Ingin Kukatakan Sesuatu

Juan Ingin Membunuh Sean?!



Juan Ingin Membunuh Sean?!

0Maureen tertegun, lalu menatap Sean dengan tercengang.     
0

"Sandiwara? Apa maksud perkataanmu?"     

Sean mendengus dingin.     

"Apa maksudnya? Kamu masih tanya padaku, apa maksudnya? Sejak awal kamu sudah tahu Chintia ditangkap keluarga Susetia-mu! Sejak awal kamu sudah tahu di mana Chintia disekap! Kalau tidak, bagaimana bisa kamu yakin dia baik-baik saja dan tahu banyak hal tentang dia? Chintia pasti sudah ditangkap keluarga Susetia-mu!"     

Maureen memandang Sean dengan polos. "Sean, percayalah padaku! Aku benar-benar tidak tahu di mana Chintia berada. Aku juga tidak tahu entah dia ditangkap keluargaku atau tidak. Aku yakin kakek dan adikku tidak akan berbohong padaku."     

"Percaya padamu? Untuk apa aku percaya pada wanita dari keluarga Susetia?!" kata Sean dengan kasar.     

Maureen terlihat sangat sempurna. Selain itu, dia juga sangat mirip dengan Giana. Keduanya tipe wanita sempurna yang cantik dan memabukkan.     

Sementara, wanita cantik seperti Giana adalah seorang pembohong. Jadi, Sean merasa Maureen dan Giana sama saja. Hanya saja, Maureen tahu cara menyembunyikan perasaannya dengan baik.     

Maureen sangat ingin membela dirinya, jadi dia meraih lengan baju Sean dengan panik dan berkata, "Sean, aku tahu kamu sangat mengkhawatirkan keberadaan Chintia, tapi aku benar-benar tidak tahu di mana dia berada! Untuk apa aku berbohong padamu?"     

Sean menepis Maureen.     

"Untuk apa? Bukankah karena kamu ingin menikah denganku dan menjadi menantu keluarga Yuwono?! Kalian keluarga Susetia selama ini selalu mendambakan hubungan internasional yang dimiliki keluarga Yuwono kami. Setelah kamu menikah denganku, keluarga Susetia-mu akan menjadi tidak terkalahkan baik di dalam dan luar negeri!"     

Maureen merasa sangat malu dikatai oleh seorang pria seperti ini, tapi tentu saja dia tidak mau mengakuinya. "Aku tidak ingin menikah denganmu…"     

Sean berkata dengan dingin, "Hanya hatimu sendiri yang tahu apa yang sebenarnya! Maureen, hari ini aku bisa mengatakan padamu dengan jelas. Aku, Sean Yuwono, hanya akan menikahi Chintia saja, jadi jangan pernah berharap menjadi wanitaku! Bahkan aku juga tidak akan mempertimbangkanmu sebagai istri keduaku!"     

Ketika Maureen mendengar kata-kata seperti itu, wajahnya langsung menjadi sangat malu. Ini hinaan paling parah yang pernah didengarnya seumur hidupnya.     

Wanita tercantik yang bermartabat di Bogor, wanita yang dikejar-kejar oleh begitu banyak pria, dihina oleh seorang pria yang mengatakan bahkan tidak akan mempertimbangkan untuk menjadikannya istri kedua?!     

Hati Maureen benar-benar terluka karena Sean. Bagaimanapun juga, Maureen merupakan wanita dengan harga diri yang tinggi.     

Maureen terus menyangkal, "Sean, aku juga tidak menyukaimu! Empat tahun lalu, kamu sudah melukaiku sampai seperti itu, jadi mana mungkin aku bisa menyukai laki-laki yang sudah memperkosaku?"     

Mungkin jika kata-kata ini diucapkan sebulan yang lalu, Sean masih bisa tertipu. Namun, ketika mendengarkan Chintia dan Julius beberapa waktu lalu, Sean jelas mendengar Maureen memberitahu Chintia bahwa dia menyukai Sean.     

Sean pun semakin tahu bahwa Maureen sedang berbohong sekarang. Akibatnya, Sean memperdalam kemungkinan bahwa Maureen adalah pembunuh Chintia.     

"Bagaimana aku tahu? Aku dengar 80% wanita berfantasi diperkosa. Mungkin kamu memang pandai dalam hal itu," tukas Sean.     

Karena mengkhawatirkan keberadaan Chintia, Sean berbicara sembarangan. Sementara ketika Maureen mendengar ini, dia tidak sudah tahan lagi. Dia mengangkat tangannya dan menampar wajah Sean.     

Plak!     

Pada saat yang sama, air mata Maureen terus mengalir tanpa henti. Ketika air mata terjatuh di wajah halus Maureen, air mata itu mengalir seperti berlian. Sementara, mata lembab Maureen membuat orang merasa kasihan. Matanya mampu menyampaikan perasaannya. Sean belum pernah melihat mata yang begitu indah.     

