Ingin Kukatakan Sesuatu

Chintia Menghilang!



Chintia Menghilang!

0Setengah jam kemudian, Sean kembali ke rumah Mindy, tempat Chintia berada. Begitu memasuki rumah, dia segera memanggil Chintia.     
0

"Chintia, Chintia!"     

Ketika datang ke Bogor, Sean sudah menyelesaikan masalah mengenai Andy dan John. Dia yakin Suhendra tidak akan mengingkari janjinya.     

Semantara, fakta bahwa aset Sean dibekukan mungkin tidak mudah diselesaikan. Jadi, dia telah memutuskan untuk membawa Chintia ke Inggris. Setelah beberapa saat masalah ini sudah terselesaikan, baru mereka akan kembali.     

Sean berlari dan masuk ke dalam rumah, tetapi ketika melihat sekeliling, tidak ada tanda-tanda keberadaan Chintia.     

"Chintia, kamu di mana?"     

Sean mencari di setiap ruangan, termasuk toilet. Dia sudah membuka setiap pintu, tetapi setelah menggeledah rumah itu, Chintia tetap tidak ditemukan. Akhirnya Sean menghubungi Chintia, tetapi tidak dijawab.     

"Aneh. Ke mana Chintia pergi?"     

Tepat ketika Sean hendak pulang, dia mengirim pesan ke Chintia, mengatakan bahwa dirinya akan segera pulang. Chintia membalas pesan Sean, jadi tidak mungkin Chintia pergi melapor ke polisi.     

"Mungkinkah Chintia dibawa pergi keluarga Susetia?"     

Sean berpikir sejenak. Hanya ada satu kemungkinan ini!     

"Berengsek!"     

Sean sangat marah. Baru kemudian dia menyadari bahwa dia sudah melakukan kesalahan. Keluarga Susetia ingin Sean dan Maureen bersama. Bagaimana mungkin mereka tidak memulai dengan Chintia?     

Demi memisahkan Sean dari Chintia, keluarga Susetia kemungkinan besar akan menangkap Chintia, membunuhnya, atau menyuruh beberapa pria untuk melecehkannya. Marvin pasti bisa melakukan hal seperti ini.     

Memikirkan adegan Chintia ditindas, Sean panik dan mengamuk. Dia segera kembali naik taksi dan kembali ke kediaman Suhendra.     

Ketika tiba kali ini, tempat ini sudah dalam status siaga satu. Ada lebih banyak anak buah yang datang untuk berjaga-jaga.     

Ada seseorang mengenali bahwa Sean adalah orang yang baru saja membuat masalah dengan keluarga Susetia dan melukai kaki Marvin. Orang ini segera berdiri dan keluar.     

"Bocah busuk, kami sudah membiarkanmu hidup, tapi kamu masih berani kembali?!"     

Sean, yang ingin mencari tahu keberadaan Chintia, berkata dengan dingin, "Minggir! Aku ingin bertemu Suhendra!"     

Mana mungkin orang itu membiarkan orang berbahaya seperti Sean masuk lagi?     

Pria itu meraung dengan kejam, "Kamu yang minggir! Beraninya melawan keluarga Susetia! Kamu sudah bosan hidup, ya?!"     

Sean tidak banyak bicara lagi dan langsung meninju wajah lawan hingga terjatuh ke tanah. Namun, beberapa senjata langsung diarahkan ke Sean dalam sekejap.     

Sean tidak panik. Dia menjentikkan jarinya dan tiba-tiba pesawat UFO perlahan muncul di langit sambil memperlihatkan moncong senjatanya.     

"Jika kamu berani menembak, aku jamin tidak ada seorang pun dari keluarga Susetia yang akan selamat!" Sean mengancam.     

Para pria itu merasa serba salah. Sekarang mereka hanya menang jumlah, tetapi mereka hanya bisa menyerang dan bertahan dari darat. Jika berhadapan dengan pesawat tempur, mereka tidak akan bisa berbuat apa-apa. Tentu saja mereka tidak berani main-main dengan satu nyawa pun dari keluarga Susetia.     

"Tunggu! Aku akan pergi memberitahu Tuan dulu!"     

Pria itu segera berlari memasuki rumah. Karena gas beracun di rumah itu cukup keras, seluruh keluarga Susetia pergi ke halaman untuk menghirup udara segar. Sementara, saat ini Marvin bersama ibunya sudah dibawa ke rumah sakit untuk merawat luka tembak di kaki Marvin.     

Begitu pria itu memasuki rumah, dia melapor pada Suhendra, "Tuan Besar! Bocah itu kembali lagi! Katanya ingin bertemu dengan Anda!"     

"Apa?"     

