Ingin Kukatakan Sesuatu

Berbicara dari Hati ke Hati dengan Maureen!



Berbicara dari Hati ke Hati dengan Maureen!

0Chevin sudah berkali-kali menguji kesabaran Sean, jadi Sean yang sudah tidak tahan lagi pun ingin menghajarnya.     
0

Sebelumnya Chevin menganggapnya miskin, tetapi Sean tidak mudah terpengaruh. Hanya saja, karena sekarang Sean benar-benar miskin, jika dia main tangan, itu sama saja dengan mengakui dirinya tidak kompeten dan cemburu pada Chevin yang tampan dan kaya raya.     

Masalahnya, Chevin mengolok Sean dengan mengatakan bahwa Sean memiliki hubungan dengan Lisa. Jika begini, memang kepribadian Chevin lah yang bermasalah. Sayangnya, pukulan Sean tidak mengenai Chevin.     

Chevin layak menjadi seorang tentara. Dia memiliki reaksi yang cepat. Dia segera mengulurkan tangannya dan membuat postur menyerang, lalu berteriak, "Mau berkelahi? Ayo! Sejak terakhir kali aku selesai berkelahi denganmu, setiap hari aku ingin berkelahi denganmu!     

Terakhir kali, Sean mengalahkan Chevin. Setelah itu, setiap harinya Chevin berlatih dengan keras karena teringat akan penghinaan yang diterimanya waktu itu. Namun, mana mungkin Maureen akan diam saja dan menyaksikan Chevin dan Sean berkelahi lagi?     

"Bisakah kalian jangan berkelahi di depan Sisi?" tegur Maureen.     

Meskipun Sean ingin memberi pelajaran pada Chevin, demi Sisi, Sean meletakkan tinjunya dan menahannya. Dia tidak ingin Sisi berpikir ayahnya adalah orang yang suka mencari gara-gara.     

Sisi datang dan bertanya pada Sean, "Ayah memberikan kunci rumah Ayah pada bibi berambut kuning itu? Apa dengan begitu Ayah tidak punya tempat tinggal?"     

Seorang anak kecil tidak mengerti apa-apa dan akan mengatakan apa saja yang terlintas di kepalanya. Tetapi, kata-kata ini membuat Chevin tertawa terbahak-bahak.     

"Hahaha! Sisi, kamu benar sekali! Sean benar-benar tidak punya tempat tinggal sekarang! Hahaha."     

Sekarang Sean tidak punya uang dan sudah mengirimkan kunci rumah Mindy, jadi sepertinya malam ini dia akan tidur di jalanan.     

Sisi kembali mendongak dan berkata, "Bagus sekali! Kalau begitu, Ayah tidur bersamaku dan Ibu saja! Kita bertiga tidur bersama!"     

Chevin, yang awalnya tertawa, tiba-tiba wajahnya berubah muram. Dia tidak lagi menganggap kata-kata Sisi baik didengar.     

Sean sendiri sangat marah pada Chevin, jadi dia menyentuh kepala Sisi dan berkata, "Oke, sayang. Ayah dan Ibu akan tidur bersamamu."     

"Beraninya kamu tidur bersama Maureen! Aku akan menghancurkanmu!" Chevin langsung meledak di tempat.     

Sean menjawab tanpa basa-basi, "Aku tidur dengan putriku! Itu tidak ada urusannya denganmu!"     

Wajah Maureen terlihat canggung. Dia memandang Sean dan berkata, "Jangan bicara seperti itu. Itu mudah menimbulkan kesalahpahaman. Chevin dan aku akan segera menikah, jadi tidak baik bagimu untuk tinggal di sini. Jika kamu tidak memiliki tempat tinggal, aku bisa mengatur tempat tinggal atau memesan hotel untukmu."     

Kemarin malam Sean mengatakan bahwa Maureen melakukan segala cara untuk dapat menikah dengannya. Perkataan Sean itu membuat Maureen tidak punya pilihan selain bertindak agak kejam sekarang. Maureen tidak ingin Sean tinggal di sini lagi agar tidak membuat Sean salah mengira bahwa dirinya ingin mengambil kesempatan untuk mendekatinya atau semacamnya.     

Selain itu, Maureen tahu bahwa dengan temperamen dan karakter Chevin, dia tidak akan pernah membiarkan orang asing tinggal di rumah tunangannya. Dia adalah orang yang paling memedulikan harga dirinya.     

Chevin yang melihat Maureen tidak setuju Sean tinggal di sini pun tertawa.     

"Sudah dengar tidak? Gelandangan malang! Jika tidak punya uang untuk tinggal di hotel, aku bisa memberikannya padamu! Jangan pernah berpikir ingin tinggal di rumah tunanganku!"     

Sisi berada di sini, jadi sulit bagi Sean untuk beradu mulut dengan Chevin. Sean pun meraih tangan Maureen dan berkata, "Ada yang ingin kukatakan padamu."     

Melihat Sean menarik tangan Maureen, amarah Chevin langsung meledak lagi.     

