indahnya di balik pakaiannya yang panjang. Jika dia berpakaian terbuka seperti Yuana, sepertinya bola mata Manajer Huda akan copot.     

"Ti… Tidak." Manajer Huda berpura-pura biasa saja. Dia tidak ingin kehilangan wajah di depan bawahannya.     

Di sisi lain, Maureen dengan murah hati menjabat tangan Manajer Huda dan berkata, "Manajer Huda, ya? Salam kenal. Tolong bantu Sean selama bekerja di sini."     

Manajer Huda langsung tersanjung. "Tidak masalah! Tidak masalah! Saya akan menjaga Sean seperti saudara sendiri! Jangan khawatir!"     

Maureen tersenyum dan mengangguk, lalu berkata pada Sean, "Sean, Sisi dan aku masuk ke mal dulu. Kami tidak akan mengganggu pekerjaanmu."     

"Iya, oke," jawab Sean, lalu beralih untuk memandang Sisi dan berkata, "Sayang, sampai jumpa besok pagi."     

Sisi meletakkan dua tangan kecil di atas kepalanya, membuat bentuk hati dengan tangan dan lengannya, lalu berkata dengan suara yang sangat menggemaskan, "Aku tunggu, ya!"     

Sean tidak bisa menahan tawanya. Sisi benar-benar menggemaskan.     

Setelah Maureen dan Sisi pergi, Manajer Huda menepuk Sean.     

"Bocah, kamu boleh juga! Kamu bisa mendapatkan wanita cantik seperti itu dalam genggamanmu! Oh, ya! Di sini ada uang 4 juta dan KTP-mu. Semuanya untukmu."     

Sean cukup terkejut. "Ini…"     

Manajer Huda berkata, "Aduh... Di zaman sekarang, mana ada gaji 2 juta? Aku akan membayarmu di muka sebesar 6 juta. Ambil dan pakai saja. Jika tidak cukup, minta saja lagi padaku! Ke depannya aku akan melindungimu!"     

Sean mengambil uang itu dan berkata, "Baik. Terima kasih."     

———     

Dalam sekejap, waktu sudah menunjukkan pukul dua pagi. Seluruh pengunjung mal sudah pergi dan mal pun akhirnya kosong. Kini Sean dan Aji memeriksa berbagai tempat di mal lagi dan berpatroli di luar lantai satu.     

"Melelahkan sekali! Setiap hari sangat lelah seperti ini, tapi hanya menghasilkan uang begitu sedikit," keluh Aji.     

Sean mengeluarkan sebungkus rokok dari sakunya dan bertanya, "Apa kamu merokok?"     

Ketika Aji melihat Sean sedang merokok, dia sangat gembira. "Ya! Berikan padaku."     

Setelah merokok, Sean berkata, "Kak Aji, bisakah kamu membantuku? Mari kita berpura-pura berkelahi di sini, kemudian kamu berpura-pura menikamku dan menyeretku ke ruangan ini."     

Aji sontak tertegun. "Apa yang ingin kamu lakukan?"     

"Aku terlalu lelah di hari pertama bekerja, jadi aku ingin memanfaatkan kesempatan untuk tidur di dalam sana sebentar," kata Sean.     

Aji melambaikan tangannya dengan cepat. "Tidak bisa! Bagaimana bisa pendatang baru sepertimu berbuat seperti itu? Di hari pertama bekerja, kamu sudah ingin tidur?"     

Sean mengeluarkan uang 1 juta dan menyerahkannya pada Aji. Aji ragu-ragu sejenak, lalu diam-diam menerima uang itu dan tersenyum.     

"Haha! Aku sangat lelah di hari pertama kerja, jadi aku sangat bisa mengerti dirimu. Baiklah. Tapi, kenapa harus bersandiwara?"     

Sean tertawa dan berkata, "Hanya main-main saja."     

Aji tidak peduli apakah Sean memiliki suatu hobi yang tidak biasa atau apalah itu. "Oke, ayo!"     

Sean segera mendorong Aji. Sedangkan, Aji juga segera mulai menyerangnya, lalu menggunakan ponsel untuk berpura-pura menjadi pisau dan terus menusuk Sean. Kemudian, Sean perlahan jatuh.     

"Seret aku ke dalam," Sean mengingatkan Aji.     

Aji tidak berdaya. "Kawan, apa perlu serealistis ini? Jika kamu benar-benar mati, aku akan menjadi pembunuh!"     

"Tidak apa-apa. Lagi pula, kamu tidak memiliki senjata tajam. Apa yang kamu takutkan?"     

Bagaimanapun, 1 juta sudah ada di tangan, jadi Aji melakukan apa yang dikatakan Sean. Dia menyeret Sean ke dalam ruangan, kemudian pergi meninggalkannya.     

Sean melihat waktu dan berkata dalam hatinya, Seharusnya sebentar lagi akan ada orang yang datang untuk memeriksa keadaanku.     

Alasan mengapa Sean melakukan ini sebenarnya untuk menarik keluar orang-orang Marvin dan Chevin.     

Benar saja. Setelah sekitar lima belas menit, Sean mendengar langkah kaki ringan di luar. Langkah kaki itu semakin dekat…     

Ciiit…     

Pintu didorong terbuka. Pria tidak dikenal itu mengambil ponselnya dan menyinari Sean yang tergeletak di lantai.     