Suhendra baru saja mendapatkan kekuatannya kembali. Dia hampir saja tidak bisa kembali bernapas. Pelakunya jelas-jelas sudah menyelesaikan masalah ini, jadi untuk apa dia kembali lagi? Maureen juga sontak tertegun dan bertanya-tanya mengapa Sean kembali.     

Sementara, Michelle berteriak dengan marah, "Bajingan tidak taat hukum ini kembali tepat waktu! Tadi dia mengecoh kita, tapi kali ini kita pasti bisa membunuhnya!"     

Suhendra berpikir sejenak, kemudian berkata, "Biarkan dia masuk."     

"Baik!"     

Pria itu berlari keluar menghampiri Sean.     

"Ikut aku, tapi UFO-mu tidak boleh ikut!"     

Sean menjentikkan jarinya ke langit dan UFO pun segera beralih ke mode tak terlihat, jadi tidak ada yang tahu apakah UFO itu mengikuti atau tidak.     

Ketika Sean memasuki rumah, Suhendra duduk di kursi dan langsung bertanya dengan serius, "Sean, untuk apa kamu kembali lagi kemari?"     

Sean mengamuk, "Suhendra, kamu bawa Chintia ke mana?!"     

Suhendra tampak bingung. "Apa yang kamu katakan? Chintia hilang?"     

"Berhenti berpura-pura! Kamu pasti mengirim seseorang untuk menangkap Chintia saat aku menemuimu. Serahkan tunanganku padaku!" tegas Sean.     

Suhendra dengan putus asa berkata, "Aku tidak mengutus siapapun untuk menangkap tunanganmu sama sekali."     

"Omong kosong!" Sean berteriak pada Suhendra dengan keras.     

"Sean, dasar lancang!"     

Michelle yang baru saja ditampar beberapa kali oleh Sean, berteriak keras, "Kamu benar-benar sudah melanggar hukum di rumah keluarga Susetia-ku! Tadi kami tidak bisa membunuhmu, tapi sekarang setelah kamu kembali. Kamu mencari kematianmu sendiri! Bagas, tembak dia!"     

Michelle memerintahkan pria yang membawa Sean masuk. Namun, tanpa perintah Suhendra, pria itu tidak berani menembak sembarangan, meskipun dia tetap mengarahkan pistol ke Sean.     

"Jangan gegabah!"     

Tiba-tiba Maureen berdiri. Baru saat inilah dia tahu mengapa Sean kembali. Rupanya karena Chintia.     

"Sean, jangan emosi dulu. Kalau Kakek bilang tidak melakukannya, Kakek pasti tidak melakukannya. Kakek tidak punya alasan untuk berbohong padamu," bujuk Maureen.     

Suhendra mendengus dingin. "Bocah busuk, sekarang bagiku kamu hanyalah semut di telapak tanganku. Bahkan jika aku mengakui bahwa aku menangkap Chintia, apa yang dapat kamu lakukan padaku?! Aku bilang, aku tidak menangkapnya, itu berarti aku memang tidak menangkapnya!"     

"Kakekku tidak akan membohongimu. Mungkin Marvin yang melakukannya. Aku akan menelepon dan menanyakan padanya," kata Maureen.     

Sean mengangguk. Marvin sangat arogan, jadi sangat mungkin itu idenya.     

Maureen menghubungi Marvin. Awalnya dia tidak menjawab, jadi mungkin dia sedang mengeluarkan peluru di kakinya. Setelah beberapa saat, akhirnya dia menghubungi kembali.     

Maureen buru-buru bertanya, "Marvin, apakah kamu menangkap Chintia?"     

Marvin menggertakkan giginya kesakitan dan menjawab, "Aku tidak menyentuh Chintia. Ada apa? Apakah Chintia menghilang? Baguslah! Tunangan Sean pasti sudah melarikan diri atau dibawa pergi. Aku tidak akan mengampuni bajingan ini! Ahhh!"     

Maureen berkata di telepon, "Rawat baik-baik lukamu dulu saja."     

Setelah menutup telepon, Maureen berkata pada Sean, "Marvin bilang dia juga tidak menangkap Chintia."     

"Tidak mungkin! Chintia baru saja bilang sedang menungguku di rumah, tapi sekarang aku bahkan tidak dapat melihat batang hidungnya! Jika bukan keluarga Susetia-mu yang melakukannya, lalu siapa lagi?!"     

Sean tidak percaya keluarga Susetia tidak ada hubungannya dengan hilangnya Chintia.     

"Mungkin dia sedang ada urusan, jadi mungkin karena itu dia keluar. Biar aku temani mencarinya, sekalian membantumu memeriksa CCTV, oke?" Maureen menawarkan.     

Melihat wajah tulus Maureen dan penyangkalan semua orang di keluarga Susetia, Sean tahu bahwa tidak akan ada gunanya terus bertanya di sini. Dia pun memilih untuk pergi bersama Maureen terlebih dahulu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.