"Hei! Apa yang kamu lakukan?! Lepaskan wanitaku!"     

Saat tangan Maureen dipegang Sean, jantungnya berdebar kencang. Dia menoleh dan menjelaskan pada Chevin, "Tunggu aku di luar dulu. Kami memang perlu membicarakan hal yang berkaitan dengan Sisi."     

"Tapi…"     

Chevin tahu bahwa sebagai ayah Sisi, Sean berhak membicarakan beberapa hal dengan Maureen. Lagi pula, Maureen tidak hanya seorang diri, tapi juga menikah dengan membawa putrinya, jadi tentu saja ini ada hubungannya dengan Sean. Namun, Chevin khawatir Sean akan merusak rencana pernikahan mereka.     

Sementara, Sean memang benar-benar berniat melakukan ini.     

Ketika tiba di kamar Maureen, ruangan itu dipenuhi dengan aroma yang harum. Karena ada pembantu, kamarnya selalu bersih dan setiap sudut ruangan juga tertata rapi. Meskipun Maureen adalah seorang ibu yang memiliki seorang putri, kamarnya seperti kamar seorang gadis yang belum menikah.     

Sean memandang Maureen dan berbicara perlahan, "Maureen…"     

Sementara Maureen menundukkan kepalanya, berinisiatif melepaskan tangan Sean, kemudian sengaja berkata dengan acuh tak acuh, "Jangan panggil aku begitu. Nada bicaramu terdengar terlalu ambigu. Panggil saja aku Nona Maureen atau nama lengkapku, seperti sebelumnya."      

"Maureen," Sean bersikeras memanggil seperti ini lagi.     

"Awalnya aku juga merasa memanggilmu dengan cara ini akan terdengar terlalu ambigu karena kamu terlalu cantik. Ditambah lagi, hubungan di antara kita yang tidak biasa membuatku selalu sengaja menjaga jarak denganmu. Tapi, sekarang aku sudah mengerti. Kita tidak perlu begini karena aku ayah Sisi, sementara kamu ibu Sisi. Kita ditakdirkan untuk memiliki hubungan yang sangat dekat, jadi kita sama sekali tidak perlu peduli untuk menjaga jarak atau takut disalahpahami."     

Maureen mengerti apa yang dimaksud Sean. Mereka berdua bahkan sudah memiliki anak. Bukankah terlalu bodoh jika mereka masih memedulikan nama panggilan yang terdengar terlalu intim?      

Maureen mengangguk, bisa dibilang memberikan persetujuan bagi Sean untuk bisa memanggilnya begitu.     

"Maureen, aku ingin meminta maaf padamu. Seharusnya aku tidak mengatakan itu padamu tadi malam. Seharusnya aku tidak meragukanmu. Bisakah kamu memaafkanku?" pinta Sean.     

Sean masih merasa keluarga Susetia lah yang membawa pergi Chintia, tetapi tentu saja Maureen sama sekali tidak mengetahuinya.     

"Tidak ada yang perlu dimaafkan atau tidak dimaafkan. Pacarmu menghilang, jadi wajar saja kamu jadi bersikap emosional," jawab Maureen.     

"Aku tahu kamu bersedia menikah dengan Chevin karena aku. Aku juga tahu kamu sama sekali tidak menyukainya. Aku harap kamu bisa membatalkan pernikahanmu dengannya. Aku tidak ingin kamu menikah dengan orang yang tidak kamu cintai!" kata Sean.     

Maureen menggelengkan kepalanya dan berkata, "Masalah ini… sudah tidak dapat diubah lagi. Aku bukan melakukannya karena emosi sesaat, tetapi karena benar-benar sudah memutuskan untuk menikah dengannya. Keluargaku sudah merawatku bertahun-tahun. Aku sudah makan nasi dari keluarga Susetia selama bertahun-tahun, jadi sudah seharusnya aku melakukan sesuatu untuk keluargaku."     

"Tapi…" Sean tidak tahan.     

Maureen dengan tegas berkata, "Jangan bahas masalah ini lagi! Entah pernikahanku bahagia atau tidak, itu tidak ada hubungannya denganmu."     

Sean menghela napas. "Ya! Aku tahu bahwa aku tidak berhak turut campur dalam masalahmu, tapi kita punya seorang putri. Jika kamu ingin menikah, lalu bagaimana dengan putri kita?"     

"Putriku harus ikut denganku setelah aku menikah. Sean, beberapa tahun ini kamu bahkan tidak berada di sisinya. Aku seorang dirilah yang membesarkannya. Sisi adalah hidupku! Kamu tidak bisa dengan begitu kejamnya mengambil Sisi dariku!" tukas Maureen.     

Maureen emosi. Sean tahu Maureen selalu menganggap Sisi sangat berharga bagi dirinya.     

"Aku tidak pernah berpikir untuk merebut Sisi darimu. Aku hanya khawatir si bajingan Chevin itu akan memperlakukan Sisi dengan tidak baik setelah menjadi ayah tirinya!" jawab Sean.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.