Pada saat ini, tiba-tiba Sean membuka matanya dan menendang wajah pria itu. Pria ini tampaknya juga ahli bela diri. Dia bahkan melawan Sean dengan beberapa gerakan. Namun, dalam hal bertarung satu lawan satu, sangat sedikit orang yang bisa menang dari Sean. Tidak lama kemudian, Sean berhasil menaklukkannya.     

"Katakan, siapa yang mengirimmu ke sini?"     

Sean meraih pergelangan tangan lawannya. Pria itu sangat kuat dan tetap tidak mau membuka mulutnya.     

"Ah! Sakit! Sakit!" Sean tahu cara menyiksa seseorang, jadi pria itu segera menyerah. "Kami suruhan Tuan Muda dari keluarga Susetia."     

"Marvin Susetia? Di rumah sakit mana dia sekarang?" tanya Sean, "Katakan!"     

"Ahhh! Iya, iya! Dia berada di kamar VIP Rumah Sakit Mitra."     

Bak!     

Sean memukul leher pria itu dengan tangannya dan langsung membuatnya tidak sadarkan diri.     

Saat ini, Sean mendengar langkah kaki datang dari luar lagi. Dia tahu dari beratnya langkah kaki bahwa orang yang datang kali ini memiliki kemampuan bela diri yang lebih baik karena suara langkah kakinya sangat berat.     

"Sial! Sean si bocah ini tidak mungkin sudah mati, kan?"     

Pria itu tidak hanya tidak menjaga suara langkah kakinya, tetapi bahkan berbicara pada dirinya sendiri. Ketika pria itu membuka pintu, Sean langsung keluar dan membuatnya terkejut bukan main.     

"Ahhh!"     

Sean berjalan menghampirinya dan bertanya, "Untuk apa datang kemari?"     

Pria itu dengan tergagap menjawab, "Aku… Aku cuma lewat."     

"Apa Chevin yang sudah mengirimmu untuk mengikutiku?" tanya Sean.     

Mata pria itu mengelak. "Apa yang kamu bicarakan? Aku tidak mengerti!"     

Sean menjatuhkan pria itu ke tanah dengan satu pukulan. Pria itu bahkan tidak memiliki kemampuan untuk melawan.     

"Kembali dan beritahu Chevin untuk berhenti mengikutiku! Jika tidak, aku tidak akan bersikap sopan! Enyah!"     

Pria itu pergi dengan panik.     

Ketika Sean sudah memastikan tidak ada yang mengikutinya, dia naik taksi menuju rumah sakit. Dia merasa jika Chintia ada di tangan keluarga Susetia, Marvin pasti mengetahuinya.     

Sebelum Sean datang, dia mengganti pakaiannya dengan pakaian pria yang diutus Marvin untuk mengikutinya. Dia menyadari bahwa orang-orang keluarga Susetia semuanya memakai seragam yang sama.     

Mulai dari topi, seragam, sampai sepatu, sekilas Sean terlihat seperti bawahan keluarga Susetia. Jadi, setelah menemukan kamar tempat Marvin berada, dia tidak perlu bertarung. Dia dengan mudah menjadi salah satu dari mereka dan bersembunyi di pintu untuk menguping pembicaraan Marvin.     

Saat ini, Marvin belum tidur di dalam kamar pasien. Dia berbaring di ranjang rumah sakit dengan luka tembak di kakinya yang diperban dengan kain kasa yang tebal.     

Marvin berteriak dengan marah, "Itu pasti Sean si bajingan itu! Entah apa yang sudah dikatakannya pada kakakku. Kalau tidak, kakakku pasti tidak akan bersedia menikah dengan Chevin si pelaku kekerasan dalam rumah tangga itu! Dasar binatang liar! Jika bukan karena kakekku tidak membiarkanku menyentuhnya, bahkan jika kakakku melindunginya, itu tidak akan ada gunanya!"     

Selain Marvin, terdapat juga salah seorang bawahannya di kamar pasien.     

Bawahan itu berkata, "Tuan Muda Marvin, Nona Maureen dan Tuan Muda Chevin pergi ke toko gaun pengantin hari ini dan sepertinya mereka bahkan sudah membeli cincin kawin. Tampaknya Nona Maureen sudah bertekad untuk menikahi Tuan Muda Chevin. Sebenarnya Tuan Muda Chevin dan Nona Maureen sangat cocok. Setelah mereka menjadi suami istri, itu akan baik untuk Anda, Tuan Muda."     

Marvin mengamuk, "Aku tidak butuh bantuan keluarga Laksono mereka! Aku hanya peduli pada kebahagiaan kakakku! Kakakku hanya menyukai Sean dan sama sekali tidak menyukai Chevin!"     

Bawahan itu berkata, "Bicara tentang Sean, dia sekarang bekerja sebagai satpam di BTS Mall. Dengar-dengar dia jago seni bela diri, bermain piano, dan memasak. Dengan kemampuannya yang seperti itu, tidak sulit baginya untuk menghasilkan puluhan juta. Lalu, untuk apa dia menjadi seorang satpam?"     

"Si bocah Sean itu tidak boleh diremehkan. Meski bekerja sebagai satpam, kemungkinan dia berencana untuk melakukan sesuatu yang buruk," kata Marvin, "Ngomong-ngomong, Juan Yuwono, kakak kedua Sean, apa kamu sudah menemukannya?"     

Sean yang berada di pintu tiba-tiba terkejut. Kak Juan ada di Bogor?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.