Ingin Kukatakan Sesuatu

Kamu Tidak Pantas menjadi Ayah Tiri Putriku!



Kamu Tidak Pantas menjadi Ayah Tiri Putriku!

0Poster itu pun terbelah menjadi dua bagian, tetapi masih memperlihatkan tulisannya dengan jelas. Sean pun terus merobeknya lagi dan lagi, lalu melemparkannya ke langit.     
0

"Telan!" kata Sean.     

Poster itu tercabik-cabik dan berterbangan di udara. Pria penempel poster itu benar-benar ketakutan.     

"Kamu... Kamu berani merobek poster Tuan Muda Laksono kami? Biar kuberitahu, bocah, kamu dalam masalah. Kamu dalam masalah besar! Aku ingat nomor rumahmu! Jangan kabur! Aku akan menyuruh Tuan Muda Laksono kemari! Kalau dia tahu, dia pasti akan mengulitimu!"     

Sambil berteriak, pria itu pergi meninggalkan Sean.     

"Cih."     

Mana mungkin Sean khawatir tentang balas dendam Jenderal Chevin yang kalah itu?     

Setelah mengetahui bahwa pria seperti Chevin akan menikahi Maureen, Sean sangat marah dan tidak ingin Maureen menikah dengannya. Sean sangat khawatir apa yang dikatakannya kemarin sudah menyakiti Maureen hingga membuatnya menyetujui pernikahan ini karena marah.     

"Tidak. Aku harus berbicara dengan Maureen."     

Sean segera mengunci gerbang, lalu naik taksi dan pergi ke kediaman Maureen. Selain untuk mengobrol dengan Maureen, dia juga bisa melihat putri kesayangannya, Sisi.     

Sean tidak jauh dari tempat tinggal Maureen. Hanya butuh sepuluh menit untuk berkendara ke sana. Namun, saat mendekati rumah Maureen, sebuah SUV Lincoln Navigator tiba-tiba membunyikan klaksonnya di sepanjang jalan dan melaju dengan cepat.     

Tin! Tin! Tin...!     

Mobil SUV Lincoln Navigator itu berada di belakang taksi Sean, lalu di detik berikutnya, mobil itu membunyikan klakson dan mencoba menyalip. Sopir taksi juga merasa sangat kesal.     

"Siapa yang mengemudi dengan ugal-ugalan seperti ini?! Aku justru tidak akan membiarkanmu lewat."     

"Oh! SUV Lincoln Navigator! Sinting! Mobil ini harganya lebih dari satu miliar, kan?"     

"Sinting! Tidak mampu, tidak mampu! Biarkan lewat saja."     

Awalnya sopir taksi tidak berencana untuk membiarkannya lewat karena tujuan Sean akan segera tiba. Namun, begitu melihat mobil ini adalah mobil mewah seharga lebih dari satu miliar, sopir taksi benar-benar ketakutan.     

Dia tahu bahwa orang yang bisa mengendarai mobil ini pasti orang besar di Bogor. Orang kaya seperti ini tidak bisa diprovokasi oleh orang kecil seperti dirinya. Namun, ketika Sean melihat mobil itu, dia segera mengenalinya.     

"Ini mobil Chevin!"     

Sebelumnya, ketika Sean dan Maureen pergi untuk melakukan tes DNA dengan Sisi, Chevin sempat menghadang Sean di tempat parkir. Menyadari bahwa ini adalah mobil Chevin, Sean tahu Chevin datang untuk bertemu Maureen seperti dirinya.     

"Bagaimana mungkin bajingan seperti ini pantas menjadi suami Maureen?!"     

Sean cemburu. Jika bukan karena kata-kata Sean yang sudah menyakiti Maureen kemarin, Chevin tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk menikahi Maureen. Sekarang saja ketika mengemudi di jalan, dia berani begitu ugal-ugalan dan menganggap jalan ini sudah seperti jalanan miliknya.     

"Jangan biarkan dia lewat! Tambah kecepatan!"     

Sean segera menginstruksikan sopir taksi. Lalu, sopir taksi memandang Sean dengan gelisah melalui kaca spion.     

"Hah? Jangan biarkan lewat? Ini mobil mewah. Lihat saja plat nomornya!"     

Sean berkata dengan sungguh-sungguh, "Jangan biarkan dia lewat! Terus tambah kecepatan! Saya akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu!"     

Sopir taksi juga orang yang berpengetahuan luas. Ketika melihat bahwa Sean bukan orang biasa, dia tersenyum dan menjawab, "Baik!"     

Akhirnya sopir taksi menginjak pedal gas. Sedan SUV Lincoln yang awalnya hendak menyalip itu gagal menyalip dan dengan memalukan berjalan berdampingan dengan taksi di gang sempit.     

...     

"Hei, sopir taksi ini begitu pemberani rupanya. Beraninya tidak memberi jalan?"     

