Ingin Kukatakan Sesuatu

Merobek Poster Pernikahan dengan Marah



Merobek Poster Pernikahan dengan Marah

0Carissa yang mengenakan lingerie pun berkata dengan sangat menggoda, "Meskipun aku hanya artis biasa, tapi aku juga tahu Maureen si wanita tercantik di Bogor itu! Kalau kamu menikahi Nona Muda keluarga Susetia, mana mungkin kamu masih bisa datang padaku?"     
0

Carissa adalah bintang populer di industri hiburan saat ini. Dia bidadari pujaan hati banyak pria dan menjadi target banyak konglomerat. Namun, dia tahu betul bahwa dirinya tidak layak untuk Chevin dan tidak bisa menikah dengan kalangan lingkaran atas Bogor.     

Aktris seperti mereka sudah pernah ditiduri oleh banyak investor dan sutradara sejak mereka memasuki industri hiburan. Mereka sudah tidak suci sama sekali.     

Keluarga besar seperti keluarga Susetia dan keluarga Laksono dengan jelas menetapkan bahwa putra mereka tidak boleh menikahi wanita di industri hiburan.     

Chevin tersenyum dan mengangkat dagu tirus Carissa yang jelas-jelas pernah dioperasi. "Kenapa aku tidak mungkin bisa datang?"     

"Jika kamu menikahi seorang wanita dari keluarga Susetia, lalu masih berani main-main, apa kamu tidak takut Maureen dan orang-orang dari keluarga Susetia akan marah?" balas Carissa.     

Chevin tersenyum dan berkata, "Asalkan Maureen menikahiku, dia akan menjadi wanitaku. Jika aku menyuruhnya pergi ke timur, dia harus pergi ke timur. Jika aku menyuruhnya pergi ke barat, dia harus pergi ke barat. Akulah yang memiliki keputusan akhir dalam segala hal di rumah. Dia tidak bisa mengendalikanku!"     

Chevin melanjutkan, "Sementara, kakeknya juga orang yang sangat cermat. Dia tidak mungkin tidak tahu aku akan mencari wanita lain. Baginya, semuanya demi keuntungan. Selama aku masih memiliki apa yang dibutuhkan keluarga Susetia mereka, dia tidak akan berani melakukan apa pun!"     

Mendengar ini, Carissa tertawa.     

"Tuan Muda Chevin benar-benar mendominasi! Aku suka pria dominan sepertimu. Hihi."     

Chevin melingkarkan lengannya di pinggang Carissa dan berkata, "Carissa, kamu harus menambah berat badanmu. Kamu terlalu kurus."     

Karena bintang wanita akan sering difoto, sebagian besar selebriti cantik sangat kurus, bahkan lebih kurus dari orang biasa. Jika tidak demikian, bahkan tubuh yang biasa pun akan terlihat sangat membengkak di kamera.     

Sosok tubuh seperti ini memang terlihat sangat bagus di depan kamera, tetapi pada kenyataannya, tidak terlihat begitu indah, terutama ketika dimainkan oleh laki-laki.     

Carissa berkata, "Aku harus berada di depan kamera, jadi aku tidak boleh menambah berat badanku. Jika menurutmu tubuhku tidak cukup baik, aku akan merekomendasikan orang lain padamu. Ada murid baru dari sekolah film kami. Dia memiliki sosok tubuh yang hebat. Kamu pasti menyukainya."     

"Oh? Siapa namanya? Sudah syuting drama apa?" tanya Chevin penasaran.     

Carissa menjawab, "Namanya Jennifer Wangsa. Dia pendatang baru, jadi belum ada drama yang dibintanginya. Sepertinya dia masih kecil."     

Mendengar ini, kebanyakan pria mungkin akan sangat tertarik, tetapi Chevin menggelengkan kepalanya tanpa minat.     

"Aku tidak mau orang yang belum pernah syuting drama. Aku hanya bermain dengan bintang. Nanti saat dia sudah terkenal, perkenalkan lagi dia padaku!" kata Chevin.     

Carissa menunjuk-nunjuk wajah Chevin dengan jarinya. "Aku sudah tahu. Kamu ini! Hanya menyukai bidadari yang diidam-idamkan banyak orang. Selebriti seperti diriku yang memiliki banyak penggemar, juga Maureen yang ingin dimiliki oleh semua Tuan Muda di Bogor."     

Chevin tertawa. "Benar! Hanya wanita seperti kalian yang didambakan oleh banyak pria lah yang layak untukku, Chevin Laksono!"     

"Sudahlah, aku tidak akan mengobrol denganmu lagi. Hari ini aku tidak jadi tinggal di sini. Aku mau pulang dan mendiskusikan tanggal pernikahan dengan orang tuaku."     

Setelah selesai berbicara, Chevin segera meninggalkan rumah Carissa.     

———     

Tok! Tok! Tok…! Tok! Tok! Tok…!     