Maureen menangis dan berkata, "Sean, kamu tidak bisa menghinaku seperti ini! Empat tahun lalu, setelah aku keluar dari ruang gelap dan kecil itu, aku kembali ke Indonesia. Aku depresi selama beberapa bulan dan kehilangan 40 kilo. Aku tidak sepicik yang kamu katakan! Sean, kamu berbicara seperti ini tentangku? Kamu benar-benar sudah menyakitiku! Aku benci padamu!"     

Setelah selesai berbicara, Maureen berlari keluar sambil berlinang air mata.     

"Maureen…"     

Melihat ekspresi sedih Maureen, saat ini Sean benar-benar ingin menghentikannya dan ingin mengejarnya.     

Entah mengapa, setelah ditampar Maureen, Sean merasa Maureen lebih menjadi dirinya sendiri. Maureen yang semakin murah hati dan tidak mengingat-ingat masa lalu membuat Sean semakin merasa aneh. Sebaliknya, Maureen yang membencinya membuat Sean merasa tenang…     

Pada saat ini, Sean juga merasa bahwa apa yang baru saja dikatakannya sudah terlalu keterlaluan. Sebenarnya berdasarkan kemampuan Sean dalam menilai orang, seharusnya sejak awal Sean sudah dapat melihat bahwa Maureen sama sekali tidak tahu keberadaan Chintia.     

Bahkan jika Chintia benar-benar ditangkap keluarga Susetia, Maureen pasti tidak tahu apa-apa. Namun, Sean terlalu peduli pada Chintia karena sebelumnya dia sudah hampir kehilangan Chintia.     

Baru saja kembali merebut Chintia dari genggaman Julius, hanya dalam dua hari, dia sudah kehilangan Chintia lagi. Tentu saja Sean jadi tidak bisa mengendalikan emosinya.     

Maureen berjalan keluar dari rumah dan mengendarai mobil Jeep-nya ke rumah Suhendra.     

"Nona, Anda kenapa?"     

Ketika tiba di ruang tamu, seorang lelaki tua berusia 60-an yang penasaran pun bertanya dengan prihatin ketika melihat Maureen yang sepertinya baru saja menangis. Orang tua ini adalah pelayan dan pengurus rumah tangga keluarga Susetia. Dia menyaksikan Maureen dan anaknya tumbuh sejak kecil.     

"Pengurus Satya, apakah kakekku ada di kamar? Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan pada Kakek." Maureen menyeka air matanya dengan tisu.     

Pengurus Satya berkata, "Tuan sedang berada di ruang kerja sekarang. Beliau sedang membicarakan sesuatu. Nona tunggu di sini dulu saja. Saya akan membuatkan secangkir teh untuk Nona."     

———     

"Tuan, orang-orang kita menemukan seseorang yang dicurigai sebagai Juan Yuwono kemarin. Dia sepertinya datang ke Bogor!"     

Pada saat ini, seorang pria muda melapor pada Suhendra di ruang kerjanya. Suhendra pun menyipitkan matanya.     

"Juan si pemberani itu jelas-jelas tahu aku tidak akan melepaskannya, tapi dia berani datang ke Bogor?!"     

Pemuda itu menebak, "Apakah mungkin dia tahu hari ini kita akan berurusan dengan Sean, jadi dia datang untuk mendukung Sean? Mungkinkah dialah yang mengendalikan UFO di belakang layar hari ini?"     

Suhendra menggelengkan kepalanya. "UFO itu jelas sudah diatur Sean ketika meninggalkan Bogor terakhir kali. Itu tidak ada hubungannya dengan Juan. Kemungkinan Juan juga tidak begitu peduli dengan hidup dan mati Sean!"     

Pemuda itu bingung. "Kenapa? Bukankah Sean dan Juan bersaudara?"     

Suhendra mendengus dingin. "Juan 10.000 kali lebih licik daripada Sean. Meskipun Sean pemberani dan banyak akal, dia sangat jujur ​​dan memiliki karakter yang baik. Dia tidak pernah melakukan sesuatu yang di luar batas. Tapi, Juan berbeda. Dia seorang iblis! Dialah orang yang mengendalikan semua ini, jadi dia pasti merencanakan sesuatu."     

"Selama beberapa waktu ini, aku memikirkan dengan saksama, mengapa dia melemparkan Maureen ke Sean dan membuat kita membenci Sean? Kemungkinan besar dia hanya ingin meminjam tangan keluarga Susetia kita untuk menyingkirkan Sean!" tukas Suhendra.     

Pemuda itu benar-benar terkejut. "Juan… ingin menggunakan kita untuk membunuh adik laki-lakinya sendiri? Orang ini sangat kejam!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.