Pengemudi Lincoln Navigator itu adalah 'Bedjo', anak buah Chevin.     

Chevin yang duduk di barisan belakang sangat tidak senang. Dia adalah orang yang paling mementingkan harga dirinya. Sebagian besar orang-orang di Bogor menghormatinya. Bagaimana bisa ditandingkan dengan seorang sopir taksi?     

"Bedjo, terus salip! Injak pedal gas sekuat tenaga dan langsung belokkan kemudi ke kanan. Salip sampai ke depannya. Lihat saja apakah dia masih tidak membiarkan kita lewat!" perintah Chevin dengan marah.     

"Baik!"     

Chevin mendengus dingin. "Seorang sopir taksi berani mencari gara-gara denganku? Cari mati!"     

...     

Di sisi lain, sopir taksi yang tangannya gemetaran menginjak pedal gas sambil berkata dalam hati, Gawat, gawat! Mereka menambah kecepatan lagi! Bagaimana ini?! Haruskah aku mengurangi kecepatan?     

Sean sangat marah dan memerintahkan, "Jangan mengurangi kecepatan! Terus tambah kecepatannya! Saat mencapai tempat tujuan, jangan berhenti dan jangan biarkan dia menyalip!"     

...     

Di dalam sedan Lincoln, Bedjo juga merasa kebingungan. "Sial! Taksi bobrok ini juga menambah kecepatan!"     

Chevin juga mengamuk, "Jangan pedulikan! Terus maju! Salip dengan paksa!"     

"Baik!"     

Lincoln SUV berakselerasi dan menyalip ke kanan.     

Pada saat ini, sopir taksi mau tidak mau menginjak rem secara naluriah. Tetapi, meskipun demikian, jaraknya terlalu pendek. Sopir taksi itu menabrak bodi belakang kanan Lincoln Navigator dengan keras.     

Meskipun sopir taksi yang menabrak, semua orang yang mengemudikan mobil tahu bahwa tanggung jawab sepenuhnya ada pada mobil Lincoln itu.     

"Sial!" Bedjo sangat marah.     

Bedjo segera keluar dari mobil dan berteriak pada sopir taksi, "Dasar sopir taksi bobrok! Apa kamu tuli? Apa kamu tidak dengar aku membunyikan klakson? Masih saja sengaja menambah kecepatan! Tidak membiarkanku menyalip? Buka matamu dan lihat baik-baik! Ini mobil Tuan Muda Chevin! Siapa yang tidak tahu keluarga Laksono di Bogor?"     

Sopir taksi buru-buru keluar dari mobil. Ketika mengetahui Bedjo bukan orang biasa, dia mengangguk-anggukkan kepalanya pada Bedjo.     

"Ini bukan salah saya. Penumpang saya yang meminta saya untuk menambah kecepatan."     

"Penumpang?"     

Baru saat itulah Bedjo melihat ke kursi penumpang di dalam taksi. Sementara, Sean juga turun dari mobil, lalu menatap Bedjo.     

"Mobil kalian bukan mobil polisi ataupun ambulans, jadi kami tidak memiliki kewajiban untuk membiarkan kalian lewat. Dilarang membunyikan klakson sepanjang jalan ini, tapi kalian membunyikan klakson panjang sepanjang jalan dan sangat mengganggu warga. Bahkan kalian ingin menyalip dengan ugal-ugalan. Mobilmu sudah menabrak, tapi kamu masih berani membela diri?"     

Bedjo tercengang ketika melihat Sean. "Kamu…"     

Pada saat ini, Chevin, yang sedang duduk di dalam mobil juga melihat sosok Sean.     

"Sial! Rupanya dia!"     

Chevin segera keluar dari mobil dan menatap Sean.     

"Sean?! Apa kataku? Siapa sopir taksi yang begitu berani, bahkan tidak membiarkan mobilku lewat? Rupanya kamu! Apa yang kamu lakukan di sini?!"     

"Aku datang untuk bertemu putriku. Kenapa?" balas Sean.     

Chevin tersenyum dan berkata, "Datang untuk bertemu Sisi? Haha. Seharusnya kamu sudah tahu Maureen dan aku akan menikah, kan? Sebentar lagi aku akan menjadi ayah Sisi!"     

"Kamu tidak pantas!" Sean langsung menjawab.     

"Kamu...!" Chevin sangat marah.     

Pada saat ini, ketika sopir taksi melihat keduanya benar-benar saling mengenal satu sama lain dan tampaknya sama-sama orang besar, dia pun menyela.     

"Tuan-tuan, berhenti dulu. Karena kalian berdua saling kenal, itu lebih baik. Kalian lihat, mobil saya bertabrakan dengan SUV Anda. Lampu depan mobil saya semuanya rusak. Bagaimana kalau Tuan-tuan mendiskusikan bagaimana untuk memberi saya kompensasi?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.