Sean mendengar seseorang mengetuk pintu pada pukul sembilan pagi.     

"Apakah Chintia kembali?"     

Sean bergegas keluar membuka gerbang rumah, tetapi yang dia dapati hanyalah seorang pria paruh baya yang asing.     

"Anda….?"     

Pria paruh baya itu memegang setumpuk poster di tangannya dan berkata pada Sean, "Anda pemilik rumah ini, kan? Begini, Tuan Muda Laksono dari Bogor dan Nona Susetia dari Bogor akan menikah. Tuan Muda Laksono ingin sedikit merayakannya… Oh, salah. Ingin seluruh Bogor merayakannya bersama!"     

Pria itu lanjut menjelaskan, "Jadi, dia ingin memasang poster undangan pernikahannya, terutama di perumahan besar seperti perumahan kita ini agar seluruh Bogor mendoakan pernikahan Tuan Muda Laksono dan Nona Susetia kami. Tentu saja kami tidak meminta Anda untuk memasang poster ini secara gratis. Mulai hari ini hingga akhir pernikahan, biayanya 2 juta per hari. Bagaimana menurut Anda?"     

Sean mengerutkan keningnya. "Pernikahan Tuan Muda Laksono dan Nona Susetia? Tuan Muda Laksono yang mana? Nona Susetia yang mana?"     

Pria paruh baya itu tersenyum dan menjawab, "Orang kecil seperti saya mana tahu nama lengkap mereka? Benar tidak? Saya hanya tahu nama keluarganya saja, tapi mereka termasuk orang-orang hebat di Bogor dan bahkan di negara ini."     

Tiba-tiba Sean memiliki firasat buruk, Mungkinkah Maureen dan Chevin?     

Kemarin Maureen berlari keluar dari tempat Sean sambil berlinangan air mata. Mungkinkah setelah dia pergi, dia setuju untuk menikahi Chevin?     

Pria paruh baya itu kembali bertanya, "Bagaimana, Tuan? Apa Anda ingin memasangnya?"     

Sean menjawab dengan ekspresi tidak senang, "Tidak."     

Chevin bukanlah orang baik dan Sean tahu Maureen sama sekali tidak menyukainya, jadi bagaimana bisa Sean menempelkan poster ini di depan pintu tempat tinggalnya?     

Pria paruh baya itu menawarkan, "Apakah menurut Anda uangnya terlalu sedikit? Harganya bisa dinegosiasikan, jadi izinkan saya menambahkan 400 ribu. 2,4 juta sehari, bagaimana?"     

Sean langsung menjawab, "Saya tidak akan setuju meski harganya 24 juta sehari. Pergilah."     

Pria paruh baya itu jelas tidak senang.     

"Anda bahkan tidak setuju meski harganya 24 juta sehari? Anda benar-benar hebat rupanya. Apa di rumah ini ada orang yang meninggal?"     

Sean sangat marah dan meraih kerah pria paruh baya itu.     

"Apa katamu?"     

Pria paruh baya itu berkata, "Hei, apa yang kamu lakukan? Ingin memukul orang, ya? Jangan kira karena kamu tinggal di perumahan mewah, lalu kamu merasa hebat! Dari logatmu, kamu bukan orang sini, kan? Kalau tidak bersedia, jangan hambat pekerjaanku!"     

"Selain itu, biar kuberitahu padamu. Meski aku belum pernah bertemu Tuan Muda Laksono, aku memasangkan poster pernikahan untuknya. Itu artinya aku sudah termasuk orangnya. Jika kamu berani menyentuhku, itu sama dengan menyinggung Tuan Muda Laksono dan menyinggung keluarga Laksono! Tahu tidak?!" tukas pria itu.     

Sean mendengus dingin. "Tuan Muda Laksono-mu, yang kamu kagumi itu, sudah pernah aku singgung dari dulu!"     

Ketika Sean datang ke Bogor, dia memukuli Chevin hingga babak belur. Selain itu, dia juga tidak melihat si tuan muda terhormat ini berani melakukan apapun padanya.     

Tetap saja, pria paruh baya itu tidak memercayainya.     

"Hei, orang luar kota! Jangan membual! Apa kamu pikir kamu sangat hebat karena bisa membeli rumah di kawasan ini? Biar kuberitahu. Meski kamu bisa membeli rumah di sini, kamu sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan Tuan Muda yang berasal dari keluarga Laksono itu!"     

"Apa? Kamu sudah pernah menyinggung Tuan Muda Laksono? Jika kamu sudah pernah menyinggung Tuan Muda Laksono dan masih bisa tinggal di Bogor seperti biasa, aku akan menelan poster ini!" tantangnya.     

Ketika Sean melihat poster di tangan pria paruh baya itu dan teringat akan Chevin si bocah mengesalkan itu, Sean pun langsung merebutnya. Kemudian, poster itu langsung dirobek menjadi dua.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.